TRIBUNLOMBOK.COM, JAKARTA - Gagasan PDIP agar Pemilu 2024 mendatang menggunakan sistem proporsional tertutup terus mendapat tentangan dari partai politik (Parpol) lainnya.
Delapan Parpol parlemen, Golkar, PAN, PKB, Demokrat, PKS, NasDem, PPP dan Gerindra tetap menginginkan Pemilu dengan sistem proporsional terbuka.
Baca juga: Isi Lengkap Pernyataan Sikap 8 Parpol Tolak Sistem Proporsional Tertutup Pemilu 2024
Para petinggi Parpol tersebut, Minggu (8/1/2023) bertemu untuk menyatakan sikap penolakan sistem proporsional tertutup. Hanya Gerindra yang tidak hadir, namun telah konfirmasi menyetujui pernyataan sikap.
Pertemuan itu dihadiri Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Ketum PAN Zulkifli Hasan, Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Presiden PKS Ahmad Syaikhu, Waketum PPP Amir Uskara, Sekjen Nasdem Johnny G Plate dan Waketum NasDem Ahmad Ali.
Mereka bertemu untuk menyatukan suara menolak Pemilu 2024 dilaksanakan dengan sistem proporsional tertutup di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan.
Deputi Bappilu DPP Demokrat, Rezka Oktoberia mengatakan, pertemuan ini sepenuhnya untuk menyepakati penolakan terhadap sistem proporsional tertutup.
"Delapan Parpol (di pertemuan ini) menolak. Sistem Pemilu 2024 tidak diubah, tidak ada revisi UU Pemilu. Ikuti UU dan aturan yang sudah ada, fokus menghadapi pesta demokrasi 2024 dan berikan kemajuan sistem demokrasi di Indonesia," ungkap Rezka Oktoberia.
Rezka berharap, sejumlah wacana yang muncul terkait penundaan Pemilu, perubahan sistem Pemilu, segera disudahi.
"Sehingga Insya Allah Pemilu dilaksanakan pada 14 Februari 2024. Partai-partai politik Insya Allah juga sudah siap, tahapan penyelenggara sudah berjalan," ucapnya.
AHY pun menegaskan, Demokrat sepenuhnya menolak sistem Pemilu yang proporsional tertutup. “Kami Partai Demokrat sejak awal menolak dengan tegas wacana sistem Pemilu proporsional tertutup," ungkap AHY.
“Sekali lagi kami menolak sistem Pemilu tertutup proporsional, sehingga pertemuan hari ini menjadi penting. Kami mengapresiasi dan mendukung agar pembahasan tentang isu-isu kebangsaan seperti ini juga bisa kita lakukan dari waktu ke waktu,” ujar AHY.
Lanjut AHY, jangan sampai ada hak rakyat dalam kehidupan demokrasi ini yang dirampas.
“Jika terjadi sistem Pemilu tertutup, maka rakyat tidak bisa memilih secara langsung wakil-wakil rakyatnya. Padahal kita ingin semua menggunakan haknya dan tidak seperti membeli kucing dalam karung. Tentu kita berharap pada saatnya para wakil rakyat dan pemimpin yang terpilih benar-benar yang bisa membawa perubahan dan perbaikan,” ungkap AHY.
AHY berharap sistem proporsional terbuka bisa tetap dijalankan sesuai dengan undang-undang yang berlaku hari ini serta bisa menyambut pesta demokrasi Pemilu 2024 dengan seksama dan berjalan dengan baik.
“Yang kedua, secara internal Partai Politik juga perlu menjaga semangat yang tinggi dari seluruh kadernya, dengan sistem Pemilu terbuka proporsional tentu kita berharap setiap kader partai politik juga punya ruang, punya peluang yang adil,” ucap AHY.
“Jangan sampai mereka yang berjibaku, berusaha, berjuang untuk mendapatkan suara kemudian rontok semangatnya karena berubah sistem. Kita ingin sekali lagi, yang terbaiklah yang bisa membawa aspirasi masyarakat luas,” imbuh AHY.
PDIP tunggu putusan MK
Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto merespons pernyataan sikap ketua umum serta pimpinan delapan Parpol yang menolak sistem proporsional tertutup. PDIP, kata Hasto, menghormati langkah tersebut.
Terlebih saat ini wacana sistem proporsional tertutup perkaranya sedang dibahas di Mahkamah Konstitusi (MK). PDIP yang tak hadir di pertemuan itu memilih untuk akan menghormati apapun putusan MK.
“Pertemuan yang ada di Hotel Dharmawangsa ya itu kita hormati sebagai bagian dalam tradisi demokrasi kita,” kata Hasto, Minggu (8/1/2023).
Dia mengatakan, adalah hal biasa untuk saling bertemu dalam dunia politik. Ketum PDIP Megawati juga melakukan banyak pertemuan, baik dengan rakyat maupun dengan elite nasional lainnya. Yang membedakan adalah Megawati melakukan pertemuan dengan para Ketum parpol tidak dalam pengertian terbuka.
“Beliau banyak melakukan dialog bangsa dan negara itu justru dalam suasana yang kontemplatif. Itu yang membedakan,” kata Hasto.
Mengenai isu sistem Pemilu proporsional terbuka yang hendak diusulkan diubah tertutup seperti yang menjadi materi gugatan di Mahkamah Konstitiusi (MK), Hasto mengatakan bahwa semua punya ranahnya masing-masing. Terkait dengan fungsi legislasi atau pembuatan UU, ranahnya ada di DPR. Namun jika menyangkut judicial review UU terhadap UUD 1945, ranahnya ada di MK.
Kalau ditanya idealisme yang dipegang PDIP terkait isu tersebut, Hasto mengatakan, pihaknya melihat DPR bertanggung jawab bagi masa depan negara.
Maka sebagai partai politik yang mengajukan calon anggota DPR, PDIP memerlukan para ahli dan pakar di bidangnya untuk bisa dicalonkan sebagai anggota DPR.
"Nah dengan proporsional terbuka, ketika kami menawarkan kepada para ahli untuk membangun Indonesia melalui fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan di DPR, banyak yang mengatakan biayanya tidak sanggup. Karena proporsional terbuka dalam penelitian Pak Pramono Anung, minimum paling tidak harus ada (modal, red) yang Rp 5 miliar untuk menjadi anggota Dewan. Bahkan ada yang habis sampai Rp 100 miliar untuk menjadi anggota Dewan. Maka ada kecenderungan struktur anggota dewan, banyak yang didominasi para pengusaha,” pungkasnya. (tribunnews)