Berita Kota Mataram
BPBD Kota Mataram Waspadai Banjir Rob, Warga Diminta Mundur dari Pesisir
Kota Mataram menetapkan status siaga bencana hidrometeorologi akibat meningkatnya risiko banjir rob di empat wilayah pesisir.
Penulis: Ahmad Wawan Sugandika | Editor: Idham Khalid
Ringkasan Berita:
- Kota Mataram menetapkan status siaga bencana hidrometeorologi akibat meningkatnya risiko banjir rob di empat wilayah pesisir, masing-masing terdampak 20–30 KK tiap musim hujan.
- BPBD mengimbau warga agar memundurkan bangunan 2–3 meter dari pesisir dan terus memantau pembaruan BMKG untuk peringatan dini gelombang pasang.
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Ahmad Wawan Sugandika
TRIBUNLOMBOK.COM, KOTA MATARAM - Kota Mataram, Ibu Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), kini berada dalam status siaga bencana hidrometeorologi.
Peringatan ini dikeluarkan sebagai langkah antisipasi meningkatnya potensi banjir rob dan gelombang pasang, yang kerap mengancam kawasan pesisir pada puncak musim hujan.
Berdasarkan pemetaan BPBD Kota Mataram, terdapat empat wilayah yang menjadi langganan terdampak banjir rob, terutama saat musim angin barat. Keempat wilayah tersebut adalah Pondok Perasi, Kampung Melayu, Mapak, dan Tanjung Karang.
Kawasan ini berada tepat di tepi pantai maupun sungai, sehingga memiliki kerentanan tinggi terhadap kenaikan muka air laut.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pelaksana BPBD Kota Mataram, Ahmad Muzaki, mengatakan bahwa kejadian banjir rob di wilayah tersebut hampir berlangsung setiap tahun.
"Yang langganan (banjir rob) terjadi setiap tahun daerah Kelurahan itu Bintaro itu di lingkungan Pondok Perasi, Kampung Melayu, kemudian ke Mapak, Tanjung Karang,” ujarnya saat diwawancarai TribunLombok.com, Senin (24/11/2025).
Muzaki memperkirakan terdapat 20 hingga 30 kepala keluarga (KK) di masing-masing wilayah yang terkena dampak langsung banjir rob ketika musim hujan mulai intens.
"Kalau yang selama ini jadi langganan di daerah Bintaro itu sekitar 30 KK. Kemudian Pondok Perasi juga sekitar kurang lebih 20–30 KK. Kemudian yang di Kampung Melayu juga otomatis di sekitar situ juga yang terdampak langsung ketika angin barat,” jelasnya.
Baca juga: Antisipasi Banjir, Kecamatan Cakranegara Sediakan Lima Mesin Penyedot Air
Sebagai langkah mitigasi risiko, BPBD mengimbau warga yang memiliki legalitas tanah, khususnya yang berniat membangun atau merenovasi rumah agar mundur dari garis pesisir saat mendirikan bangunan. Imbauan ini berlaku untuk seluruh kawasan berisiko tinggi.
Bangunan dianjurkan mundur minimal 2 hingga 3 meter dari bibir pantai atau sungai, meskipun aturan formal sebenarnya bisa mensyaratkan jarak yang lebih besar.
“Warga masyarakat kita yang kalau memang betul dia legal, punya surat sertifikat, dia harus mundur," tegas Muzaki.
Ia menambahkan bahwa tujuan utama imbauan tersebut adalah demi keselamatan warga. Mundurnya bangunan tidak akan menghilangkan hak atas tanah mereka.
BPBD juga memastikan tetap berkoordinasi rutin dengan BMKG untuk memperoleh pembaruan harian atau berkala terkait tinggi gelombang dan kondisi cuaca. Informasi ini sangat penting untuk memastikan peringatan dini berjalan optimal, terutama setelah potensi gelombang pasang terlihat sejak awal November.
Di beberapa titik seperti Sekarbela dan Ampenan, air laut bahkan sempat masuk hingga 100 meter dari garis pantai.
"Nanti kita lihat di surat edaran harian dari teman-teman BMKG. Karena yang tahu tentang tinggi gelombang, kemudian iklim, kita selalu update di sana," pungkas Muzaki.
(*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/lombok/foto/bank/originals/CUACA-BURUK-32111.jpg)