Laporan Wartawan TribunLombok.com, Atina
TRIBUNLOMBOK.COM, KOTA BIMA - Setelah menjadi perdebatan bertahun-tahun, Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Zulkieflimansyah, buka suara soal penggunaan joki cilik dalam pacuan kuda di Bima.
Dalam akun media sosialnya, politisi Partai Kesejahteraan Sosial (PKS) ini mengatakan, jika persoalan joki cilik dan pacuan kuda di NTB tidak sesederhana yang dilihat.
"Sesungguhnya tidak semudah yang dibayangkan para pembela hak-hak anak-anak. Butuh waktu dan kesabaran untuk menata dan merubahnya," tulis Gubernur NTB, Zulkieflimansyah, Selasa (12/7/2022).
Menurut pria yang akrab disapa Bang Zul ini, pacuan kuda dengan joki cilik sudah membudaya dan jadi tradisi turun temurun, yang usianya puluhan bahkan ratusan tahun.
"Jadi kalau melarang penggunaan joki cilik dalam pacuan Kuda tradisional, sama dengan menodai dan mengganggu tradisi," ungkapnya.
Bagi gubernur, terlalu vulgar dan demonstratif jika langsung melarang joki cilik.
Bahkan kata Bang Zul, pemerintah akan berhadapan dengan perlawanan kultural yang serius dan tidak mudah.
Baca juga: Polda NTB Periksa Koalisi Stop Joki Anak Soal Laporan Eksploitasi di Arena Pacuan Kuda
Sementara di sisi lain lanjutnya, bagi kalangan yang paham pendidikan dan hak-anak anak tentu punya pembelaan untuk melarang.
Anak-anak yang mestinya bermain dan belajar pada usianya yang belia, tidak boleh menyabung nyawa di atas kuda apalagi di eksploitasi atas nama hoby dan tradisi.
"Saya pribadi termasuk pada posisi yg kedua ini. Saya terus terang, tidak setuju daerah-daerah kita menggunakan joki cilik ini ke depan. Anak-anak kita sudah saatnya tidak boleh jadi korban atas nama tradisi," tegas Zulkieflimansyah.
Akan tetapi tambahnya, untuk mengubah drastis atau melarang tradisi joki cilik ini bisa juga berbahaya.
Pasalnya, masyarakat akan diam-diam tetap melaksanakan kegiatan pacuan kuda dgn joki cilik.
Itu pun tegasnya, lebih berbahaya karena fasilitas kesehatan dan keamanan akan minim bahkan tidak ada.
Dalam postingannya ini pun, gubernur melontarkan solusi untuk mengurangi penggunaan joki cili saat pacuan kuda digelar.
Seperti membuat aturan oleh Pordasi, tentang penggunaan joki besar.
Kendati demikian, aturan itu pun tidak bisa langsung diterapkan seketika tapi membutuhkan waktu.
"Beberapa pacuan kuda terakhir sudah ada aturan, joki tak boleh lagi terlalu kecil. Minimal 12 tahun dan safety nya tidak main-main," ungkapnya.
Apalagi lanjutnya, jika yang berlaga sekarang sudah banyak kuda-kuda besar dan tidak mungkin menggunakan joki kecil lagi.
Sedangkan untuk kuda-kuda kelas TK A, TK B, OA dan OB, joki kecil masih akan digunakan karena ukurannya yang kecil.
Dilihat dari potensi resiko pun menurut gubernur, relatif tidak berbahaya.
"Walau tidak berbahaya tetap safety harus maksimal," ucapnya.
Baca juga: Catat! Begini Janji Anggota DPRD NTB Soal Kasus Eksploitasi Joki Anak untuk Pacuan Kuda
Terakhir orang nomor satu di NTB ini mengaku, telah mengusulkan ke Ketua Pordasi NTB untuk membuat sirkuit standar nasional.
Sirkuit tersebut, akan memiliki arah lari terus belok kanan dengan menggunakan kuda kelas besar sesuai aturan Pordasi.
"Jika ini dilakukan, maka penggunaan joki cilik akan berkurang. Bahkan tidak ada lagi," pungkasnya.
(*)