Laporan Wartawan TribunLombok.com, Jimmy Sucipto
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Coat tail effect atau yang kerap disebut efek ekor jas menjadi salah satu penentu kemenangan dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 di NTB.
Hal itu lantaran, kefiguran atau ketokohan tersebut memiliki efek domino baik secara nasional maupun ke daerah untuk mendongkrak suara partai di Pemilu 2024.
Direktur Makara Riset dan Strategi Bayu Satria Utama menilai, kini di tengah rendahnya party-ID atau keterikatan masyarakat dengan sebuah partai, sebuah ketokohan mampu mendatangkan elektoral.
Ia pun memberikan tiga contoh, ketika beberapa waktu lalu figur-figur nasional melakukan manuver turun gunung ke daedah-daerah, khususnya NTB.
Yakni figur Anies Baswedan di Partai Nasional Demokat (NasDem) yang sempat mengunjungi NTB.
Baca juga: Golkar dan Gerindra Dijagokan Unggul di Pemilu 2024 NTB
Demikian juga dengan ketokohan Tuan Guru Bajang atau TGB KH Muhammad Zainul Majdi di Partai Persatuan Indonesia (Perindo).
Serta Fahri Hamzah, issue maker asal Sumbawa di Partai Gelombang Rakyat (Gelora).
Bayu mengatakan, ketiga tokoh tersebut dipercaya Bayu mampu mendongkrak suara bagi partainya masing-masing di Pileg 2024.
Meski begitu, Bayu menilai Partai NasDem, Partai Perindo, dan Partai Gelora tetap punya pekerjaan rumah.
Menurutnya, ketokohan seseorang di partai akan menjadi tidak maksimal apabila tidak dikelola dengan baik.
Peluang Golkar dan Gerindra sebagai Pemenag Pileg 2019 NTB
Sejumlah partai politik (Parpol) yang akan bertarung di Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 punya berbagai strategi untuk menang.
Dari mengandalkan figur dan efek ekor jas, hingga pengalaman serta logistik yang kuat dan masif.
Tak terkecuali partai pemenang pada Pileg 2019 dan mendominasi kursi di DPRD NTB.
Yakni Partai Golongan Karya (Golkar), dengan perolehan terbanyak di DPRD NTB dengan 10 kursi.
Kemudian Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), dengan titel suara terbanyak pada Pileg 2019 sebelumnya.
Direktur Makara Riset dan Strategi Bayu Satria Utama, Partai Golkar dan Partai Gerindra NTB berpotensi untuk kembali berjaya pada Pileg 2024.
Petahana DPRD NTB dari Partai Golkar dan Partai Gerindra yang berpengalaman, setidaknya harus memiliki dua modal.
Yakni modal sosial yang ada di daerah pemilihan (Dapil) masing-masing, dan modal ekonomi.
Modal pengalaman serta kerja sosial dan ekonomi diharapkan mampu mematahkan dominasi ketokohan di NTB.
"Harus memiliki modal sosial dan ekonomi. Sehingga kader-kader Golkar dan Gerindra bagus di daerah, bisa mempertahankan kursi-kursi yang sudah dimiliki pada tahun 2019," ungkapnya, Jumat (2/6/2023).
Layaknya ketokohan TGB Muhammad Zainul Majdi dari Partai Perindo, Fahri Hamzah dari Partai Gelora dan Anies Baswedan di Partai NasDem.
Baca juga: Taktik Partai Gelora Mendobrak Tradisi Kemenangan Partai Lama Dalam Merebut Kursi DPRD NTB
Pileg 2024, sambung dia, membutuhkan biaya yang besar untuk partai pemenang apabila hendak mengamankan kursi.
Lantaran party-ID di kalangan masyarakat yang sangat rendah berikut afiliasinya.
Bayu menyebut partai pemenang harus bekerja keras untuk mempertahankan suara konstituen serta menggaet pemilih baru.
Peluang Partai Baru
Bayu pun mengamati peluang partai baru di NTB yang bersaing memperebutkan suara dengan para petahana.
Menurutnya, Parpol baru mampu mendulang hasil maksimal apabila mampu memanfaatkan ketokohan masing-masing.
Hal itu lantaran rendahnya party-ID atau identitas partai di tengah masyarakat.
Tokoh yang mencolok dan tidak asing di tengah masyarakat NTB, yakni Fahri Hamzah yang kini berkhidmat dengan Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia.
Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah santer menjadi perbincangan publik di skala nasional.
Fahri Hamzah, kata Bayu, mampu membawa elektoral bagi Partai Gelora saat Pileg 2024 di NTB.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Gelora NTB Lalu Pahrurozzi, tidak sepenuhnya sependapat dengan Bayu.
"Kita sebagai DPW harus menyiapkan strategi. Bang Fahri ini memang mempunyai popularitas, tetapi kalau tidak dikelola secara cermat di teritori lapangan, maka itu bisa menjadi kosong," ujar Pahrurozzi.
Baca juga: Efek TGB di Lombok Tengah: Partai Perindo Sampai Kewalahan Layani KTA Kader Baru
Menurut Ojik, sapaan akrabnya, elektoral dari popularitas Fahri Hamzah hanya bisa dijemput, bila seluruh mesin partai bergerak secara bersama.
"Caleg di kabupaten kota satu partai saja 400-an. Kalau digabung 14 partai bisa hampir 8.000 caleg. Bayangkan saja 8.000 orang sedang bergerilya mencari suara, bisa saja popularitas itu digergaji," ungkap Ojik.
Ojik menyimpulkan, kemenangan yang dituju oleh Partai Gelora, hanya bisa didapat bila para kader mengakar ke seluruh masyarakat.
"Kami meyakinkan seluruh struktur partai, bakal calon anggota legislatif untuk terus berkerja," tegasnya.
Kerja yang dimaksud pun berbagai macam cara. Dari kampanye, bersilaturahmi dan menjadi publik speaker dengan mengkritisi Pemerintah Provinsi dan DPRD.
(*)