Laporan Wartawan TribunLombok.com, Lalu Helmi
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) baru-baru ini merilis indeks pertumbuhan ekonomi seluruh provinsi di Indonesia.
Capaian apik ditorehkan provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Provinsi yang dinakhodai Zulkieflimansyah dan Hj Sitti Rohmi Djalilah tersebut menempati urutan ke-7 pertumbuhan ekononi provinsi terbaik di Indonesia dengan angka 5.99 persen.
Torehan tersebut berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional yang berada di angka 5.44 persen.
Data tersebut juga menunjukkan bahwa dari 5 Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Provinsi NTB menduduki posisi puncak jika dibandingkan provinsi-provinsi lain.
Baca juga: Aspal Limbah Kelapa Mahasiswa ITB Juarai Think Efficency 2022, Akan Uji Coba di Bandara
NTT dengan DPSP Labuhan Bajo berada di peringkat 33. Sumatera Utara dengan DPSP Danau Toba di peringkat 28. Jawa Tengah dengan Borobudur hanya ada di posisi 13. Sulawesi Utara dengan DPSO Likupang ada di urutan ke 8 dan NTB dengan DPSP Mandalika di urutan 7.
Namun, jika diteliti lebih dalam, sektor pariwisata belum menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi NTB. Kontribusi sektor pariwisata pada struktur perekonomian NTB masih lemah.
Hal tersebut dikatakan Ketua DPW Partai Gelora NTB Lalu Pahrurrozi kepada TribunLombok, Jumat (14/10/2022).
Pahrurrozi mengungkap data bahwa kue pertumbuhan ekonomi NTB sumber utamanya berasal dari sektor pertambangan. Yakni sekitar 3,95 persen dari pertumbuhan ekonomi NTB 5,99 persen, atau setara 65 persen dari seluruh sektor.
"Jadi pertumbuhan ekonomi 5,99 persen lebih karena keberuntungan, bukan sepenuhnya kinerja Gubernur. Kareba sektor utama penopangnya adalah sektor pertambangan," kata Pahrurrozi.
Baca juga: Suhu Panas di Sirkuit Mandalika jadi Tantangan Peserta Shell Eco-marathon Indonesia 2022
Magister Ekonomi itu melihat pola yang sama terjadi pada Provinsi Papua yang bercokol di peringkat kedua pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan angka fantastis 14,38 persen.
80 persen pertumbuhan ekonomi Papua bersumber dari sektor tambang.
"Kritik sebagian ekonom, momentum booming komoditas tidak diiringi kebijakan fiskal yang memadai; cenderung pro oligarki. Sehingga ketika ada kenaikan harga BBM, yang memikulnya ya rakyat lewat kenaikan harga. Mestinya beban kenaikannya bisa dishare lewat kenaikan pajak untuk komoditas tambang," ungkap Pahrurrozi.
Pemprov NTB Jangan Terbuai