Lalporan Wartawan TribunLombok.com, Lalu Helmi
TRIBUNLOMBOK.,COM, MATARAM - Seluruh dunia secara serentak memperingati hari bumi sedunia (World Earth Day) pada Jumat, 22 April 2022.
Peringatan ini sebagai bentuk penghormatan terhadap planet yang kita tinggali sebagai habitat makhluk hidup di Bumi, sekaligus sebagai bentuk ekspresi keprihatinan atas keadaan bumi yang krisis dipengaruhi oleh berbagai situasi akibat prilaku manusia yang menghuninya.
Pada saat yang sama, peringatan Hari Bumi Sedunia juga merupakan ekpresi atas asa untuk perubahan yang lebih baik untuk pemulihan keadaan Bumi beserta seluruh ekosistem diidalamnya, baik lingkungan hidup, manusia maupun habitat lainnya.
Baca juga: Catatan WALHI: Kerusakan Hutan di NTB Tembus Angka 200 Hektare Tiap Tahun, Hutan Kelola Rakyat Minim
Baca juga: Program Zero Waste Disebut Gagal, Pemprov NTB: Terima Kasih Walhi Ikut Gaungkan Program
Karenanya, menjaga lingkungan dan melakukan berbagai bentuk perlindungan dan pemulihan atas iklim sangatlah penting.
Dimulai dengan peningkatan-peningkatan kesadaran untuk membangun perspektif secara luas bagi setiap individu, kelompok, maupun Negara.
Kemudian secara bertahap dan berkesinambungan terus melakukan suatu tindakan kongkrit untuk perlindungan atas lingkungan dan pemulihan atas iklim.
Peringatan Hari Bumi
Pada Momentum hari bumi tahun 2022 ini, WALHI secara Nasional sebagai bagian dari gerakan sosial di Indonesia Mengangkat Tagline “TOLAK PROYEK UGAL – UGALAN!”.
Sedangkan WALHI NTB secara khusus dan terhubung dengan Tagline tersebut, mengusung Tema “Selamatkan Hutan, Selamat Pesisir dan Pulau-pulau Kecil-Pulihkan Bumi Sekarang Juga!”.
Tema ini diserap dari keadaan objektif lingkungan dan penguasaan sumberdaya di NTB, baik di wilayah perhutanan, maupun kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil.
Berdasarkan data yang telah dihimpun oleh WALHI NTB, hampir sebagian besar pesisir selatan pulau lombok mulai dari sekotong selatan, hingga selatan lombok timur telah di dikuasai oleh pelaku parawisata swasta maupun oleh Negara.
Salah satu Praktek perampasan ruang kelola nelayan dan rakyat luas diwilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah massifnya aktivitas atau kegiatan usaha (Pembangunan hotel dan sarana pariwisata, serta aktivitas dan orientasi investasi lainnya) di sepadan pantai.
Kenyataan serupa, tidak kalah buruknya seperti yang terjadi di kawasan lingkar hutan yang semakin hari semakin kritis akibat penebangan pohon dan aliih-fungsi lahan yang semakin massif.
Baik untuk pertambangan, maupun pembangunan pariwisata, atau bahkan berbagai proyek pengelolaan hutan yang disorientasi dan dengan penguasaan lahan yang luas.
Pada sisi yang lain, kenyataannya telah menimbulkan kerusakan hutan dan pesisir yang semakin parah disertai dengan ancaman resiko bencana yang semakin intensif, terutama bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi diberbagai tempat di NTB, baik di wilayah pesisir maupun lingkar hutan.
Situasi pesisir yang sudah sangat kritis akibat pengembangan industri pariwisata, salah satunya dapat dilihat dalam praktek pembangunan kawasan Mandalika yang rakus akan tanah dan telah mengusir ribuan masyarakat setempat dari wilayah kelolanya, baik didarat maupun laut dan pesisirnya.
Kenyataannya, privatisasi wilayah pesisir tersebut telah menyebabkan masyarakat tidak lagi bisa melaut akibat privatisasi kawasan. Demikian juga kerusakan pada rawa-rawa, sungai dan pegunungan yang tadinya merupakan satu kesatuan ekosistem bagi masyarakatnya.
Di wilayah lingkar hutan, saat ini masyarakat Kabupaten Lombok Tengah bagian Utara, kini jg terancam berbagai kerusakan lingkungan, hilangnya wilayah kelola rakyat dan sumber penghidupan lainnya seperti sumber mata air dan lain sebagainya, akibat pembangunan sirkuit motor cross di Desa Lantan Kecamatan Batukliang Utara.
Situasi yang sama juga terjadi di wilayah pesisir dan hutan di Pulau Sumbawa, baik di Kabupaten-Kabupaten/Kota Sumbawa, Bima, dan Dompu, akibat proyek tambang, illigal Loging, dan proyek-proyek strategis rakus tanah lainnya yang dibangun secara ugal-ugalan.
Berdasarkan situasi tersebut, dan setelah melalui diskusi-diskusi secara internal dalam tahapan menuju puncak peringatan hari bumi.
Secara actual WALHI NTB menyelenggarakan penanaman bibit pohon Mangrove di pesisir Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur, tepatnya di teluk Poton Bakau.
"Penanaman bibit pohon bakau ini merupakan pilihan aksi nyata WALHI NTB atas kerusakan pesisir, khususnya di wilayah pesisir bagian Selatan Kabupaten Lombok Timur, yang saat ini telah ditetapkan sebagai pusat budidaya dan distribusi hasil laut," kata Eksekutif Daerah Walhi NTB Amry Nuryadin.
Selain itu, kata Amry pilihan aksi ini juga sebagai bagian kampanye atas pentingnya perlindungan dan pemulihan lingkungan, sekaligus sebagai bentuk kritik atas massifnya alih-fungsi lahan, dan berbagai bentuk perusakan terhadap lingkungan.
Terutama pembangunan yang menghilangkan wilayah kelola rakyat (WKR) dan hak akses atas pesisir lainnya bagi rakyat yang telah sebagian besar di privatisasi oleh gelombang industri parawisata yang dijalankan semakin massif di Wilayah NTB.
Amry mengambil contoh seperti halnya kawasan ekonomi khusus (KEK) MANDALIKA di pesisir Kabupaten Lombok Tengah dan daerah-daerah penyangga lainnya.
Aksi penanaman bibit pohon Mangrove tersebut diikuti oleh sekitar 100 Orang perwakilan dari WALHI, Pimpinan dan Pengurus Lembaga Pengembangan Sumber Daya Nelayan (LPSDN), Yayasan Kusuma Rinjani (YKR), Kelompok Produksi Perempuan Nelayan (LAYAR) Jerowaru, Pemuda Kecamatan Jerowaru dan Kecamatan Keruak, serta Remaja Masjid dan Perwakilan dari Media massa.
"Adapun jenis Bibit Mangrove yang ditanam adalah Bibit Mangrove jenis Rezhopora yang berkarakter akar tunjang. Dengan demikian diharapkan jenis mangrove yang ditanam dapat lebih kuat mencegah abrasi dan bentuk kerusakan pantai lainnya," ujar Amry.
Kedepan Walhi NTB akan secara reguler melakukan pengawasan secara intensif dan partisipatif, terutama di wilayah-wilayah pembangunan kawasan strategis nasional rakus tanah yang sarat dengan berbagai ancaman dampak perusakan terhadap lingkungan.
Secara bersamaan WALHI NTB juga akan semakin aktif melakukan advokasi, dan pemberdayaan terhadap masyarakat lingkar hutan, pesisir dan pulau-pulau kecil di NTB, serta kampanye atas berbagai persoalan Rakyat lainnya.
Pada momentum bersejarah, hari Bumi sedunia ini, WALHI NTB mengingatkan kepada Pemerintah untuk segera menghentikan skema pembangunan ugal-ugalan tanpa memperhitungkan dampak lingkungan, sosial, budaya dan, ekonomi yang ditinggalkan bagi rakyat.
Secara bersamaan WALHI NTB juga megajak kepada seluruh masyarakat untuk terus menyatukan diri, saling membangun dan menguatkan untuk perjuangan mpertahankan dan mengembangkan wilayah kelolanya sebagai pilar perlindungan terhadap hutan, pesisir dan pulau-pulau kecil, serta sebagai sandaran penghidupan yang berkelanjutan, adil dan Lestari.
1. TOLAK PEMBANGUAN UGAL - UGALAN
2. SELAMATKAN RIMBA TERAKHIR
3. SELAMATKAN PESISIR DAN PULAU - PULAU KECIL
4. PULIHKAN BUMI SEKARANG JUGA!
(*)