Oleh: Dodik Irwan Ahmad
Wakil Presiden Mahasiswa Unisma 2023/Mahasiswa Lombok–Malang
Demokrasi memang bukan satu-satunya instrumen yang paling ideal dalam kehidupan bernegara, namun banyak sejarah di berbagai negara yang menunjukkan bahwa demokrasi merupakan tatanan pemerintahan yang memiliki peluang paling terkecil dalam menistakan kemanusiaan.
Dalam negara demokrasi, pemerintahan yang dipilih langsung oleh rakyat yang umumnya disebut Pemilu menjadi hal yang penting untuk dilaksanakan. Sebab Pemilu merupakan instrumen pokok dalam menerapkan prinsip-prinsip demokrasi. Oleh karenanya, setiap negara yang mengaku sebagai negara demokrasi sudah barang tentu menyelenggarakan Pemilu, begitu halnya dengan Indonesia.
Pada tahun 2024, Indonesia kembali menyelenggarakan Pemilu untuk kesekian kalinya. Di samping itu, dilaksanakan pula Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk memilih gubernur, bupati dan wali kota. Pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden serta legislatif pusat maupun daerah telah diselenggarakan pada 14 Februari 2024 yang lalu, sedangkan Pilkada akan diselenggarakan pada 27 November 2024 mendatang.
Pilkada 2024, menjadi pesta demokrasi daerah terbesar sepanjang sejarah, sebab merupakan Pilkada nasional pertama dengan jumlah daerah terbanyak yang dilaksanakan, yaitu melibatkan 545 daerah provinsi dan kabupaten/kota. Berkelindan dengan hal tersebut, maka tentu potensi pelanggaran terhadap aturan main Pilkada akan semakin besar pula.
Belajar dari sejarah, Pilkada Indonesia selalu diwarnai dengan berbagai jenis pelanggaran. Mulai dari money politic, pelanggaran prosedur pemasangan alat peraga kampanye (APK) hingga masalah netralitas aparatur sipil negara (ASN). Diantara banyaknya pelanggaran dalam Pilkada, persoalan netralitas ASN menjadi hal yang paling dominan. Pada Pilkada 2020, menurut Komisi ASN (KASN) terdapat 369 ASN yang melanggar prinsip netralitas.
Beberapa jenis pelanggaran yang dilakukan oleh ASN misalnya terlibat dalam aksi pemberian dukungan kepada pasangan calon (Paslon) tertentu, menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan, ikut sebagai peserta kampanye paslon, membuat postingan dukungan kepada paslon, likes/comment/share paslon tertentu, memasang spanduk, sampai dengan menghadiri deklarasi paslon tertentu.
Keharusan ASN untuk netral dalam penyelenggaran Pilkada telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 2 UU 20/2023, pada pokoknya disebutkan bahwa ASN harus menerapkan prinsip netralitas dalam menjalankan tugasnya.
Selanjutnya, dalam Pasal 70 UU Pilkada dijelaskan dalam Kampanye, calon dilarang melibatkan ASN, dan dalam Pasal 71 juga tertuang bahwa pejabat ASN dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon selama masa Kampanye. Disamping itu, Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 juga menegaskan bahwa ASN/PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.
Nusa Tenggara Barat (NTB), menjadi salah satu daerah provinsi yang juga akan melaksanakan Pilkada untuk memilih gubernur pada 27 November 2024 mendatang. Hemat saya, pada penyelenggaraan Pilkada gubernur NTB nanti, peluang terjadinya pelanggaran netralitas ASN bahkan semakin besar.
Hal demikian salah satunya disebabkan karena pada Pilkada NTB 2024, salah satu pasangan calon gubernur merupakan petahana yang akan maju kembali, sebut saja Dr. Zulkieflimansyah S.E., M.Sc. Sebagai pejabat pembina kepegawaian (PPK), kedudukan yang bersangkutan sangat besar dalam mengendalikan ASN.
Merujuk pada praktek Pilkada di Indonesia sebelumnya, banyak petahana yang berniat untuk kembali menjadi peserta Pilkada memanfaatnya kedudukan dengan cara mengerahkan para ASN untuk mendukung dan memilihnya, seperti meminta para ASN untuk terlibat dalam kampanye, memasang spanduk dukungan, hingga mendorong ASN untuk mempengaruhi keluarganya agar memilih yang bersangkutan dengan janji imbalan kenaikan pangkat/jabatan. Potret demikian tidak menutup kemungkinan akan terjadi pula pada pelaksanaan Pilkada gubernur NTB 2024 yang akan datang.
Di tengah kondisi tersebut, maka optimalisasi kinerja pengawasan pihak yang berwenang atau yang dalam hal ini Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) NTB menjadi hal yang sangat urgen. Disamping itu, masyarakat NTB juga dapat ikut andil dalam mengawasi dan mencegah pelanggaran netralitas ASN. Hal demikian untuk memastikan bahwa penyelenggaraan Pilkada di NTB berjalan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bernafaskan prinsip langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil (luber- jurdil).
Vox populi vox dei
Suara Rakyat Adalah Suara Tuhan