Laporan Wartawan TribunLombok.com, Lalu Helmi
TRIBUNLOMBOK.COM - Total sebanyak 507 guru honorer di Nusa Tenggara Barat (NTB) menuntut kejelasan status menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
507 guru itu berasal dari sekolah negeri dan swasta yang telah lulus pasing grade di NTB.
Ketua Forum P3K Prioritas (P1), I Putu Danny S Pradhana mengakui hingga saat ini dirinya bersama ratusan guru honorer lain yang berasal dari sekolah SMA/SMK sederajat di 10 kabupaten dan kota di NTB belum jelas statusnya.
Kondisi itu terjadi meski mereka sudah dinyatakan lulus pasing grade dalam proses penerimaan guru P3K.
Baca juga: 1.511 Guru Honorer di Lombok Tengah Berebut 742 Formasi PPPK 2022
"Kami menyuarakan ini karena hingga saat ini status kami belum jelas sebagai P3K. Padahal kami sudah mengikuti seleksi pasing grade ini sejak tahun 2021," ujarnya, pada Selasa (6/12/2022).
Ia mengatakan dari 3.930 orang formasi guru yang dibutuhkan, sebanyak 1.373 guru dinyatakan lulus pasing grade.
Namun dalam perjalanannya, ternyata hanya 866 orang guru yang mendapat penempatan dan surat keputusan (SK) dari pemerintah.
Sedangkan, sisanya sebanyak 507 orang sampai sekarang belum juga jelas mendapatkan SK dan penempatan dari pemerintah.
Baca juga: Puluhan Guru Honorer di Bima Bongkar Dugaan Rekayasa Data, Tuntut Diakomodir Dalam Seleksi PPPK 2022
"Inilah yang saat ini kami perjuangkan bersama guru honorer lainnya ke Kementerian Pendidikan dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek)," terangnya.
Putu mengaku sangat menyesalkan sikap pemerintah dalam hal ini Kemendikbudristek bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB serta BKD NTB yang justru membuka formasi baru guru P3K untuk Prioritas (P2) dan P3 di saat status mereka belum jelas.
"Kami yang 507 guru ini belum jelas diakomodir dalam P3K, kenapa Kemendikbudristek, Dikbud dan BKD NTB justru membuka formasi baru. Mestinya kan tuntaskan kami dulu baru ke yang lain. Kalau begini dimana keadilannya," ucapnya.
Menurut dia, pihaknya sebetulnya pernah menyampaikan persoalan tersebut kepada Komisi V DPRD NTB.
Di mana di akuinya, Komisi V mendukung langkah para guru honorer tersebut dengan akan memanggil pihak-pihak terkait dalam hal ini Dikbud dan BKD NTB untuk meminta penjelasan terkait nasib 507 guru honorer tersebut.
"Makanya hari ini sebetulnya kami datang ke DPRD untuk bertemu kembali. Tapi tertunda karena Ketua Komisi V sedang berada di Jakarta."
"Tapi rencananya dijadwalkan lagi haru Rabu (7/12) besok. Tapi pada intinya kami ingin pemerintah mengakomodir karena buat apa kami lulus pasing grade kalau status dan penempatan saja belum jelas," katanya.
Pihaknya mempertanyakan sampai mereka digantung statusnya. Sementara usia mereka sudah diatas 40 tahun.
Rata rata mereka sudah mengabdi sebagai guru ada yang 8 tahun bahkan sampai 20 tahun.
Yang membuat mereka sedih, guru lain yang hanya berstatus P2, P3 dan P4 (pelamar umum) berpeluang diangkat hanya melalui obervasi.
"Umur kami sudah diatas 40 tahun. Dan kami sudah mengabi 8-20 tahun. Air mata kami sudah kering, hari kami nyesak melihat P2, P3 bahkan P4 yang hanya melalui observasi akan mendapatkan formasi. Terus bagimana dengan kami yang sudah lulus pasing grade tahun 2021," tanya Guru SMA Swasta di Lombok Barat, Salbiah ditempat yang sama.
Dikatakannya, NTB salah satu daerah yang formasinya lebih besar dari jumlah yang lulus pasing grade.
Sehingga tidak ada alasan Pemda tidak mengangkat mereka.
"Kedua kami mempertanyakan alasan mengapa yang P1 tidak mendapatkan penempatan. Sementara Pemda justru buka formasi P2, P3 bahkan P4 (pelamar umum)," katanya.
Ia heran mengapa Pepmprov NTB tidak bisa seperti Kabupaten Lombok Timur yang hanya mengakomodir P1 sehingga tidak membuka formasi yang lain.
Mereka juga bertanya bagaimana Pemda menindaklanjuti kebijakan pusat yang mengangkat P1 seluruhnya tahun ini.
Masalah kedua yang mereka hadapi saat ini yaitu mereka masih terkendala masuk di akun SSCN ASN yang sudah mereka punyai sebelumnya.
"Kami P1 meminta kejelasan payung hukum yang tertusng dalam Permenpan RB."
"Kami menolak peraturan baru Kemendikbudristekdikti yang digunakan untuk kami yang lulus P1 thun 2021. Angkat dan SK kan kami harga mati," ungkapnya.
Sementara itu Kepala BKD NTB, Muhammad Nasir yang dikonfirmasi terpisah mengaku pengangkatan status P3K bagi P1 pasing grade bukan menjadi kewenangan daerah.
Pemprov dan Pemkab Pemkot hanya mungusulkan ke pusat
"Bukan daerah yang berwenang tapi untuk ASN menjadi kewenangan pusat," kata Nasir.
Nasir mengatakan Observasi oleh Kepsek dan pengawas saja baru selesai.
Sementara mereka tidak peka tentang pengangkatannya. Di pengumaman resmi portal SSCAN sudah jelas jadwalnya.
"Apakah mereka sudah membaca sehingga mengadu ke mana-mana. Kalau mereka baca secara detail jadwal pengangkatan PPPK Guru dan Nakes maka pertanyaan seperti itu tidak perlu terjadi," ungkap Nasir.
Pemprov tidak mungkin melampui kewenangan yang diberikan. Kalau mereka keberatan terkait pengangkatan BKD mempersilahkan menanyakan ke BKD/ BKPSDM Provinsi atau kabuapaten kota
"Dan admin kami akan menjawabnya sesuai ketentuan," katanya.
Nasir mengatakan BKD tidak boleh mengusulkan seseorang menjadi PPPK kalau jadwalnya belum tiba. Pengusulan itu semua ada mekanisme dan tertera dengan jelas dalam Juklak dan Juknisnya.
"Jadi kalau ada keberatan silahkan ajukan melalui link yang sudah kami siapkan dan kami akan menyampaikan secara transparan," katanya.
Bergabung dengan Grup Telegram TribunLombok.com untuk update informasi terkini: https://t.me/tribunlombok.