Murid Bodong Dana BOS NTB

Kompleks gedung madrasah Darus Shiddiqien NW Mertak Paok, Desa Mekar Bersatu, Kecamatan Batukliang, Lombok Tengah pagi itu tampak lengang.

ISTIMEWA
Ilustrasi Dana BOS 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sirtupillaili

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Kompleks gedung madrasah Darus Shiddiqien NW Mertak Paok, Desa Mekar Bersatu, Kecamatan Batukliang, Lombok Tengah pagi itu tampak lengang.

Aktivitas belajar mengajar sedang diliburkan. Hanya terlihat beberapa santri duduk di depan kelas.

Gedung Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berdiri di satu kawasan yang cukup luas di desa ini.

Pada 2020, sekolah ini menjadi sorotan Ombudsman RI Perwakilan NTB karena menerima lebih banyak dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dibanding jumlah muridnya.

Berdasarkan laporan yang masuk ke Ombudsman RI Perwakilan NTB, ujar Kepala Ombudsman NTB Adhar Hakim pada Kamis, 30 Desember 2021, kasus serupa marak dilakukan sekolah.

Adhar menjelaskan, dari temuan mereka di beberapa daerah, penyelewengan dana BOS dilakukan dengan modus operasional atau saat penggunaan dana.

Ada juga modus penyelewengan saat perencanaan.

”Modus yang masuk dalam modus perencanaan yaitu menambah jumlah siswa,” ungkapnya.

Hal itu berpotensi terjadi karena basis data siswa sering kali bermasalah.

Baca juga: UNIK Para Pejabat NTB Ini Dilantik di Atas Bus Wisata Sambil Pelesiran  

Kemudian di masa pandemi, sekolah diwajibkannya mengupdate data-data siswa untuk Nomor Induk Siswa Nasional (NISN).

Kebijakan ini berpotensi membuat siswa tidak dimasukkan lagi sebagai penerima.

Tapi bisa juga dimanfaatkan untuk menambah-nambah jumlah siswanya.

”Basis data Dapodik dan adminduk selama ini kerap menjadi permasalahan ketika perencanaan penganggaran bansos ke masyarakat,” ungkap Adhar.

Ombudsman tak menyebut sekolah mana saja yang pernah mereka periksa. Tapi Adhar memastikan semua itu temuan timnya di lapangan. 

Dari penelusuran TribunLombok.com, dugaan seperti itu bukan isapan jempol. Di kalangan pendidik, modus seperti itu bukan isu yang mengejutkan.

Sumber TribunLombok.com dari kalangan pendidik di NTB membeberkan, biasanya memang sering kali oknum sekolah menambah jumlah siswa agar mendapat tambahan dana BOS.

”Ada sekolah yang siswanya hanya 10 tapi dilaporkan 30. Jadi banyak tambahan. Mohon maaf bukan suudzon, itu hanya untuk kejar dana BOS,” katanya.

Dia mengaku risih kepada sekolah yang menambah jumlah siswa terlalu banyak, dengan jumlah yang tidak wajar. 

Tujuan memasukkan murid bodong ini tidak lain hanya untuk mendapatkan dana BOS lebih.

Baca juga: Mantan Kepala SD di Mataram Ditahan, Diduga Korupsi Dana BOS Rp844,12 Juta

Informasi lain diterima TribunLombok.com menyebut, SMK Darus Shiddiqien NW Mertak Paok di Kecamatan Batukliang, Lombok Tengah tahun lalu memiliki persoalan terkait data siswa SMK penerima BOS. Alokasi dana BOS yang didapatkan melebihi jumlah siswa semestinya.

Dari penelusuran ditemukan, pada tahun pelajaran 2019/2020, SMK Darus Shiddiqien mengajukan dana BOS tahap II bagi 67 orang siswa.

Padahal, berdasarkan data Seksi SMK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB, jumlah siswa sekolah tersebut hanya 61 orang. Terdiri dari 40 orang siswa kelas X dan kelas XI, kemudian 21 orang siswa kelas XII.

Tapi pada saat pengajuan dan pencairan dana BOS menggunakan data 67 orang siswa.

Data dana BOS SMK di Lombok Tengah menunjukkan, pada tahap I SMK Darus Shiddiqien NW Mertak Paok mendapat Rp 32,16 juta dengan hitungan masing-masing siswa mendapat Rp 480 ribu.

Kemudian pada pencairan dana BOS tahap II tahun 2020, SMK Darus Shiddiqien NW Mertak Paok mencairkan Rp 42,8 juta bagi 67 siswa.

Ini seperti tercantum dalam SK Nomor:5044/C.C1/BP/2020. Disebutkan, sekolah tersebut menerima jenis BOS Reguler sebesar Rp 42,88 juta untuk 67 siswa. Pada pencairan tahap II masing-masing siswa mendapat Rp 640 ribu.

Dengan jumlah siswa hanya 61 orang, artinya diduga ada kelebihan pencairan dana BOS untuk enam orang siswa.

Diduga kelebihan nama siswa itu merupakan siswa yang telah berhenti sekolah di SMK tersebut. Beberapa orang diantaranya telah menikah dan putus sekolah. 

Di samping itu, diduga beberapa siswa dobel pencatatan. Tapi masih diusulkan menjadi penerima BOS.

Pihak Sekolah Bantah Siswa Fiktif

Dugaan ini langsung dibantah Ahmad Fauzi, kepala SMK Darus Shiddiqien NW Mertak Paok.

Fauzi juga membantah keras ada siswa fiktif atau bodong di sekolahnya, karena yang ada hanya siswa mutasi atau pindah.

”Tidak ada, kami tidak berani pak,” tegas Fauzi, saat dikonfirmasi TribunLombok.com, di rumahnya, Kamis (30/12/2021).

Temuan lainnya, salah seorang siswa dari sekolah lain dimasukkan sebagai data penerima bantuan di Darus Shiddiqien NW Mertak Paok. 

Siswi tersebut berinisial SD. Ia tercatat lulus di sekolah lain yakni di SMK Islam Qiyamu At-Tarbiyyah. Tapi namanya tetap masuk sebagai penerima BOS di Darus Shiddiqien NW Mertak Paok.

Baca juga: Tekad Kapolda NTB Irjen Djoko Poerwanto, Sukseskan MotoGP Mandalika 2022 sampai Berantas Korupsi

Ahmad Fauzi menjelaskan, siswi asal Gerantung tersebut tidak pernah tercatat di SMK Darus Shiddiqien NW Mertak Paok. ”Dia di Aliyah (MA) kemudian pindah ke SMK Qiyamu At-Tarbiyyah,” katanya.

Dia tidak tahu persis bagaimana proses kepindahan siswinya itu ke SMK sebelah.

Data menunjukkan, siswi ini memang pernah bersekolah di Darus Shiddiqien NW Mertak Paok. Tapi bukan di SMK-nya, melainkan di Madrasah Alihayah (MA).

Pada data EMIS (Education Management Information System) semester genap tahun 2019-2020, SD masih tercatat sebagai siswi MA Darus Shiddiqien NW Mertak Paok. Nama tersebut diduga telah digunakan sejak 2018 sampai 2020.

Faktanya, siswi tersebut telah pindah ke sekolah lain yakni SMK Islam Qiyamu At-Tarbiyyah sampai lulus. ”Dia murid saya di MTs. Tiga tahun di MTs, kemudian masuk aliyah dan pindah.Nah kepindahannya saya kurang tahu,” katanya.

Ahmad Fauzi menegaskan, pihaknya tidak berani main-main dengan data penerima BOS. Apalagi memainkan dana bantuan bagi siswa. Dia juga tidak mau mendapat masalah dengan hal-hal seperti itu.

Terkait adanya perbedaan data siswa, justru dialah yang menghapus nama sejumlah siswa yang sudah tidak belajar di SMK.

Sehingga terjadi selisih jumlah, dari 67 siswa saat pengajuan dana BOS menjadi 61 orang siswa yang masih belajar saat ini.

Data itulah yang dia laporkan ke Dikbud NTB.

Tujuannya supaya siswa yang sudah pindah tidak lagi tercatat di SMK.     

Tidak Ada Niat Sekolah Manipulasi

Selaku kepala SMK Darus Shiddiqien NW Mertak Paok, Ahmad Fauzi mengakui mereka pernah berurusan dengan Ombudsman NTB tahun lalu terkait data siswa penerima BOS.

Dia pun tidak menutup-nutupi persoalan tersebut. Tapi semua sudah diselesaikan dan menjadi pelajaran untuk penataan sekolah lebih baik ke depan.

”Sudah selesai dan tidak ada masalah lagi. Hanya sekadar kesalahpahaman saja waktu itu dan kita sudah tuntaskan,” jelasnya.

Fauzi menjelaskan, sebenarnya tidak ada masalah dengan jumlah dana BOS yang diterima sekolahnya. Sebab jumlah dana tersebut sudah sesuai dengan data siswa yang dilaporkan.

”Biasa, kalau di dana BOS itu cut off-nya sudah tuntas itulah yang masuk di dana BOS-nya,” katanya.

Jumlah siswa SMK Darus Shiddiqien NW Mertak Paok memang 67 orang. Sehingga itu yang diusulkan dan menjadi dasar pemberian dana BOS.

Tapi saat itu ada mutasi siswa dari SMK Darus Shiddiqien ke MA Darus Shiddiqien NW Mertak Paok. ”Itu permasalahannya. Ada mutasi, tapi anak itu sudah masuk di data kita,” katanya.

Persoalan data tersebut telah dituntaskan bersama kepala MA. Kemudian kelebihan dana BOS yang dicairkan sekitar Rp 3,8 juta sudah dikembalikan ke kas negara.

Baca juga: Jabat Kapolda NTB, Irjen Djoko Poerwanto: Di Sini Saya Abdikan Diri

Pengembalian ke kas negara itu pun telah dia laporkan ke Ombudsman NTB. Bahwa mereka telah menjalankan rekomendasi untuk mengembalikan dana itu, sehingga kasus tersebut dianggap selesai.

Ombudsman NTB membenarkan sudah menerima laporan pengembalian uang itu pada 2020.

Menurut Ahmad Fauzi, karena persoalan tersebut mencuat saat dirinya baru saja menjabat sebagai kepala sekolah, dia berkomitmen menuntaskan masalah tersebut.

Ahmad Fauzi menegaskan, pihaknya tidak pernah berniat atau sengaja menambah jumlah siswa agar mendapat dana BOS lebih besar.

”Tidak ada, tidak ada (niat). Tidak berani kami berhubungan dengan keuangan negara,” tegasnya.

Sebelumnya, dia mengaku tidak tahu ada kelebihan jumlah siswa penerima BOS. Setelah Ombudsman RI datang memeriksa, baru Fauzi tahu dan diselesaikan sesuai prosedur.

”Dari pengalaman itu saya belajar, bahwa ini tidak boleh kita lakukan,” ujarnya.

Selaku pendidik, Ahmad Fauzi mengaku tidak mungkin berani memainkan dana bantuan bagi siswa.

Persoalan tersebut juga menjadi motivasi pengelola sekolah untuk menjadi lebih baik. Merekrut siswa lebih banyak dan lebih tertib dalam hal pendataan data siswa.

BOS untuk Majukan Pendidikan

Dana BOS sejatinya merupakan program pemerintah untuk membantu sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. Bantuan pendidikan berbentuk dana tersebut diberikan berdasarkan jumlah siswa yang terdaftar.

Dana BOS dapat digunakan untuk memenuhi berbagai kegiatan sekolah seperti menyediakan alat belajar mengajar, membayar gaji guru, mengembangkan perpustakaan dan lain sebagainya.

Jumlah dana BOS yang dikucurkan ke NTB mencapai ratusan miliar setiap tahun dan terus mengalami peningkatan.

Data yang dihimpun Forum Indonesia untuk Transparansi (Fitra) NTB menunjukkan, tren pendapatan dana BOS NTB terus meningkat setiap tahun.

Tahun 2018 jumlah dana BOS ke NTB Rp 850 miliar lebih, meningkat tahun 2019 menjadi Rp 903,7 miliar.

Meningkat lagi tahun 2020 menjadi Rp 978 miliar lebih dan meningkat lagi tahun 2021 menjadi Rp 988 miliar lebih.

Direktur Fitra NTB Ramli Ernanda berharap meningkatnya alokasi BOS tersebut dibarengi dengan kualitas pengelolaan dan penggunaan dana. 

(*)

 

 

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved