TRIBUNLOMBOK.COM, VATICAN CITY - Paus Fransiskus terpaksa mendobrak protokol diplomatik karena merasa prihatin atas ketegangan antara Rusia dan Ukraina.
Hari Jumat 25 Februari 2022 pemimpin umat Katolik sedunia itu mendatangi kedutaan Rusia di Vatikan untuk menyampaikan keprihatinannya atas invasi Rusia ke Ukraina.
Langkah ini belum pernah terjadi sebelumnya. Pemimpin Gereja Katolik Roma itu menghabiskan lebih dari setengah jam di kedutaan Rusia.
Baca juga: Rusia dan Ukraina Mulai Berebut Ibu Kota Kiev, Korban Tewas 137 Orang
Baca juga: Invasi Rusia ke Ukraina Picu Kenaikan Harga Minyak Dunia, Bagaimana Tarif Listrik dan BBM Indonesia?
Demikian menurut keterangan Juru bicara Vatikan Matteo Bruni.
"Dia pergi untuk mengungkapkan keprihatinannya atas perang," kata Bruni, menolak memberikan rincian tentang kunjungan atau percakapan itu sebagaimana dilansir Reuters.
Matteo Bruni enggan mengomentari laporan media Argentina bahwa Paus berusia 85 tahun itu telah menawarkan mediasi Vatikan.
Duta besar Rusia Aleksandr Avdeyev, membantah hal ini.
Avdeyev mengatakan kepada kantor berita RIA Novosti bahwa pertemuan itu berlangsung sekitar 40 menit dan bahwa paus menyatakan "keprihatinan besar" tentang situasi kemanusiaan di Ukraina.
Duta besar itu menambahkan, Paus asal Argentina itu "menyerukan perlindungan anak-anak, perlindungan orang sakit dan penderitaan, dan perlindungan orang-orang."
Ketika dihubungi untuk dimintai komentar oleh Reuters, kedutaan Rusia mengatakan duta besar tidak dapat menanggapi.
Kunjungan seorang paus ke kedutaan untuk berbicara dengan seorang duta besar di saat konflik belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah dunia.
Utusan asing di Vatikan biasanya dipanggil oleh Sekretaris Negara Vatikan atau bertemu dengan Sri Paus di Istana Apostolik.
Dalam sebuah wawancara dengan Reuters pada 14 Februari 2022, sebelum invasi, duta besar Ukraina untuk Vatikan, Andriy Yurash, mengatakan Kiev akan terbuka untuk mediasi konflik oleh Vatikan.
Beberapa jam setelah bertemu dengan duta besar, Paus Fransiskus menelepon Uskup Agung Sviatoslav Shevchuk, pemimpin umat Katolik ritus Timur Ukraina yang telah bersumpah untuk tidak meninggalkan Keiv.
Uskup Agung dilaporkan telah membuka ruang bawah tanah katedralnya sebagai tempat perlindungan bom.