Pilkada Serentak

Hasil Kajian KPK Menemukan 95 Persen Masyarakat Pilih Calon yang Bagi-bagi Uang

Editor: Dion DB Putra
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Hasil kajian KPK tahun 2018 sungguh mengejutkan,  sebanyak 95 persen masyarakat menjatuhkan pilihan kepada calon karena melihat dari uangnya.

Jauh sebelumnya, Bawaslu RI mengatakan sudah ada fatwa haram terkait politik uang. Namun sayang fatwa tersebut kurang disosialisasikan.

"Kita sudah dari periode yang lalu kan bicara tentang kampung, antipolitik uang, kemudian pemuda antipolitik uang, kemudian yang belum selesai itu mungkin dengan teman-teman Majelis Ulama Indonesia (MUI), misalnya, bahwa fatwanya sudah ada," kata Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, Rabu (21/6/2023) lalu.

Bagja melanjutkan, fatwa haram tentang politik yang ini kurang disebarluaskan dengan massif. Ia bahkan yakin tak hanya dari umat Islam saja, tapi umat penganut kepercayaan lain juga punya pandangan yang sama soal larangan politik uang dalam tahapan pemilu.

"Hanya fatwa ini kurang disebarkan, di ceramah, di kotbah gereja, seharusnya lebih intensif lah. Misalnya di daerah Sulawesi Utara, kan pasti teman-teman kristiani juga punya ini juga jemaatnya untuk antipolitik uang," jelasnya.

Sejauh ini, tegas Bagja, pihaknya juga terus mengembangkan ihwal segala aturan dan fokus yang menjadi bagian penting dari tahapan pemilu.

"Sekarang pada titik ini utk pengembangan perempuan antipolitik uang, antikorupsi, kita kerja sama," jelasnya.

Di satu sisi, Bagja kembali mengingatkan ihwal politik uang yang hingga saat ini sosialisasi yang kurang lah yang menjadi masalah utamanya.

"Politik uang itu haram. Tapi tidak tersosialisasikan, itu problemnya. Jangan kemudian dianggap itu sebagai misyaroh, yang begitu-begitu harus dilihat," tambah dia.

Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh menjelaskan fatwa itu ditetapkan sebagai tanggung jawab sosial para ulama dalam mewujudkan demokrasi yang berkualitas.

"Ya, fatwa itu ditetapkan sebagi wujud tanggung jawab sosial keulamaan dalam mewujudkan demokrasi yang berkualitas," jelasnya.

Sebagai informasi, fatwa ini ditetapkan dalam Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama Indonesia yang berlangsung pada tanggal 23-27 Rabi’ul Akhir 1421 H/ 25-29 Juli 2000 M yang membahas tentang Suap (Risywah) Korupsi (Ghulul) dan Hadiah kepada Pejabat.

(*)

Berita Terkini