Kasus Korupsi NCC
Rosiady Timang Upaya Banding Usai Divonis 8 Tahun Penjara Kasus Korupsi NCC
Rosiady Husaini Sayuti menyebut seluruh tuntutan jaksa penuntut umum terhadap dirinya hampir semua di 'amini' oleh hakim.
Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Idham Khalid
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Mantan Sekertaris Daerah (Sekda) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Rosiady Husaini Sayuti mempertimbangkan upaya hukum banding atas putusan hakim dalam perkara korupsi NTB Conventions Center (NCC).
"Saya pikir-pikir dulu, nanti saya konsultasi, diskusi dengan penasihat hukum saya. Apakah saya akan banding atau tidak atau seperti apa," kata Rosiady, Jumat (10/10/2025).
Rosiady juga menanggapi terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram itu. Ia mengatakan, seluruh tuntutan jaksa penuntut umum terhadap dirinya hampir semua di 'amini' oleh hakim.
"Semua pembelaan dari penasihat hukum saya, dari saya tidak ada yang diterima. Terutama terkait dengan mengartikan kerugian negara," kata Rosiady.
Meski divonis bersalah dengan pidana 8 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider lima bulan penjara, Rosiady bersikukuh bahwa tidak ada uang negara yang mengalir kepada dirinya.
Vonis hakim ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum, meminta majelis menjatuhi hukuman 12 tahun dan denda Rp500 miliar.
Baca juga: Mantan Sekda NTB Rosiady Divonis 8 Tahun Penjara, Terbukti Korupsi Dalam Kasus NCC
Bahkan kerugian negara senilai Rp15,2 miliar yang menjadi dasar hakim, memvonis mantan pejabat era Tuan Guru Bajang (TGB) HM Zainul Majdi ini disebut oleh dia sebagai potensi kerugian negara.
"Kalau hari ini PT Lombok Plaza punya uang membangun (NCC) atau membayar (royalti) selesai masalah," katanya ditemui usai persidangan.
Dengan fakta inilah Rosiady beserta kuasa hukumnya berkeyakinan bahwa ini persoalan perdata, bukan masalah pidana seperti yang diputuskan oleh majelis hakim yang diketuai Mahendrasmara Purnamajati.
Kewajiban PT Lombok Plaza selaku pihak kedua yang bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi NTB, dengan pola bangun guna serah kata Rosiady bisa ditagih oleh pejabat setelah dia.
Rosiady mengakhiri masa jabatannya pada 19 Oktober 2019 dan digantikan oleh H Lalu Gita Ariadi pada saat itu.
Sementara dalam pertimbangannya majelis hakim berdasarkan fakta persidangan, menemukan tujuh unsur kerugian negara dalam perkara ini.
Pertama perjanjian kerjasama (PKS) dengan pola bangun guna serah (BGS), tidak melalui pembahasan bersama DPRD NTB.
Kemudian penandatanganan PKS BGS berdasarkan kesepakatan bersama yang telah kadaluwarsa, meski sudah dua kali dilakukan adendum.
Bangunan pengganti yang diserahkan senilai Rp6,5 miliar yang ditandatangani kedua belah pihak sedangkan yang ditandatangani pengganti PKS BGS Rp 13,4 miliar.
Penandatanganan PKS BGS tidak ditandatangani oleh Gubernur NTB, Rosiady dianggap melampaui kewenangan.
Bahwa penandatanganan PKS BGS tidak dituangkan dalam akta notaris
Bahwa PT Lombok Plaza tidak menyerahkan uang jaminan 5 persen atau 21,2 miliar
Bahwa PT Lombok Plaza tidak membayarkan kontribusi berjalan tahun berikutnya, dengan total Rp8 miliar sejak tahun 2016 sampai 2024.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.