Tambora di Pulau Sumbawa tidak kalah fenomenal. Ia memanggil untuk dikenang karena pernah memberikan pengaruh signifikan terhadap eksistensi dunia dan alam raya ini lewat letusannya pada tahun 1815.
Ia menghentak dunia seakan hendak berkata: “saya boleh berada di Tenggara, tetapi jika saya meletus dunia barat bisa kena dampak”.
Ia menghentak dunia seakan hendak berkata: “Saya boleh berada di Tenggara, tetapi jika saya meletus, dunia Barat bisa kena dampak.”
Hal ini pernah diteliti, di mana pada tahun meletusnya Tambora menyebabkan Eropa mengalami kegelapan selama setahun, yang kemudian disebut The Year Without Sun.
Pada saat yang demikian fenomenalnya ke dua gunung di NTB diharapkan NTB mendapatkan momen-momen terbaiknya, supaya dapat dikenal dan akrab di telinga masyarakat Indonesia bahkan dunia.
Mengikuti provinsi di sebelah baratnya, yaitu Provinsi Bali, yang telah lama menjadi ikon pariwisata Indonesia di mata dunia, NTB kini mulai menunjukkan daya saingnya.
NTB tidak lagi menjadi “Nasib Tergantung Bali” atau “Nanti Tuhan Bantu”, dan berbagai kepanjangan lain yang bernada kurang menggembirakan, perlahan-lahan mulai dapat dilepaskan.
Potensi parwisata yang besar di NTB bagaimana pun tidak dapat di lepaskan dari kedua gunung yang disebutkan terdahulu. Tergantung bagaimana terobosan pemerintah kemudian menyikapinya, sehingga dapat memberikan dampak baik bagi kesejahteraan NTB. Hal itu pula telah dimulai setidaknya 15 tahun lalu.
Selanjutnya, ditetapkannya Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika, yang “mengiringi lahirnya” Bandara Internasional Lombok, telah memberikan pengaruh cukup besar bagi promosi NTB secara masif ke tingkat nasional dan internasional.
NTB kemudian semakin dikenal luas. Saat ini, NTB terus kedatangan wisatawan dari berbagai penjuru dunia.
Tidak saja potensi alamnya yang membuat NTB semakin menempatkan diri sebagai destinasi wisata dunia, tetapi juga keberadaannya sebagai entitas budaya di tengah -tengah majemuknya kebudayaan Masyarakat Indonesia.