Pilpres 2024

Jimly Asshiddiqie: Putusan MK Soal Batas Usia Capres Cawapres Masuk Akal Dibatalkan

Editor: Dion DB Putra
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie

TRIBUNLOMBOK.COM, JAKARTA - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie, menyebut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia Capres-Cawapres masuk akal untuk dibatalkan.

Hal itu disampaikannya dalam sidang pemeriksaan etik hakim MK yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2023).

Baca juga: Putusan MK Mengenai Syarat Batas Usia Minimal Capres Cawapres Membuat Masyarakat Terbelah

Adapun pernyataan ini muncul ketika adanya pertanyaan dari Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) sekaligus salah satu pelapor, Petrus Selestinus terkait alasan putusan MKMK terkait kode etik hakim MK yang harus diumumkan pada Selasa (7/11/2023).

Jimly pun menjawab jadwal pengumuman itu merupakan usul dari pelapor lain yaitu mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana. Lantas, kata Jimly, dirinya dan hakim lain yaitu Wahiduddin Adams dan Bintan Saragih menyetujui usulan Denny tersebut.

"Jadi soal jadwal (putusan sidang etik) itu terkait permintaan pelapor yang pertama. Jadi setelah kami diskusikan, wah itu masuk akal, ada gunanya," kata Jimly, dikutip dari YouTube Kompas TV.

Jimly menjelaskan bahwa inti laporan dari beberapa elemen masyarakat termasuk Denny Indrayana terhadap hakim MK ini tidak semata-mata hanya untuk menjatuhi sanksi etik kepada mereka.

Pada momen inilah, Jimly mengatakan sidang etik ini turut dimungkinkan adanya keputusan pembatalan putusan MK terkait batas usia Capres- Cawapres. Argumen Jimly ini merujuk pada UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang UU Kehakiman.

"Jadi setelah kami diskusikan, itu masuk akal, ada gunanya. Kan, permintaannya supaya putusan MK itu dibatalkan, gitu lho dengan merujuk kepada UU Kekuasaan Kehakiman (pasal) 17 yang ayat 7-nya," jelasnya.

Sebagai informasi, Pasal 17 ayat 3 dan 4 UU Nomor 48 Tahun 2009 dijelaskan bahwa ketua majelis hingga panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan jika memiliki hubungan keluarga atau hubungan suami istri meski sudah bercerai.

Kemudian berlanjut di ayat 5 di UU yang sama, dijelaskan pula terkait hakim atau panitera yang memiliki kepentingan langsung atau tidak langsung wajib mengundurkan diri. Lalu, tertuang pula di ayat 6 yang menjelaskan jika ketentuan di ayat 5 tidak terpenuhi, maka putusan yang dikeluarkan pun dinyatakan tidak sah.

"Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenkan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," demikian bunyi ayat 6.

Sedangkan, pasal 17 ayat 7, yang disebutkan Jimly, menjelaskan bahwa perkara sebagaimana dimaksud pada ayat 5 dan 6 diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim berbeda. Dengan landasan ini pula, Jimly dan hakim MKMK lainnya menyetujui untuk mengumumkan putusan sidang ini sebelum tanggal 8 November yang menjadi batas akhir penyerahan Capres- Cawapres pengganti ke KPU digelar pada 26 Oktober-8 November 2023.

"Kami runding, masuk akal itu. Oke, untuk, kalau misalnya kita tolak itu timbul kecurigaan juga 'waduh ini sengaja berlindung di balik prosedur jadwal'," kata Jimly.

Terancam Pupus Jadi Cawapres

Jika merujuk kepada pernyataan dan landasan hukum yang dikemukakan Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie dengan menyatakan putusan MK soal batas usia Capres- Cawapres tidak sah, maka posisi Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, sebagai Cawapres pendamping Prabowo Subianto terancam pupus.

Hal tersebut lantaran telah ada aturan bahwa putusan MK dinyatakan tidak sah jika hakim MK melanggar ketentuan seperti yang tertuang dalam Pasal 17 ayat 6 UU Nomor 48 Tahun 2009 yang berbunyi: "Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan seabgaiamana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan."

Sehingga jika merujuk pada ayat tersebut, maka ketika hakim MK dijatuhi oleh MKMK sanksi administratif atau pidana, maka putusan MK terkait batas usia Capres- Cawapres dinyatakan tidak sah.

Kemudian, putusan tersebut pun akan diperiksa kembali tetapi dengan komposisi hakim MK yang berbeda dengan merujuk Pasal 17 ayat 7 yang berbunyi: "Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda."

Seperti diketahui, MK telah mengabulkan gugatan soal batas usia Capres- Cawapres dengan menyatakan seseorang bisa mendaftar Capres- Cawapres jika berusia minimal 40 tahun atau sudah pernah menduduki jabatan publik dengan terpilih lewat pemilihan umum (Pemilu).

Putusan ini pun membuat Gibran dapat melenggang untuk maju di Pilpres 2024 dengan menjadi Cawapres pendamping Prabowo Subianto. Masalah kemudian muncul karena Ketua MK Anwar Usman adalah paman Gibran yang seharusnya tidak boleh terlibat dalam persidangan.

Saya Bertanggungjawab Lembaga Ini Jangan Rusak

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menegaskan, dirinya merupakan salah satu yang ikut mendirikan Mahkamah Konstitusi atau MK sekaligus Ketua MK pertama.

Oleh karena itu, Jimly berani menjamin independensinya dalam memutuskan sidang dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi yang saat ini tengah diusut MKMK.

"Ini kan MK ini saya pendirinya, ketua pertamanya. Saya bertanggung jawab supaya lembaga ini jangan rusak dari luar maupun dari dalam," ujar Jimly di kawasan Gedung MK, Jakarta, Rabu (1/11/2023).

Jimly sempat disorot saat terpilih sebagai Ketua MKMK untuk menangani kasus dugaan pelanggaran kode etik yang berkaitan dengan Putusan 90/PUU-XXI/2023.

Putusan ini membuka jalan bagi Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menjadi peserta Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendampingi Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto. Di satu sisi, Jimly disebut-sebut mendukung pencapresan Prabowo.

Menurut Jimly, semua orang pasti punya latar belakang atas sikap dan segala hal terkait apapun yang mereka yakini. Namun ia tegas menyatakan hal itu dia lepaskan dalam kerjanya sebagai Ketua MKMK. "Semua orang itu punya latar belakang, enggak ada masalah tapi lepaskan itu semua karena kita, saya beri kesempatan berdebat akal sehat," ujarnya.

"Jangan akal bulus dan akal fulus. Kita masing-masing punya latar belakang, yang hari ini saya sudah tahu mendukung Capres yang mana," ujar Jimly menambahkan. (*)

Berita Terkini