BREAKING NEWS: Sah! MK Tolak Uji Materi UU Pemilu, Sistem Tetap Proporsional Terbuka

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua MK Anwar Usman memimpin sidang pleno gugatan uji materi sistem Pemilu 2024, Kamis (15/6/2023). Hakim MK juga menyatakan menolak permohonan para pemohon uji materi UU Pemilu dengan seluruhnya.

TRIBUNLOMBOK.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak gugatan uji materi Pasal 168 ayat 2 Undang-Undang (UU) Pemilu tentang istem Pemilu 2024, Kamis (15/6/2023).

Putusan atas gugatan nomo 114/PUU-XX/2022 ini, membuat sistem Pemilu tetap proporsional terbuka.

Putusan ini dibacakan Ketua MK Anwar Usman.

"Mengadili, dalam provisi, menolak permohonan provisi pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan tersebut di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis.

Sedangkan, Hakim MK juga menyatakan menolak permohonan para pemohon dengan seluruhnya.

Baca juga: Fakta Jelang Putusan MK Soal Sistem Pemilu 2024: Perbandingan Terbuka dan Tertutup Hingga Pro Kontra

"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," sambung Anwar Usman.

MK menegaskan pertimbangan ini diambil setelah menyimak keterangan para pihak, ahli, saksi dan mencermati fakta persidangan.

Hakim membeberkan salah satu pendapatnya terkait sejumlah dalil yang diajukan oleh pemohon.

Hakim berpendapat bahwa dalil yang disampaikan pemohon terkait money politik dalam proses pencalegan seseorang tidak ada kaitannya dengan sistem Pemilu.

Dalam konklusinya, MK menegaskan pokok permohonan mengenai sistem Pemilu tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

Sebelum menuju putusan sistem Pemilu di MK, berikut sejumlah fakta terkait pengertian, pro kontra, dan polemik yang menyertainya, seperti dihimpun Tribunnews.

Gugatan nomor 114/PUU-XX/2022 diajukan oleh Demas Brian Wicaksono (pengurus PDI-P), Yuwono Pintadi (anggota Partai Nasdem), Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono.

Sorotan mencuat ketika Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengomentari adanya gugatan ini pada 29 Desember 2020.

Yang kemudian ditafsirkan para elite politik sebagai bentuk dukungan KPU RI atas pemilu legislatif sistem proporsional daftar calon tertutup.

Hasyim disanksi oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akibat komentar ini.

Sementara itu, setidaknya ada 17 pihak, termasuk LSM kepemiluan hingga partai politik mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam perkara ini.

Perbandingan Sistem Terbuka dan Tertutup

Sistem proporsional terbuka, yakni pemilih dapat memilih daftar nama calon legislatif.

Dosen Ilmu Politik FISIP UI, Sri Budi Eko Wardani, pun menjelaskan kelebihan dari sistem tersebut.

“Kelebihan dari sistem ini memang ada hubungan yang terbangun antara pemilih dengan calon legilatif (caleg) yang dipilih, lalu dalam sistem ini memang aspirasi pemilih lebih menentukan siapa yang terpilih, namun dalam sistem tertutup aspirasi elite partai yang menentukan,” kata Wardani di Departemen Ilmu Poltik, dikutip Tribunnews.com dari Fisip.ui.ac.id, kamis (15/6/2023).

Sementara sistem proporsional tertutup, yakni secara teknis pemilih hanya dapat memilih tanda gambar partai saja.

"Ini berlaku sejak masa orde baru dari tahun 1971 sampai 1997 yang mana jumlah partai dibatasi hanya tiga saja, jadi daftar caleg tidak ada di surat suara hanya di umumkan di Tempat Pemungutan Suara (TPS), nantinya yang terpilih berdasarkan nomor urut. Nomor urut ditentukan oleh mekanisme internal partai,” jelasnya.

(Tribunnews.com)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul BREAKING NEWS: MK Tolak Permohonan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup

Berita Terkini