Berita NTB

99 Persen Tambak Udang di NTB Bermasalah, KPK Soroti Pencemaran Laut

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TAMBAK BERMASALAH NTB - Kepala Satgas Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria, saat ditemui usai melakukan Rakor bersama dengan OPD yang mengelola tambak se NTB, di Kantor Gubernur NTB, Kamis (27/2/2025). Ia menyoroti banyaknya aktivitas tambak yang bermasalah di NTB tidak sesuai standar Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL).

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Ahmad Wawan Sugandika

TRIBUNLOMBOK.COM, NTB - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat tingginya kasus tambak udang bermasalah di Nusa Tenggara Barat (NTB).

Dari data yang didapatkan KPK, dari 508 tambak udang di NTB, 99 persen di antaranya bermasalah pada Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL).

“Sekarang ada 508 tambak dan itu 99 persen bermasalah pada IPAL, mereka rata rata membuang limbahnya ke laut, ini yang membuat laut kita tercemar,” ucap Kepala Satgas Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria, saat ditemui usai melakukan rapat koordinasi bersama dengan OPD yang mengelola tambak se NTB, di Kantor Gubernur NTB, Kamis (27/2/2025).

Dijelaskan Dian, secara aturan, pengusaha tambak harusnya memenuhi persyaratan perizinan di dua tempat, di antaranya di darat, menjadi tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota, dan juga di laut yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi.

Namun, selama ini, kata Dian, para penambak justru mengabaikan syarat tersebut, mengingat jika pengajuan perizinan laut di provinsi itu harus menyertai Analis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).

Ia menilai, dengan pengelolaan limbah yang sembarangan membuat terjadinya kerusakan ragam biota laut yang ada di daerah.

“Padahal tambak ini kan juga bergantung sama laut, kalau dia (penambak) bilang tidak butuh air laut, tambak saja di gunung. Jadi nggak mungkin, hingga dia tetap harus urus izin yang laut,” katanya.

Baca juga: Menteri Kelautan Tinjau PSN Tambak Udang Terintegrasi di Sumbawa, Pastikan Masyarakat Dapat Untung

Pihaknya juga telah menyepakati terbentuknya satgas guna memantau aktivitas tambak ini di daerah. 

Kesepakatan ini juga telah disetujui oleh semua OPD yang berkaitan dengan tambak, seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Penanman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu) (DPMPTSP) Dinas Kelautan, hingga Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di NTB.

“Satgas pemantauan ini nanti dari internalnya Pemda, kalau nggak dibentuk begini mereka ego sentral nggak saling ngobrol, dan sikap abai mereka juga akan menyebabkan terjadinya kerugian, bukan hanya saja kerugian material, namun kerugian inmaterial berupa kerusakan lingkungan,” tutupnya.

Dikutip dari laman KPK RI, ribuan tambak yang ada di NTB yang tercatat baru 10 persen tambak memiliki izin persetujuan kesesuaian pemanfaatan ruang laut (PKKPRL) dan izin lingkungan.

Kondisi ini berpotensi memicu pelanggaran hukum, praktik korupsi di sektor perizinan tambak, dan kerugian berupa kebocoran pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak.

“Seharusnya jumlah tambak yang terdaftar di DPMPTSP sesuai dengan jumlah izin lingkungan di DLHK. Izin lingkungannya itu tidak sampai 10 persen, begitu pun izin persetujuan kesesuaian pemanfaatan ruang laut yang tercatat hanya 10 persen," jelas Dian

"Jadi, dapat dikatakan banyak masalah tambak di NTB itu karena mereka tidak punya izin lingkungan, sementara izin tambaknya ada. Mereka tidak berkoordinasi antar instansi sehingga menimbulkan ketimpangan izin,” sambungnya.

Lebih rinci, data DPMPTSP Provinsi NTB mencatat sejauh ini, izin tambak yang telah diterbitkan berjumlah 256 tambak. Namun, DLHK mencatat hanya 33 (10 % ) izin lingkungan yang sudah diterbitkan. 

Dian menegaskan, seharusnya usaha tambak tak boleh beroperasi jika belum memiliki izin lingkungan. 

Di sisi lain, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) NTB mencatat ada 197 tambak yang mengantongi surat izin usaha perikanan (SIUP), yang tersebar di Kabupaten Sumbawa (106 tambak), Lombok Timur (47), Lombok Utara (12), Sumbawa Barat (7), serta Kabupaten Bima (25).

(*)

Berita Terkini