Seni Budaya

Kisah Perjuangan dan Inovasi Wayang Sasak, Sukses Gelar Pertunjukan di Gedung Seni Nasional Beijing

Editor: Idham Khalid
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Perwakilan SPWS, Abdul Latief (kiri) Fitri Rachmawati (tengah) dan Haji Safwan (kanan), usai menggelar pertujukan wayang Sasak di gedung Akademi Seni Nasional Beijing, pada 25 November 2024.

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Sore itu riuh suara gending wayang terdengar dari pinggir jalan Salahudin, Kelurahan Tanjung Karang, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. 

Sesekali pengendara yang melintasi jalan tersebut menoleh singkat, melihat aktivitas para sekehe (personil) pegiat wayang Sasak yang tengah berlatih. 

Tepat sebelum gang masuk Perumahan RRI Kota Mataram, di sanalah sekretariat Sekolah Pedalangan Wayang Sasak (SPWS) sebagai lokasi pusat latihan kesenian wayang Sasak. 

Seperti rumah para seniman, sekretariat itu dipenuhi berbagai alat musik tradisional maupun moderen. Dari dinding terlihat sejumlah lukisan wayang dan kata-kata bijak. 

Tidak hanya wayang tradisional dua dimensi, di sekretariat ini juga tampak berbagai karakter wayang tiga dimensi yang terbuat dari botol plastik. 

"Kami baru saja balik dari Beijing  China, diundang  CRIHAP, lembaga Pusat Pelatihan Internasional Warisan Budaya Tak benda di Kawasan Asia-Pasifik di bawah UNESCO," kata Ketua Yayasn Pedalangan Wayang Sasak Abdul Latief Apriaman, Sabtu (30/11/2024). 

SPWS terpilih menerima sertifikat dari CRIHAP sebagai salah satu dari 27 lembaga se-Asia Pasifik yang dinilai telah melakukan upaya penyelamatan Kekayaan Budaya Tak Benda (ICH).

Perjalanan ke Beijing  merupakan pengalaman berharga bagi Latief dan kawan-kawan yang mewakili SPWS. Mereka mampu mementaskan wayang Sasak di panggung internasional gedung Akademi Seni Nasional Beijing, pada 25 November 2024 lalu. 

Berbagai pengalaman kegiatan dituturkan Latief selama mengikuti kegiatan di Beijing bersama Kepala Sekolah SPWS, Haji Safwan dan Fitri Rachmawati. 

Pementasan Wayang

Pementasan wayang Sasak di gedung Akademi Seni Nasional Beijing, pada 25 November 2024. (Dok. Istimewa)

Pada acara pementasan yang dimainkan secara kolaboratif, Latief dan Haji Safwan sebagai dalang membawakan lakon cerita yang berjudul "Negere Percinan" dengan tokoh utama Umar Maye yang merupakan kepercayaan seorang raja. 

Diceritakan Raja Jayengrane mendapati realitas bahwa wayang  Sasak mulai ditinggalkan oleh publiknya. 
Ia kemudian memerintahkan raden Umar Maye, orang kepercayaannya, untuk mencari tahu kebenaran informasi tentang keberadaan wayang Sasak itu. Umar Maye diperintah menuju China, menemui Raja Ong Te te.

Tanpa pikir panjang berangkatlah Umar Maye menuju China. Dalam perjalanan beberapa tokoh jahat menghalangi langkahnya. 

Tak mau misinya gagal, Umar Maye langsung memerangi tokoh-tokoh jahat itu. Tapi jawaban belum juga ditemukan, Umar Maye tenggelam dalam kesedihan mendalam. 

Dalam kegundahgulanaan itu, muncullah Raden Umar maye dalam wujud wayang botol. Raden Umar Maye Wayang botol hadir menghibur. Dia mengabarkan bahwa informasi tentang wayang Sasak yang tak lagi dicintai, tidak benar adanya.

Masih banyak orang-orang yang mencintai wayang Sasak. Untuk membuktikan ucapannnya, Raden Umar Maye wayang Botol mengajak semua hadirin bersaksi bahwa mereka mencintai wayang Sasak.

“Raden Umar maye... don’t worry we love You... we love wayang Sasak..” sahut hadirin serentak yang menyaksikan pertunjukan tersebut. 

Tapi raden Umar Maye masih tak percaya. Rupanya dia tak mengerti apa yang diucapkan para hadirin. Raden Umarmaye wayang Botol kemudian sekali lagi mengajak para penonton untuk bersama-sama bersuara dalam bahasa Sasak, “raden Umar Maye... ndak sedih... Tiang selapuq cinta wayang Sasak.”

Mendengar ucapan itu, barulah raden Umar Maye lega. Dia kemudian pulang ke kerajaan untuk melaporkan kabar gembira itu pada Raja Jayengrane.

Tantangan Pementasan Wayang di Luar Negeri

Perwakilan SPWS, Abdul Latief (kiri) Fitri Rachmawati (tengah) dan Haji Safwan (kanan), usai menggelar pertujukan wayang Sasak di gedung Akademi Seni Nasional Beijing, pada 25 November 2024. (Dok. Istimewa)

Fitri Rachmawati yang juga merupakan pendiri SPWS, menuturkan tantangan saat mementaskan wayang Sasak dengan keterbatasan personil di Beijing. 

Idealnya sebuah pertunjukan wayang Sasak melibatkan minimal 10 orang, seorang dalang, dua orang asisten (pengabih) dan tujuh orang pemusik (sekehe), namun bukan berarti pertunjukan tidak bisa dilaksanakan hanya dengan melibatkan tiga orang. 

"Setidaknya pertunjukan SPWS di Beijing, mencoba melakukan inovasi itu, dua orang dalang (haji Safwan dan Abdul Latief) bermain dengan iringan musik yang telah kami tata  menggunakan  perekaman musik wayang Sasak sesuai lakon," kata Fitri. 

Sebelum ke negeri Tirai Bambu itu, SPWS telah melakukan perekam 13 gending wayang sasak tahun 2023, sehingga pertunjukkan ringkas bisa dilakukan sesuai kebutuhan dan bisa menekan jumlah personil dalam menggelar pertunjukan wayang Sasak. 

"Keuntungannya tim tidak perlu membawa 7 jenis alat musik wayang Sasak, seperti gong, dua buah gendang (lanang dang wadhon), Rincik, Kajar, Kenong dan suling. Keringkasan ini mempermudah dan mempermurah biaya perjalanan jauh seperti ke Cina atau bahkan negara lainnya untuk mengenalkan wayang Sasak pada dunia" ungkap Fitri. 

Dikatakannya, inovasi dan kreativitas yang memamfaatkan teknologi akan semakin mendekatkan seni tradisi wayang Sasak di mata dunia, namun jika ingin tahu lebih lengkap soal pementasan, Fitri berharap penyelenggara bisa mngundang personil lengkap, atau jika tidak, bisa berkunjung langsung ke wilayah di mana seni tradisi itu berasal. 

(*)

Berita Terkini