TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) di bawah duet kepemimpinan Zulkieflimansyah-Sitti Rohmi Djalilah alias Zul Rohmi memiliki sejumlah program pembangunan yang langsung menyentuh kebutuhan pokok masyarakat, di antaranya Revitalisasi Posyandu, dan Zero Waste.
Dalam wawancara khusus dengan jurnalis tribunlombok.com Dion DB Putra di Mataram, Kamis 12 Mei 2022, Wakil Gubernur NTB Dr. Ir. Hj. Sitti Rohmi Djalilah, M.Pd berbagi mengenai kerja keras pemerintah dan masyarakat NTB menyukseskan program tersebut.
Baca juga: Wagub NTB: Mahasiswa KKN Jangan Hanya Buat Tugu, tapi Harus Mampu Jawab Persoalan Krusial Masyarakat
Baca juga: Wagub Rohmi: Pencegahan Perdagangan Orang di NTB Butuh Sinergi
Berikut petikan lengkap wawancara dengan Ibu Rohmi yang berlangsung di ruang pendopo Wakil Gubernur NTB di Jl. Panji Tilar Negara No.92, Kekalik Jaya, Kecamatan Sekarbela, Kota Mataram.
Program Revitalisasi Posyandu di Nusa Tenggara Barat dari Posyandu biasa menjadi Posyandu Keluarga, hasilnya menggembirakan. Saat ini secara kelembagaan sudah mencapai 100 persen. Silakan Bu Rohmi berbagai kisah yang baik ini.
Ya baik, terima kasih. Jadi salah satu program unggulan pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat itu adalah revitalisasi Posyandu. Kenapa kita menyasar Posyandu?
Itu pertanyaannya ya. Karena kita tahu PR besar kita adalah di bidang pendidikan, kesehatan termasuk juga lingkungan.
Maka di bidang kesehatan ini harus kita lakukan suatu terobosan agar program-program ini betul-betul terasa sampai ke bawah. Artinya terasa di tingkat dusun, di tingkat lingkungan dan teraplikasi apa yang kita inginkan itu.
Kita melihat bahwa Posyandu adalah suatu kegiatan yang sudah sejak sangat lama ya itu berbasis dusun, berbasis lingkungan.
Masyarakat terdepan ya Bu?
Iya masyarakat terdepan sehingga kalau Posyandu ini diintervensi dengan tepat maka dia akan bisa menjadi pusat edukasi berbasis dusun. Itulah mengapa kemudian kita membidik Posyandu.
Kita ingin jadikan dia menjadi pusat edukasi berbasis dusun. Dan yang diedukasi itu istimewanya tidak saja masalah kesehatan.
Betul masalah kesehatan domain utamanya tetapi kita juga bisa edukasi masalah sosial, edukasi tentang lingkungan, edukasi tentang pendidikan.
Paket komplit ya Bu?
Iya, segala permasalahan yang kompleks yang memang menjadi PR besar kita di NTB dan Indonesia itu bisa kita edukasikan melalui Posyandu karena dia berkegiatan setiap bulan di seluruh dusun, di seluruh Indonesia termasuk juga NTB, begitu juga di lingkungan. Maka dari itu kita intervensi.
Kita sadar betul bicara Posyandu, ini kan sebenarnya (pemerintah) provinsi tidak bisa langsung intervensi ke Posyandu, sehingga memang dibutuhkan betul kerja sama yang solid, yang baik dengan 10 kabupaten/kota di NTB.
Bagaimana agar apa yang kita inginkan di provinsi dimengerti kemudian kita bisa berjalan bersama. Artinya mindset kita sama sehingga kita bisa bergotong royong menyukseskan Posyandu bisa menjadi pusat edukasi.
Tujuannya adalah angka stunting turun, kematian bayi menurun, gizi buruk, kematian ibu hamil menurun, perkawinan anak, masalah lingkungan, masalah kebencanaan, putus sekolah, drop out, literasi, banyak sekali.
Nah, kalau sudah nyambung biasanya pemerintah daerah kabupaten/kota pasti akan memiliki inisiatif yang besar untuk menyukseskan program ini.
Karena mereka paham bahwa ini juga goal (tujuan) mereka. Jadi goal kita sama-sama, begitu juga dengan desa.
Nah, beruntungnya desa sekarang juga targetnya SDGs (Sustainable Development Goals) atau pembangunan berkelanjutan.
SDGs itu tidak jauh-jauh juga dari masalah kesehatan gitu. Jadi, pemerintah provinsi target SDGs, kabupaten/kota target SDGs, desa target SDGs.
Kolaborasi sinergi ini menjadi satu yang wajib dan kita sadari bersama gitu. Alhamdulillah, step by step 10 kabupaten/kota nyambung. Dengan nyambungnya tentunya kami sowan, kami datang ya.
Kalau bicara revitalisasi Posyandu tidak hanya Dinas Kesehatan saja yang bekerja.
Memang paling utama itu Dinas Kesehatan dan DPMPD (Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa) karena Posyandu, kelembagaannya DPMPD yang urus. Tetapi kontennya adalah Dinas Kesehatan.
Tetapi di situ intervensi Dinas Pendidikan ada, DP3AP2KB ada, ketahanan pangan juga bisa intervensi di situ, BPBD juga, LHK juga semua bisa intervensi. Tergantung dari topik yang akan diedukasi ke masyarakat.
Alhamdulillah, perkembangannya luar biasa terutama di tahun 2021 di situ 100 persen. Sebanyak 7.600 lebih Posyandu yang ada di NTB itu sudah menjadi Posyandu keluarga.
Memang satu per satu dia, jadi ada awalnya seperti ada di Dompu itu melesat di awal ya kan tapi stag di angka 80 sekian persen. Kemudian eh malah disalip sama Lombok Timur (Lotim). Lotim langsung 100 persen ini kemudian yang lain nyalip-nyalip gitu.
Jadi satu per satu kabupaten/kota bersama-sama bersemangat ya untuk bagaimana ini Posyandunya semua menjadi Posyandu keluarga.
Karena mereka paham ini jalan mereka untuk bisa mengedukasi masyarakat lewat dusun, salah satu ikhtiar ya selain sekolah tentunya ya dan lembaga-lembaga yang lain.
Ibu Rohmi tentu punya pengalaman yang berkesan saat menggerakkan dan merajut kebersamaan demi menyukseskan program Revitalisasi Posyandu di NTB.
Ya, yang saya paling berkesan adalah kita tahu ya bahwa kader Posyandu kan hampir 95 persen lebih itu perempuan.
Namanya perempuan itu kan passionnya untuk hal-hal yang begini tinggi yah karena dia seorang ibu, punya anak, membina keluarganya.
Memang peran perempuan di sini besar. Kemudian semangat dari tim Dinas Kesehatan Provinsi, yang terus menerus bersilaturahmi dengan 10 kabupaten/kota merajut kesepahaman bersama DPMPD kemudian dinas-dinas lain intens dilakukan.
Ini memang satu hal yang saya syukuri. Semangat walaupun kita tahu kalau dua tahun ini pandemi. Kita bekerja dalam tekanan tinggi apalagi kita fokusnya di Covid-19.
Prokes Covid-19 bisa diedukasi juga lewat Posyandu. Posyandu bisa aktif dengan cara sesuai kondisi pandemi. Kunjungan ke rumah dan sebagainya memang ada kendala. Ya namanya pandemi tidak bisa 100 persen langsung aktif.
Akan tetapi terus kita dorong sehingga Posyandu tetap menjadi sarana edukasi.
Di masa pandemi Covid-19, Posyandu kita dorong untuk tetap aktif dengan prokes yang ketat.
Di masa pandemi Covid-19 ini edukasi menjadi satu hal yang sangat penting untuk saling menguatkan satu sama lain. Alhamdulillah di tahun 2021 di saat Covid, malah kita di NTB bisa mendorong 7.600 lebih Posyandu itu menjadi Posyandu keluarga semua.
Awalnya sebagian besar Posyandu KIA. Namanya Posyandu KIA dia hanya melayani bayi dan ibu hamil. Begitu jadi Posyandu keluarga, remajanya harus aktif, posbindunya untuk usia produktif harus aktif, Posyandu lansianya juga harus aktif.
Sehingga banyak yang bisa kita sasar seperti Posyandu remaja bicara narkoba, bicara pernikahan anak, bicara kurang darah. Kan remaja-remaja kita anemia.
Kemudian bicara hal-hal edukasi tentang reproduksi segala macam bisa masuk di situ, tentang gizi juga.
Kemudian lansia, penyakit-penyakit tidak menular juga banyak. Seperti diabetes, kemudiaan darah tinggi segala macam itu menjadi penyakit yang paling tinggi presentasenya. Nah, itu bisa kita sasar.
Posbindu juga ada sehingga kita bisa sasar untuk usia produktif. Kita edukasi masalah lingkungan,kebencanaan. Apalagi kita ingat kan dari tahun 2018 ada gempa yang sangat luar biasa. Yang mengajarkan kita betapa harus sadar bencana.
Sadar bencana dari dusun, dari lingkungan gitu. Jadi desa, lingkungan, dusun kita itu harus menjadi desa tangguh bencana.
Mitigasinya ya kita harus tahu hal-hal praktis yang simpel yang sesuai dengan kearifan lokal yang bisa kita lakukan untuk menghindari terjadinya bencana. Baik itu bencana alam ataupun bencana yang disebabkan oleh ulah manusia.
Itu semuanya harus teredukasi dengan baik. Saya bersyukur kita di NTB ini bisa punya semangat walaupun di masa pandemi semangatnya tetap tinggi.
Apalagi bicara tentang tenaga kesehatan di masa pandemi ini tidak gampang kerjanya.Mereka kerja itu tidak normal. Tidak seperti masa sebelum pandemi tapi alhamdulillah tidak menyurutkan semangat kita.
Kalau bicara tentang Posyandu, para kadernya kebanyakan perempuan. Tapi mestinya ada kader laki-laki juga. Bagaimana di NTB?
Ada juga dan rata-rata mereka punya passion. Kalau kita bicara honor kader ya walaupun kita di provinsi dari sejak 2019 sudah keluarkan edaran bahwa honor itu minimal Rp 150 ribu, tidak boleh kurang dari itu.
Bahkan ada desa yang perhatian dan memang mampu bisa sampai Rp 200 ribu dan seterusnya tapi paling tidak kita sudah beri garis ini tidak boleh kurang dari segini.
Kita tahu (honor) kan tidak seberapa kalau dibandingkan dengan etos kerja mereka, semangat mereka mengedukasi warga ya aktif setiap kegiatan dan seterusnya.
Ini memang harus passion dan passion itu yang paling saya hargai. Bersyukur hasilnya bisa baik karena banyak orang memiliki passion dalam bidang kesehatan.
Posyandu keliarga ini bisa menjadi role model. Satu praktek baik dari Nusa Tenggara Barat yang harus terus digaungkan ke mana-mana.
Iya, iya.
Secara kelembagaan Posyandu keluarga di NTB sudah oke. Kira-kira apa yang menjadi prioritas pada tahun 2022?
Sekarang ini kita akan berlari. Ya fokus untuk kualitas, kan kualitas itu juga gak gampang. Konten edukasi, evaluasinya apa.
Kualitas misalnya soal stunting, Pengukurannya bagaimana, pengukuran berat, pengukuran tinggi badan, peralatan, semua itu harus betul-betul kita yakin semuanya dalam kondisi yang prima.
Peralatan prima, SDM prima, SOP prima ya, evaluasinya juga prima. Kita juga membuat standar, Dinas Kesehatan Provinsi NTB membuat standar ada Posyandu gemilang, bintang satu, dua, tiga. Jadi itu yang dikejar.
Kalau bintang tiga seperti apa, bintang dua, bintang satu. Jadi mereka mengarah ke bidang tiga dan alhamdulillah responsnya bagus. Sepuluh kabupaten/kota berlomba-lomba dan bagus.
Terutama yang paling bagus itu ya Lotim. Lotim itu bagus sekali respon untuk mencapai bintang tiga gemilang. Paling banyak itu Posyandunya yang mencapai bintang tiga gemilang. Karena memang Posyandu Lotim paling banyak.
Jumlah penduduknya juga paling banyak di NTB kan Bu?
Iya, 25 persen dari penduduk di NTB ada di Lombok Timur. Sumbawa juga bagus responsnya bagus. Jadi 10 kabupaten/kota rata-rata sedang berbenah.
Untuk memotivasi apakah ada reward untuk mereka?
Ada reward tetapi jika kita berbicara tentang reward itu tidak seberapa. Itu cuma buat semangat aja.
Tetapi yang terpenting karena 10 kabupaten/kota berkepentingan betul untuk menurunkan angka stunting, menurunkan angka gizi buruk, kematian bayi, kematian ibu hamil, pernikahan anak, sehingga semua bergerak bersama. Kemudian juga soal isu buruh migran ilegal.
Ini isu-isu yang krusial, tidak gampang kita tangani kalau edukasinyaa tidak betul-betul dari bawah. Kita paham ini kepentingan kita bersama sehingga menjadi tekad bersama untuk kita sukseskan.
Tadi Ibu Rohmi singgung tentang stunting, kira-kira target yang diinginkan provinsi berapa?
Bicara masalah stunting ini kita fokus bagaimana agar Posyandu aktif, kegiatannya berkualitas sehingga bisa memotret betul balita kita yang stunting, wasting, underweight itu dengan akurat dan mengetahui by name by address.
Sehingga kita bisa mengintervensinya fokus.Kita tidak hanya edukasi general. Edukasi general kita tidak fokus by name by address tapi kita harus tahu siapa bayi yang stunting yang wasting namanya siapa, alamatnya mana, keluarganya mana, masalahnya apa.
Intervensi lebih fokus sehingga tepat, mengatasinya juga lebih tepat sasaran tidak general gitu loh. Itulah kenapa kami mendorong untuk e-PPGBM.
Aaplikasi yang memang sudah ada di Kementerian Kesehatan itu betul-betul bisa dimanfaatkan 100 persen di NTB sehingga bisa tercatat semuanya.
Balita stunting, wasting, underweight ini di seluruh Posyandu yang ada di NTB. Kita tahu di Posyandu A berapa anak yang stunting, siapa ibu itu, dimonitor terus. Oh ini bulan depan gimana perkembangannya, tingginya bagaimana, beratnya bagaimana.
Alhamdulillah, di NTB e-PPGBM itu sudah hampir mencapai 100 persen. Sehingga kita bisa mengatakan angka stunting di NTB ini segini loh. Dan di tahun 2021 angkanya 19,23 persen.
Angka stunting 10 kabupaten/kota juga lengkap. Memang masih ada tiga kabupaten/kota yang angkanya di atas 20 persen.
Paling tinggi memang KLU (Kabupaten Lombok Utara) sekitar 27 persen. Ada Loteng (Lombok Tengah), Lobar (Lombok Barat). Tetapi yang lain itu sudah di bawah 20 persen. Tetapi kita tidak boleh lengah juga karena hal yang begini akan gampang naik turunnya. Karena proses edukasi ini tidak akan pernah berhenti.
Proses edukasi harus terus-menerus sehingga tertanam di pemikiran di seluruh keluarga di NTB ini bagaimana merawat anak. Agar anak itu gizinya bagus. Jangan sampai stunting. Kalau sampai stunting risikonya apa.
Semua orang tua ingin anaknya menjadi orang yang bermanfaat, menjadi berhasil, sukses, menjadi bermacam-macamlah ada yang mau jadi insinyur, dokter, segala macam tapi bagaimana kalau kurang gizi? Bagaimana kalau stunting kan mereka kemampuannya juga akan berkurang.
Nah itu semua rumah tangga di NTB harus paham. Supaya betul-betul rumah tangga, keluarga di NTB ini memahami betul bagaimana merawat anak, merawat keluarganya.
Agar anak-anak dan keluarganya sehat, pendidikannya bagus ya, lingkungannya bagus kan itu goalnya ke situ. Jadi gak akan pernah berhenti edukasi ini dan kualitasnya terus-menerus harus kita tingkatkan. (patayatul wahidah/bersambung)
Simak wawancara khusus lainnya di sini