Berita NTB

KPK Ungkap Indikasi Persekongkolan di Tambang Ilegal Sekotong Lombok Barat

Penulis: Robby Firmansyah
Editor: Idham Khalid
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KasatgaKasatgas Korsup Wilayah V KPK Dian Patria (depan kanan) saat meninjau lokasi tambang ilegal di Sekotong, Jumat (4/10/2024).

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus adanya indikasi persekongkolan, antara pemilik izin usaha pertambangan dengan operator tambang ilegal di Sekotong, Kabupaten Lombok Barat.

Izin usaha pertambangan tersebut dipegang oleh PT Indotan Lombok Barat Bangkit (ILBB), indikasi persekongkolan tersebut diperkuat dengan adanya pembiaran terhadap penambangan ilegal.

Kepala Satgas Wilayah V KPK Dian Patria mengatakan, selain itu papan pemberitahuan IUP ILBB baru terpasang pada Agustus lalu, padahal aktivitas penambangan sudah berlangsung sejak lama.

"Kami melihat ada modus operandi di sini, di mana pemegang izin tidak mengambil tindakan atas operasi tambang ilegal ini mungkin dengan tujuan menghindari pembayaran pajak, royalti dan lain sebagainya kepada negara," kata Dian, Jumat (4/10/2024).

Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi NTB terdapat 26 tambang ilegal di wilayah Sekotong, berada di atas lahan seluas 98,16 hektare.

Baca juga: Kasus Tambang Ilegal di Sekotong Naik Penyidikan, Polisi Masih Buru 15 TKA China

Dian mengatakan ini membuktikan besarnya potensi kerugian negara, apalagi tambang-tambang ilegal tersebut tidak membayar pajak, royalti, iuran tetap dan lainnya.

Bahkan saat KPK turun ke lokasi, penambangan tersebut ditemukan banyak alat berat yang berasal dari luar negeri, tidak hanya itu terpal tempat penyiraman sianida juga berasal dari China.

"Daerah sekitar tambang sangat indah, memiliki potensi wisata yang besar, namun tambang ilegal ini merusaknya dengan merkuri dan sianida yang mereka buang sembarangan," kata Dian.

KPK juga menutup aktivitas penambangan di Dusun Lendek Bare, Sekotong, tambang tersebut berada di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang setiap tahunnya ditaksir meraup omzet Rp 1,08 triliun dari tiga tempat penyimpanan sementara (stockpile) disatu titik. 

(*)

Berita Terkini