Ini Alasan Jefri Nichol Ikut Demo hingga Kritik Omnibus Law UU Cipta Kerja, Singgung Kondisi Hutan

Jefri Nichol turut mengkritisi UU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang sudah disahkan DPR RI beberapa hari lalu, bahkan hingga ikut turun ke jalan.

Editor: wulanndari
Kolase Tribunnews
Jefri Nichol ikut kritisi demo omnibus law UU Cipta Kerja 

Upah per jam

Presiden Jokowi juga membantah isu tenaga kerja akan dibayar berdasarkan per jam.

Ia menegaskan, skema itu masih menggunakan aturan lama.

Dalam draf UU Cipta Kerja memang tidak secara spesifik disebutkan soal upah per jam.

Namun ada penambahan pasal 88 B terhadap UU Ketenagakerjaan.

Pasal 88 B ayat (1) menyebutkan, upah ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan atau satuan hasil.

Lalu dalam pasal 88 B ayat (2) juga dijelaskan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai upah satuan hasil dan waktu diatur dalam peraturan pemerintah.

Said Iqbal menilai, penambahan pasal 88 B itu bisa menjadi dasar pembayaran upah per jam.

"Di mana upah yang dihitung per jam ini pernah disampaikan oleh Menteri Ketenagakerjaan, sebagaimana bisa kita telusuri kembali dari berbagai pemberitaan di media," kata dia.

Soal Cuti

Presiden Jokowi menegaskan, UU Cipta Kerja sama sekali tidak menghapus hak cuti karyawan di perusahaan.

Cuti semisal cuti hamil, cuti haid dan cuti reguler masih bisa didapat karyawan sesuai dengan UU Ketengakerjaan.

Dalam draf UU Cipta Kerja memang tidak diatur mengenai penghapusan berbagai jenis cuti seperti yang disebutkan Presiden Jokowi.

Namun ada perubahan aturan terkait cuti panjang.

Dalam Pasal 79 ayat (2) huruf d UU Ketenagakerjaan, ada aturan perusahaan tertentu memberikan hak cuti atau istirahat panjang sekurang-kurangnya dua bulan saat karyawan bekerja pada tahun ketujuh dan kedelapan.

Dalam UU Cipta Kerja, ketentuan itu direvisi.

Hanya disebutkan bahwa perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

"Dalam Omnibus Law, pasal yang mengatur mengenai cuti panjang diubah, sehingga cuti panjang bukan lagi kewajiban pengusaha," kata Said Iqbal.

PHK

Presiden Jokowi juga membantah UU Cipta Kerja yang memungkinkan perusahaan untuk melakukan pemecatan sepihak

Apabila membandingkan UU Cipta Kerja dengan UU tentang Ketenagakerjaan, maka ada sejumlah aturan yang berubah terkait PHK.

Pasal 161 UU Ketenagakerjaan mengatur, pengusaha dapat melakukan PHK jika pekerja melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur di perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

PHK baru bisa diberlakukan setelah pekerja diberikan surat peringatan hingga tiga kali secara berturut-turut.

Pasal tersebut dihapus melalui UU Cipta Kerja.

Sebagai gantinya, dalam UU Cipta Kerja ditambahkan pasal 154A huruf j yang mengatur hal serupa.

Tapi ketentuan mengenai surat peringatan tiga kali berturut- turut tak lagi tercantum dalam ketentuan baru itu.

Lalu, pasal 155 UU Ketenagakerjaan juga dihapus melalui UU Cipta Kerja.

Pasal itu mengatur PHK yang dilakukan tanpa penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial batal demi hukum.

Pasal itu juga mengatur perusahaan bisa melakukan skorsing terhadap pekerja yang masih dalam proses PHK, namun tetap tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja

Kemudian, ada penambahan sejumlah pasal tambahan terkait PHK dalam UU Cipta Kerja yang sebelumnya tak ada di UU Ketenagakerjaan.

Salah satunya penambahan Pasal 154 A ayat 1 huruf (b) yang mengatur, perusahaan dapat melakukan PHK atas alasan efesiensi. "Dengan pasal ini, bisa saja perusahaan itu melakukan PHK dengan alasan efisiensi meskipun sedang untung besar," kata Said Iqbal.

Amdal

Presiden Jokowi membantah bahwa UU Cipta Kerja menghilangkan kewajiban perusahaan untuk mengantongi dokumen analisis mengenai dampak lingkungan.

Kata dia, Amdal tetap harus dipenuhi oleh industri besar.

Sementara untuk UMKM, lebih ditekankan pada pendampingan dan pengawasan.

Faktanya, draf UU Cipta Kerja mengubah sejumlah ketentuan terkait Amdal dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

Dalam pasal 26 UU PPLH, penyusunan dokumen Amdal mesti melibatkan masyarakat dan pemerhati lingkungan hidup.

Namun, ketentuan itu diubah sehingga penyusunan dokumen Amdal dilakukan dengan hanya melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung.

Dengan begitu, pemerhati lingkungan hidup tidak lagi dilibatkan.

Dalam Pasal 26 UU PPLH, juga ada ketentuan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk mengajukan keberatan terhadap dokumen Amdal.

Tapi dalam Omnibus Law, ayat yang mengatur ini hilang.

Kemudian, Pasal 29-31 UU PPLH yang mengatur soal Komisi Penilai Amdal yang juga mencakup pakar dan wakil masyarakat serta organisasi lingkungan hidup, dihapus.

Tugas komisi itu digantikan oleh tim uji kelayakan yang dibentuk oleh Lembaga Uji Kelayakan Pemerintah Pusat.

Hanya ada tiga unsur yang terlibat yaitu pemerintah pusat, daerah dan ahli bersertifikat.

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Aktor Jefri Nichol Turut Kritik UU Omnibus Law, Takutkan Kerusakan Lingkungan Makin Parah

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved