Banjir Lombok
Korban Banjir Lombok Masih Trauma, Fatimah: Tidak Bisa Tidur karena Terbayang Ngerinya Luapan Air
Banjir bandang yang menerjang dua kecamatan di Kabupaten Lombok Barat membuat warga trauma. Korban banjir Lombok kini hidup di pengungsian
Penulis: Sirtupillaili | Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK BARAT – Banjir bandang yang menerjang dua kecamatan di Kabupaten Lombok Barat membuat warga trauma.
Meski telah diungsikan ke posko yang lokasinya lebih tinggi, kebanyakan warga masih takut dan belum bisa tidur tenang.
Terutama bila mendung dan terjadi hujan, mereka sangat khawatir air sungai kembali meluap.
Fatimah (43), ibu yang memiliki empat anak dan dua orang cucu ini tidak bisa tenang sampai saat ini. Dia selalu terbayang-bayang luapan air bercampur lumpur dan batang kayu yang menghantam permukiman mereka.
Baca juga: BREAKING NEWS Korban Hanyut Terseret Banjir Lombok Ditemukan, Warga Meninggal Bertambah Jadi 5 Orang
”Sampai mau tidur masih kebayang airnya itu mengerikan sekali, di depan mata saya seperti mau tarik (diterjang) saja,” tutur Fatimah, korban banjir asal Dusun Batu Layar Utara, di lokasi pengungsian, Selasa (7/12/2021).
Tidak hanya air bercampur lumpur, dia juga sangat takut melihat luapan air yang membawa batah pohon dan menghantam rumah-rumah warga.

”Kalau orang yang tidak melihat langsung mungkin tidak terlalu takut, tetapi kami yang melihat di depan mata sangat takut,” katanya.
Fatimah menuturkan, pada Senin pagi, sekitar pukul 09.00 WITA, dia belum sempat membuka warung di rumahnya.
Baca juga: Detik-detik Korban Banjir Lombok Hanyut Terseret Arus, Terpental saat Selamatkan sang Bapak
Warga lainnya pagi itu sebenarnya sempat bersama-sama melihat situasi ke sungai dan melihat air semakin membesar.
Pada saat itu, tiba-tiba airnya tambah membesar dan semakin menyeramkan karena luapan air tersebut membawa material batang pohon.
Melihat air terus membesar, warga kemudian berteriak memberitahukan warga lainnya agar segera lari menyelamatkan diri.
Suasana pagi itu pun berubah menjadi panik. Tanpa pikir panjang, Fatimah kemudian menyelamatkan anak dan cucunya dan lari sekuat tenaga menjauh dari bibir sungai.
”Saya pokoknya lari sama anak-anak sampai jalan aspal sana baru situasi agak aman. Saya tidak sempat menyelamatkan barang-barang,” katanya.
Fatimah hanya berupaya agar semua anggota keluarganya selamat. Sebab saat itu, beberapa rumah warga di pinggir sungai sudah ambruk semua.