TRIBUNLOMBOK.COM, JAKARTA - Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dinilai enggan didikte oleh partai-partai politik yang mewacanakan pembentukan koalisi besar.
Oleh karenanya, PDIP memilih tak hadir dalam acara pertemuan lima ketua umum partai politik bersama Presiden Jokowi, Minggu (2/4/2023), yang disebut-sebut membahas rencana penggabungan koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR) dan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).
Baca juga: Pengamat: Koalisi Besar Akan Terus Membayangi PDIP yang Belum Menentukan Sikap
Koalisi KIR digagas oleh Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sementara, KIB dibentuk Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
"PDIP tampaknya tidak ingin mudah diperdaya oleh agenda kepentingan koalisi besar tersebut," kata Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam, Jumat (7/4/2023).
Umam menduga, wacana koalisi besar ini merupakan strategi KIR dan KIB untuk "mengepung" PDIP agar mau bergabung bersama mereka membentuk koalisi baru. Namun demikian, koalisi besar punya agenda tersendiri untuk mengusung Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai calon presiden (Capres).
Upaya tersebut tampaknya didukung oleh Presiden Joko Widodo yang belakangan semakin sering melempar sinyal dukungan ke Ketum Gerindra Prabowo Subianto.
Oleh koalisi besar, PDIP diharapkan bersedia menempatkan kadernya di kursi calon wakil presiden (Cawapres). Namun demikian, menurut Umam, baik KIR maupun KIB sadar bahwa keinginan itu sulit diterima PDIP.
Oleh karenanya, mereka mewacanakan pembentukan koalisi besar dengan maksud mempersempit langkah partai banteng, sehingga tak ada pilihan selain PDIP bergabung.
"PDIP tampaknya mencium aroma dimana dirinya atau partainya sedang dibujuk atau bahkan didikte untuk menyerahkan tiketnya kepada pencapresan Prabowo yang hendak diusung oleh mesin koalisi besar," ujar Umam.
Namun, sebagai partai pemenang Pemilu dua kali berturut-turut yang elektabilitasnya paling besar, PDIP diyakini enggan jika kadernya hanya ditempatkan di kursi calon RI-2. Mungkin saja PDIP bersedia bekerja sama dengan KIR dan KIB, namun, Umam yakin, partai berjargon wong cilik itu bakal mensyaratkan kursi Capres menjadi milik mereka.
"PDIP membatasi ruang negosiasinya dengan menegaskan bahwa dirinya siap bergabung asal posisi capres diserahkan kepada PDIP," kata Umam.
Umam pun menilai, langkah ini mencerminkan keteguhan sikap PDIP yang tidak mudah tergiur bergabung bersama partai-partai yang hendak mendompleng kekuatan mesin politiknya. "Lagi pula, PDIP juga punya jagoan sendiri yang tetap punya kans untuk memenangkan Pilpres," tutur dosen Universitas Paramadina itu.
Sebagaimana diketahui, para ketua umum partai politik pendukung pemerintah bertemu dengan Presiden Jokowi dalam acara "Silaturahmi Ramadhan bersama Presiden RI" yang digelar di Kantor DPP PAN, Jakarta Selatan, Minggu (2/4/2023).
Dalam acara yang diinisiasi oleh PAN itu, Partai NasDem tak diundang. Sementara, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri turut diundang, namun tak hadir karena beralasan sedang berada di luar negeri. Praktis, pertemuan itu hanya dihadiri oleh Ketua Umum Gerindra, Ketum Golkar, Ketum PKB, Ketum PAN, dan Ketum PPP.
Dalam pertemuan itu, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengatakan bahwa koalisi KIR dan KIB berpeluang bergabung. Prabowo menilai, kedua koalisi satu frekuensi.
“Ternyata ada. Jadi kami merasa dalam frekuensi yang sama ya, ada kecocokan, dan kalau dilihat, pimpinan partai kami sudah masuk. Cak Imin ya, kami sudah masuk timnya Pak Jokowi sebetulnya sekarang,” kata Prabowo di Kantor DPP PAN, Pancoran, Jakarta Selatan.
Kendati demikian, Menteri Pertahanan itu belum mau menjawab secara gamblang terkait rencana penggabungan KIB dan KIR. Namun, dia memastikan, ketua umum partai masing-masing koalisi akan berkomunikasi lebih intens lagi.
“Ya nanti kita lihat prosesnya, tapi yang pasti akan intens,” ujar Prabowo.
Dalam kesempatan yang sama, Presiden Jokowi langsung melontarkan kata "cocok" seandainya KIB dan KIR bersatu untuk menghadapi Pemilu 2024.
“Cocok. Saya hanya bilang cocok. Terserah kepada ketua-ketua partai atau gabungan ketua partai. Untuk kebaikan negara, untuk kebaikan bangsa untuk rakyat, hal yang berkaitan, bisa dimusyawarahkan itu akan lebih baik,” kata Jokowi.
Manuver Prabowo
PDIP tidak khawatir dengan manuver Prabowo Subianto yang terus bermanuver mengajak sejumlah Parpol membentuk koalisi besar pada Pilpres 2024. Partai berlambang banteng itu justru mengaku bersyukur.
Ketum Gerindra Prabowo Subianto memang massif menerima sejumlah Parpol di rumahnya di Jalan Kertanegara IV, Kebayoran, Jakarta Selatan. Kemarin para petinggi Partai Perindo dan PBB telah bertemu dengan Prabowo. Rencananya giliran petinggi PAN akan bertemu Prabowo.
Politikus senior PDIP, Hendrawan Supratikno mengaku tidak khawatir dengan manuver Prabowo tersebut. "Mengapa yang ditanyakan rasa khawatir? Bukankah justru sebaliknya, ada rasa syukur," ujar Hendrawan, Jumat (7/4/2023).
Hendrawan menyatakan PDIP justru mendukung para petinggi Parpol melakukan silaturahmi politik. Hal tersebut akan membangun situasi politik yang mencerahkan dan bukan politik identitas.
"Karena silaturahim dan temu pandang antar tokoh justru akan memfasilitasi terbangunnya politik kebangsaan yang mencerahkan. Bukan politik gontok-gontokan, politik identitas yang polaristik," jelas Hendrawan.
Di sisi lain, Hendrawan menjawab apakah PDIP ada kekhawatiran nantinya tidak ada lagi parpol yang bisa diajak berkoalisi. Dia bilang, hal tersebut tak menjadi kekhawatiran partai besutan Megawati Soekarnoputri tersebut.
"Tidak (khawatir ditinggalkan). Kami percaya niatan baik akan mendatangkan
teman," pungkasnya. (tribunnews)