Korupsi Shelter Tsunami

KPK Dalami Keterlibatan Pihak Lain Dalam Kasus Dugaan Korupsi Rp 18,4 Miliar Shelter Tsunami Lombok

Penulis: Robby Firmansyah
Editor: Idham Khalid
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu (kiri) bersama Juru bicara KPK Tessa Mahardika (kanan) saat menyampaikan keterangan pers penetapan tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan shelter tsunami di Lombok Utara, Senin (30/12/2024).

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami keterlibatan pihak lain dalam kasus dugaan korupsi pembangunan tempat evakuasi sementara (TES) atau Shelter Tsunami di Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara.

"Tentu (didalami), jadi seperti yang tadi disampaikan dari pihak swasta, kementerian lembaga yang terlibat dalam pengadaan ini kita sedang dalami," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, Senin (30/12/2024).

Sebagaimana diketahui pembangunan shelter tsunami tersebut merupakan master plan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), namun anggaran pembangunan tersebut ada dalam pagu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada saat itu.

Dalam pagu disebutkan anggaran pembangunan shelter tsunami itu sebesar Rp 23,2 miliar, anggaran sebesar itu ditujukan untuk pembangunan gedung dengan kapasitas 3.000 orang yang mampu menahan gempa bermagnitudo 9 SR.

Namun dalam pengerjaan proyek tersebut, tersangka AN yang merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK), banyak mengubah desain engineering detail (DED) dari bangunan tersebut.

"Saudara AN menurunkan spesifikasi tanpa melakukan kajian yang dapat dipertanggungjawabkan," kata Asep.

Baca juga: Fakta Proyek Shelter Tsunami Rp23 Miliar di Lombok, Mangkrak dan Dijadikan Tempat Jemur Pakaian

Spesifikasi yang diturunkan diantaranya menghilangkan balok pengikat antar kolom dalam elevasi lima meter, dalam dokumen perencanaan seluruh kolom terdapat balok pengikat namun setelah diubah balok pengikat tersebut hanya mengikat sekeliling kolom.

AN juga mengurangi tulangan besi yang ada didalam kolom, semula tulangan tersebut berjumlah 48 setelah diubah menjadi 40 tulangan, kemudian mengubah mutu beton.

Selain itu balok yang menopang tangga penghubung antara lantai satu dan lantai dua sepajang 16 meter itu juga dihilangkan oleh tersangka AN.

Sejak dibangunnya gedung tersebut mangkrak, bahkan oleh warga sekitar dijadikan tempat mengembala sapi dan berjemur. Akibat perbuatan kedua tersangka AN dan AH yang merupakan kepala proyek dari PT Waskita Karya kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 18,4 miliar lebih.

(*) 

Berita Terkini