Perempuan asal Lombok Utara 2 Bulan Dikurung di Arab Saudi, Diduga Korban Perdagangan Orang
YK mengikuti proses perekrutan bekerja ke luar negeri sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) berdasarkan bujukan tekong berinisial MN (40).
Penulis: Wahyu Widiyantoro | Editor: Salma Fenty
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Wahyu Widiyantoro
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Seorang Perempuan asal Lombok Utara berinisial YK (26) diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ke Arab Saudi.
Ibu 2 anak ini dipulangkan dari Arab Saudi pada Minggu (16/1/2022).
Perempuan asal Kecamatan Tanjung, Lombok Utara ini kini sedang berada di Jakarta menjalani karantina.
YK tidak lagi memiliki biaya untuk pulang kembali ke kampung halamannya.
Baca juga: Kronologi Pemberangkatan Ilegal Warga Lombok Timur Korban TPPO Tujuan Turki
Baca juga: Modus TPPO PMI Korban Kapal Karam di Malaysia, Tarik Tarif Pemberangkatan, Bikin KTP Malaysia
YK kini dikarantina di sebuah rusun di Cilincing, Jakarta Utara untuk menjalani prosedur pelaku perjalanan luar negeri terkait Covid-19.
Semasa tinggal di karantina itu, YK mengadukan nasibnya.
Divisi Advokasi Solidaritas Perempuan (SP) Mataram Baiq Sumiati mengatakan, YK punya dua permintaan.
Yang pertama, meminta kepedulian pemerintah daerah untuk membantu pemulangan ke Lombok Utara.
“Dia juga meminta pertanggungjawaban calo atau tekong yang telah menempatkannya bekerja di luar negeri secara undocumented,” ujar Sumiati, Senin (17/1/2022).
YK saat ini dalam pendampingan tim advokasi SP Mataram.
Berdasarkan penuturan YK kepada tim advokasi, YK berangkat ke Arab Saudi pada November 2021.
2 bulan berselang, YK pulang dengan diagnosis sakit kuning.
YK mengikuti proses perekrutan bekerja ke luar negeri sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) berdasarkan bujukan tekong berinisial MN (40).
YK dijanjikan bekerja di ibukota Arab Saudi, Riyadh sebagai penata laksana rumah tangga.
Prosesnya, YK diuruskan dokumennya hanya untuk keperluan keberangkatan.
Bukan terkait urusan ketenagakerjaan.
YK diuruskan pemeriksaan kesehatan di Kota Mataram pada bulan Oktober 2021.
Kemudian mengurus paspor di Kabupaten Sumbawa dengan alasan bisa selesai lebih cepat dan tanpa ribet.
Korban tidak tahu bagaimana mekanisme penempatan yang benar.
“Yang dia tahu kalau berangkat menggunakan paspor ada medical, maka dianggapnya itu sudah benar,” beber Sumiati.
Usai mengurus dokumen keberangkatan, YK lalu diterbangkan ke Jakarta bersama 3 perempuan lain.
Calo inisial MN hanya mengantar sampai Bandara Internasional Zainuddin Abdul Majid (BIZAM) di Praya, Lombok Tengah sekira minggu ketiga bulan November 2021.
YK diinformasikan akan mendapatkan pelatihan selama 1 minggu di Jakarta.
Alih-alih pelatihan, YK ternyata transit di penampungan bersama calon PMI lain dari berbagai daerah yang jumlahnya sekitar 40 orang.
YK lalu berangkat pada 24 November 2021 bersama 40 orang tersebut.
Termasuk 10 orang lainnya yang sama-sama berasal dari NTB.
Begitu tiba di Arab Saudi, YK lalu menempati asrama penampungan yang dikenalnya dengan Sarikat Tamkin.
YK kembali menjalani pemeriksaan kesehatan.
Selanjutnya terungkap bahwa YK mengidap penyakit kuning.
YK selama 2 bulan berada di penampungan itu tanpa melakukan pekerjaan apapun.
“Dia hanya diminta diam dan menunggu informasi lanjutan,” urai Sumiati.
Hingga tiba hari Minggu (16/1/2022), YK dipulangkan ke Indonesia atas biaya agensi.
Kepulangan YK ke Indonesia hanya dibiayai sampai Jakarta.
Tidak termasuk ongkos pulang ke Lombok Utara.
Selama keberangkatan sampai kepulangan, korban tidak bertemu sama sekali dengan pihak pemerintah, baik KBRI maupun pihak manapun. (*)