Berita Lombok Utara

Soal One Gate System Fastboat Gili Trawangan, Kadispar NTB : Belum Waktunya

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Para wisatawan naik ke kapal publik yang menjadi moda trasnportasi utama di Gili Trawangan, beberapa waktu lalu. Pelabuhan Bangsal yang merupakan tempat pemberlakuan utama One Gate System sendiri masih terkendala dari segi kenyamanan wisatawannya.

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Ahmad Wawan Sugandika

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK UTARA - Pemberlakuan One Gate System fastboat di Gili Trawangan, Meno, dan Air (Gili Tramena) dinilai tidak tepat jika dilakukan saat ini.

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi NTB Jamaluddin Malady menilai, hal itu justru akan merugikan wisatawan sekaligus Pemda Kabupaten Lombok Utara (KLU).

Jamal mengingatkan, Gili Tramena merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) KLU.

Menurutnya, Bupati KLU Djohan Samsu harus lebih bijak lagi dalam mengambil keputusan.

Jamal menceritakan kilas balik saat dirinya bersama Bupati KLU, Gubernur NTB Zulkieflimansya, Kadishub Provinsi NTB dan para pelaku industri di Gili Tramena menghadap ke Kementrian Pariwisata.

Baca juga: Dinas Pariwisata NTB Proyeksi Raup PAD Hingga Rp 235 Miliar dari Lahan Pemprov di Gili Trawangan

"Menurut pak Bupati baik, namun menurut pelaku industri wisata belum waktunya, bukan tidak baik namun belum waktunya utamanya terkait keamanan dan kenyamanan wisatawan," katanya.

Dia menjelaskan, Pelabuhan Bangsal yang merupakan tempat pemberlakuan utama One Gate System sendiri masih terkendala dari segi kenyamanan wisatawannya.

Terlebih lagi pada prasarana yang tersedia, utamanya pada fastboat.

"fastboat yang dari situ ke Gili walaupun 30 menit tapi menyebrangi laut luas dan dalam juga, apakah layak, menurut saya tidak," jelasnya.

Sedangkan, kata dia, wisatawan yang dari Bali saja saat menuju ke Pelabuhan Bangsal dengan fastboat besar harus menghadapi gelombang yang besar dengan memperhitungkan tingkat keselamatan penumpang.

Apalagi menghadapi isu akan ditambah, atau bahkan ditukar fastboat yang besar tersebut dengan fastboat kecil.

"Itu harus dipikirkan keselamatan penumpangnya. Kalau saya maunya One Gate Sytem jangan dulu diberlakukan sekarang, belum waktunya," tuturnya.

Khusunya bagi para tamu mancanegara yang notabene senang dengan keindahan dan kebersihan hingga keselamatan.

"Menurut saya apa yang disampaikan kementerian wisata itu yang harus dijalankan," urainya.

Jamal mengungkap kebijakan serupa pernah diterapkan di wisata Komodo, NTT.

"Apa yang terjadi setelahnya Komodo sepi, yang dulu dia jauh lebih ramai daripada sengigi. Namun karena memberlakukan One Gate Siytem ini jadinya sepi," terangnya.

"Ketika pak bupati memaksa dan turis yang sudah banyak datang berkurang siapa yang rugi, bukan Pemprov yang rugi, yang rugi KLU juga," tutup Jamal.

(*)

Berita Terkini