Menhub Sebut 19,9 Juta Orang Ingin Mudik Saat Libur Nataru Tahun Ini
Survei yang sama menunjukkan, 13,5 persen atau 4,4 juta orang warga Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) yang ingin mudik.
TRIBUNLOMBOK.COM, JAKARTA - Pemerintah melarang masyarakat bepergian ke luar kota atau mudik saat liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Namun, berdasarkan survei yang dilakukan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada bulan Oktober 2021, sebanyak 19,9 juta warga atau 12,8 persen yang ingin mudik saat Nataru mendatang.
Survei yang sama menunjukkan, 13,5 persen atau 4,4 juta orang warga Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) yang ingin mudik.
Baca juga: Tempat Wisata Boleh Dibuka Saat Libur Natal dan Tahun Baru 2022
Baca juga: Azriel Hermansyah Bahagia Kumpul Keluarga Bareng Raul Lemos, Ashanty Berharap Bisa Liburan Bersama
"Masih ada terjadi pergerakan secara 12,8 persen atau kalau di Jabodetabek sebanyak 13,5 persen. Kalau secara nasional ada 19,9 juta, dan Jabodetabek ada 4,4 juta yang ingin mudik," kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat rapat dengan Komisi V DPR, Rabu 1 Desember 2021.
Survei serupa juga dilakukan pada bulan November 2021. Hasilnya, jika pemerintah membatasi kapasitas dan mengetatkan syarat perjalanan terdapat potensi pergerakan 16 juta orang atau 10 persen pada tingkat nasional meski didominasi wilayah Jawa-Bali.
Kedua, jika pemerintah menerapkan PPKM Level 3 atau Level 4, maka perkiraan potensi pergerakan sebesar 9 persen atau 15 juta orang.
Ketiga, jika ada larangan mudik maka perkiraan pergerakan sebanyak 7 persen atau 10 juta orang.
Untuk masyarakat Jabodetabek, kata Menhub Budi Karya Sumadi, mereka yang akan mudik jika hanya terdapat pembatasan kapasitas dan pengetatan syarat jumlahnya 12 persen atau 4 juta orang.
"Apabila melakukan PPKM level 3 itu 11 persen atau 3,5 juta, apabila kita lakukan pelarangan maka yang pulang masih ada 8 persen sebanyak 2,6 juta," ujar Menhub.
Hasil survei tersebut, lanjut Menhub, menunjukkan sudah ada kesadaran masyarakat menunda perjalanan ke luar kota saat liburan Nataru.
"Tetapi melihat jumlah yang ingin bergerak itu sebanyak 10 juta atau dari Jakarta 2,6 juta, jumlah itu cukup signifikan mengakibatkan satu lonjakan covid di daerah atau di Jakarta," kata Menhub.
Ia mengingatkan, berkaca dari pengalaman libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) tahun lalu, terjadi peningkatan kasus Covid-19 yang disebabkan oleh meningkatnya mobilitas dan aktivitas masyarakat.
Ia menyebutkan, mobilitas masyarakat di Jawa-Bali maupun luar Jawa-Bali menunjukkan tren kenaikan hampir di semua moda.
Saat ini terjadi peningkatan kasus Covid-19 di negara lain. Adanya varian baru Omicron dikhawatirkan dapat menyebabkan ledakan kasus.
"Untuk itu, kita tidak boleh lengah dengan apa yang sudah ada dan kita harus mempertahankan kondisi yang cukup baik ini dengan pengetatan di gate kedatangan serta tetap disiplin dengan protokol kesehatan. Oleh karananya, momentum Nataru 2021 dan 2022 harus dikelola dan di-manage dengan baik," ujar
Menhub.
Survei dilakukan terhadap 97.855 orang dengan margin of error sebesar 0,003 persen.
Survei pertama digelar pada 11-30 Oktober dengan pengambilan sampel secara acak melalui kuesioner yang disebar melalui media sosial.
Sementara survei kedua dilaksanakan pada 7-18 November 2021 dengan tracking method terhadap responden yang menjawab akan melakukan perjalanan pada survei pertama melalui broadcast WhatsApp dan SMS. S
Tunda Liburan
Deputi Bidang Koordinasi Pemerataan Pembangunan Wilayah dan Penanggulangan Bencana Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Sudirman, menunda liburan saat Nataru demi kebaikan bersama.
"Tunda liburan ini untuk keselamatan kita maupun saudara-saudara kita,” ujar Sudirman.
Kepada para pelaku usaha, Sudirman juga mengharapkan untuk mengikuti peraturan yang berlaku. Solusi yang ditawarkan pemerintah daerah hendaknya ditindaklanjuti.
“Masih ada liburan yang akan datang. Semoga kebijakan tunda liburan ini akan memberikan keselamatan bagi kita semua,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Covid-19, Alexander Ginting memaparkan pentingnya terus membangun kewaspadaan masyarakat bahwa pandemi belum selesai.
"Karena virus masih ada. Harus dibatasi supaya tidak ada mobilitas yang tinggi. Harus jadi atensi kita untuk mempertahankan level PPKM yang sudah ada,” tutur Alex.
Bila memang harus melakukan perjalanan antardaerah, Alex meminta masyarakat mematuhi aturan pemerintah seperti keharusan vaksinasi, menggunakan PeduliLindungi, memastikan kesehatan sebelum bepergian, aturan ganji genap, juga menerapkan tes PCR atau antigen sesuai tujuan dan moda transportasi yang digunakan.
Saat Nataru, Alex menjelaskan harus ada pengetatan di tiga tempat utama, yakni tempat ibadah, perbelanjaan, serta lokasi wisata lokal. Kemudian, prokes dan vaksinasi harus terus dijalankan.
“Prokes itu harus. Vaksinasi harus dikejar, libur bukan berarti vaksinasi terhenti,” ujarnya.
Pakar Epidemiologi, Dicky Budiman mengingatkan, momentum landai seperti saat ini memiliki dua sisi.
Pada satu sisi, harus diapresiasi namun di sisi lain, juga sekaligus harus diwaspadai. “Karena dalam situasi melandai biasanya orang jadi abai,” jelasnya.
Penyebaran virus, dikatakan Dicky, hanya bisa terjadi ketika manusia membawa dan menularkannya.
Karena itu, ia meminta upaya prokes 5M, 3T, dan vaksinasi harus selalu diperkuat. Termasuk usaha meningkatkan surveilans untuk mencapai setidaknya angka 1% untuk mengetahui penyebaran varian dan varian apa yang ada.
“Potensi gelombang ketiga, varian baru, apapun itu, dipengaruhi oleh seberapa banyak penduduk kita yang rawan secara imunitas, atau belum punya imunitas yang baik. Terutama, (imunitas) dari vaksinasi,” tutur Dicky seraya menambahkan, vaksinasi juga tetap penting bagi para penyintas.
Hal tersebut juga ditegaskan Dokter / Influencer, Ratih C Sari.“Proses reinfeksi sangat mungkin terjadi, bahkan bagi mereka yang pernah kena Covid-19. Prokes juga sesuatu yang tidak boleh ditinggalkan,” ujar Ratih. (Tribun Network/har/kps/wly)