Puluhan Tahun Mengabdi, Eks Kepala SMAN 1 Luwu Utara Di-PTDH Gegara Dana Rp20 Ribu, Ini Kronologinya

Rasnal, mantan Kepala SMAN 1 Luwu Utara, diberhentikan tidak dengan hormat akibat dana komite Rp20 ribu per siswa. Simak kisah lengkapnya di sini.

|
Editor: Irsan Yamananda
TRIBUN-TIMUR.COM/Andi Bunayya Nandini
PEMECATAN GURU - Mantan Kepala SMAN 1 Luwu Utara, Rasnal (kiri) dan Bendahara Komite SMAN 1 Luwu Utara, Abdul Muis (kanan) ditemui beberapa waktu lalu. Keduanya diberhentikan tidak dengan hormat buntut dana komite sekolah sebesar Rp 20 ribu 
Ringkasan Berita:
  • Rasnal, mantan Kepala SMAN 1 Luwu Utara, diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) akibat kasus dana komite sekolah Rp20 ribu per siswa.
  • Iuran tersebut sebenarnya sukarela dan disepakati orang tua siswa untuk membantu pembayaran insentif guru honorer selama tiga tahun.
  • Orang tua siswa meminta pemerintah meninjau kembali keputusan PTDH karena langkah Rasnal dianggap untuk kepentingan pendidikan, bukan keuntungan pribadi.

TRIBUNLOMBOK.COM - Mantan Kepala SMAN 1 Luwu Utara, Rasnal, resmi diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) dari status Aparatur Sipil Negara (ASN) setelah tersandung kasus dana komite sekolah.

Surat keputusan pemberhentian ditandatangani Gubernur Sulawesi Selatan pada 21 Agustus 2025.

Rasnal memulai kariernya sebagai tenaga honorer pada 2002, lalu diangkat menjadi guru ASN di SMAN 1 Luwu Utara pada 2003.

Ia sempat menjabat Kepala SMAN 18 Luwu Utara pada 2016, sebelum kembali memimpin SMAN 1 Luwu Utara dua tahun kemudian.

Awal Kasus Dana Komite

Masalah muncul ketika sejumlah guru honorer mengeluhkan insentif yang belum dibayarkan selama 10 bulan.

Pihak bendahara sekolah menjelaskan, pembayaran tidak bisa dilakukan karena nama guru honorer tersebut belum terdaftar di Dapodik (Data Pokok Pendidikan).

Sebagai solusi, sekolah menggelar rapat bersama guru, tenaga kependidikan, dan komite sekolah.

Orang tua siswa pun sepakat memberikan sumbangan Rp20 ribu per bulan untuk membantu pembayaran insentif guru honorer.

Kebijakan ini berjalan selama tiga tahun dan sempat dianggap membantu keberlangsungan kegiatan belajar-mengajar.

Namun, pada masa pandemi Covid-19, sebuah LSM mempersoalkan iuran tersebut dan melaporkannya ke polisi.

Hasil penyelidikan menetapkan Rasnal dan bendahara komite Abdul Muis sebagai tersangka.

Proses Hukum dan Hukuman

Pengadilan menjatuhkan vonis satu tahun penjara kepada Rasnal dengan subsider dua bulan.

Ia menjalani hukuman sekitar delapan bulan di Rutan Masamba.

Setelah bebas pada 29 Agustus 2024, Rasnal kembali mengajar di SMAN 3 Luwu Utara.

Namun gajinya ditahan karena adanya nota dinas.

Baca juga: Harga Emas Antam Hari Ini Rabu 12 November 2025 Naik Rp7.000 per Gram, Simak Daftar Lengkapnya!

Hampir setahun ia tetap mengajar tanpa menerima gaji, hingga akhirnya keluar SK PTDH.

Kini, Rasnal menggantungkan hidup kepada keluarga. Ia menilai keputusan tersebut tidak adil.

“Tidak ada niat sedikit pun mencari keuntungan pribadi. Saya hanya ingin agar guru honorer tetap mendapat hak mereka,” ujarnya dikutip dari TribunTimur.

Dengan kerendahan hati, Rasnal berharap Gubernur Sulsel meninjau kembali keputusan pemberhentian dirinya.

“Pengabdian saya selama ini seolah tidak berarti apa-apa di mata penguasa,” tutupnya.

Suara Orang Tua Siswa

Sejumlah orang tua siswa SMAN 1 Luwu Utara angkat bicara soal polemik dana komite sekolah.

Mereka membantah adanya unsur paksaan dalam pembayaran iuran Rp20 ribu per bulan.

“Pembayaran dana komite itu adalah kesepakatan orang tua. Kami tidak keberatan dengan iuran itu, karena anak kami yang dididik,” ujar Akramah, salah satu orang tua siswa dikutip dari TribunTimur.

Ia menegaskan dana tersebut digunakan untuk membayar guru honorer dan mendukung kegiatan sekolah.

Orang tua siswa lainnya, Taslim, menambahkan bahwa iuran dibayar sukarela dan melalui rapat komite serta orang tua siswa.

“Kalau ada dua anak bersaudara di sekolah, hanya satu yang membayar. Jadi memang tidak memberatkan,” jelasnya.

Mereka berharap pemerintah meninjau ulang keputusan pemecatan.

“Kami meminta Bapak Presiden memperhatikan masalah ini dan mengembalikan hak dua guru yang dipecat,” ujar Akramah sambil meneteskan air mata.

Ketua Dewan Pendidikan Sulsel Dukung Permohonan Grasi Dua Guru Luwu Utara ke Prabowo Subianto

Dewan Pendidikan Sulawesi Selatan (Sulsel), Prof Arismunandar, mengaku prihatin kasus pemecatan menimpa dua guru di Luwu Utara.

Dua guru itu ialah Rasnal dari UPT SMAN 3 Luwu Utara, dan Abdul Muis dari UPT SMAN 1 Luwu Utara.

Tak sepatutnya kedua guru mendapatkan sanksi yang bersifat kriminalisasi.

Langkah kedua guru yang mengumpulkan iuran sukarela untuk membantu 10 rekan honorernya yang belum digaji adalah murni tindakan solidaritas.

"Dewan Pendidikan Sulsel prihatin dengan kejadian tersebut. Guru tidak seharusnya dikriminalisasi karena bertujuan mulia," ujarnya kepada Tribun-Timur.com, Sabtu (8/11/2025).

Baca juga: Harga Emas Antam Hari Ini Rabu 12 November 2025 Naik Rp7.000 per Gram, Simak Daftar Lengkapnya!

Namun pihaknya tidak akan turun tangan secara langsung untuk menangani kasus ini.

Ia lebih mendorong organisasi profesi, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulawesi Selatan

Ia meminta, agar PGRI Sulsel mengambil peran sentral dalam memberikan perlindungan dan bantuan hukum.

"Dewan Pendidikan tidak turun langsung, namun mendorong PGRI Sulsel untuk melakukan pendampingan," jelas Guru Besar Besar Bidang Manajemen Pendidikan itu.

Arismunandar mengaku, PGRI Sulsel telah bergerak aktif merespons kasus yang menarik perhatian publik tersebut.

"Belum ada komunikasi langsung (dengan Ketua PGRI Sulsel), tapi (kami tahu) PGRI aktif melakukan pertemuan terkait kasus ini," ungkapnya.

Syarat Kunci Pengajuan Grasi

Mengenai langkah yang ditempuh para guru dan serikatnya untuk mencari keadilan, Arismunandar mendukung upaya pengajuan grasi atau pengampunan ke Presiden Prabowo Subianto.

Menurutnya, langkah tersebut sudah tepat untuk ditempuh.

Namun, ia memberikan catatan krusial agar upaya tersebut memiliki peluang besar untuk berhasil.

Pengajuan grasi tersebut wajib didukung dengan bukti-bukti yang kuat.

Dokumen pendukung yang paling vital, menurutnya, adalah bukti yang dapat menunjukkan tidak ada kerugian negara yang ditimbulkan dari pengumpulan iuran sukarela sebesar Rp 20 ribu tersebut.

"Tapi tentu harus disertakan dokumen pendukung yang menunjukkan tidak adanya kerugian negara dalam kasus ini," pungkasnya.

Ketua PGRI Sulsel Rapat Mendadak

Ketua PGRI Sulsel, Prof Hasnawi Haris, menegaskan organisasi profesi guru tidak pernah lepas tangan.

PGRI secara konsisten mengawal kasus ini sejak bergulir di pengadilan tingkat pertama.

"Dari awal kami (PGRI) sejak di Pengadilan Negeri (PN)," tegasnya kepada Tribun-Timur.com, Sabtu (8/11/2025).

Ia menambahkan, PGRI Sulsel telah mengambil langkah organisasi untuk menentukan sikap dan strategi advokasi lanjutan.

"Siang ini kami rapat pleno untuk tindak lanjut," ujarn Guru Besar UNM itu.

Dukungan politik yang kuat datang dari legislatif.

Wakil Ketua DPRD Luwu Utara, Karemuddin, menyebut sanksi PTDH ini adalah pukulan ganda yang tidak proporsional.

Menurutnya, kedua guru tersebut telah menuntaskan proses hukum mereka.

Menjatuhkan sanksi administratif pemecatan setelah hukuman dijalani ia  ibaratkan seperti "sudah jatuh tertimpa tangga pula".

"Terkait penyalahgunaan wewenang dan kesalahan itu sudah selesai dan sudah dijalani. Yang kami mohonkan, jangan di PTDH-kan, mengingat jasa guru puluhan tahun mendidik," bebernya.

Kata Karemuddin, penegakan hukum harus diimbangi dengan rasa keadilan.

Ia berpandangan, setelah para guru menjalani proses hukum, nama baik mereka semestinya dipulihkan sebagai bentuk penghargaan terhadap profesi pendidik.

"Hukum harus tegak, tetapi rasa keadilan jangan hilang," tegasnya.

Fakta paling krusial yang menjadi dasar permohonan keadilan ini adalah aspek kemanusiaan.

Karemuddin mengungkap, pengabdian salah satu guru tersebut akan segera berakhir dalam hitungan bulan.

"Saatnya memaafkan dengan pertimbangan hargai pengabdian yang tinggal 8 bulan lagi pensiun," ungkapnya.

Aspek inilah yang didorong PGRI dan DPRD sebagai pertimbangan utama bagi Presiden.

Menurut legislator Partai PAN itu, hukuman sosial, moral, dan psikologis yang telah mereka jalani dinilai sudah lebih dari cukup.

Ia membenarkan, DPRD Lutra telah bertindak konkret dengan pengajuan grasi.

"Kami mendukung pengajuan grasi ke Presiden Prabowo Subianto. Dan kami sudah tanda tangan juga surat itu bersama PGRI," ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Sulsel, Iqbal Nadjamuddin belum merespon konfirmasi yang dilayangkan Tribun-Timur.

Sumber: TribunTimur

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved