Commitment fee belum termasuk biaya untuk penyelenggaraan. Bila ditambah dengan biaya penyelengaraan tentunya akan berbeda-beda di tiap negara.
Sebagai negara yang bertetangga dan masih satu kawasan dengan Singapura, mungkin tak ada salahnya kita mengintip banyaknya uang yang digelontorkan Negeri Singa itu setiap pementasan F1 di sana.
Singapura mulai menghelat F1 sejak 2008. Balapan rutin digelar setiap tahun hingga 2019 sebelum datangnya pandemi.
Dikutip dari The Straits Times, biaya penyelenggaraan F1 di Singapura setiap tahunnya mencapai 135 juta dolar AS atau Rp 1,9 triliun.
Angka tersebut hampir mencapai setengah dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi NTB.
Dikutip dari Antara, APBD NTB 2022 yang disahkan pada Desember 2021 mencapai Rp 5,39 triliun.
Pada pelaksanaan F1 di Singapura, pemerintah setempat dan promotor lokal saling urunan untuk menanggung biaya penyelenggaraan.
Pemerintah Singapura diketahui menanggung 60 persennya. Dari perhelatan tahunan F1, Singapura meraup pendapatan 130 juta dolar AS (Rp 1,8 triliun) yang dijadikan penerimaan di sektor pariwisata.
Jika dikalkulasi sejak 2008, total penerimaan Singapura dari perhelatan F1 sudah mencapai Rp 1,5 miliar dolar AS (Rp 21,5 triliun).
Singapura adalah negara Asia Tenggara yang bisa menjadi contoh keberhasilan mendongrak pariwisata lewat F1, tetapi tidak demikian dengan Malaysia.
Negeri Jiran pernah menghelat F1 dari 1999 namun terhenti pada 2017 karena pengeluaran yang tidak sebanding dengan pemasukan.
Seperti Indonesia, Malaysia juga merupakan negara yang lebih menggilai balap motor ketimbang balap mobil.
Bagaimana dengan di Mandalika? Sirkuit Mandalika diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada awal November 2021.
Sampai sejauh ini, Mandalika baru pernah mengggelar satu balapan resmi skala internasional, yakni World Superbike (WSBK) pada 19-21 November silam.
Pada 11-13 Februari lalu, para pebalap MotoGP sudah menjajal trek Sirkuit Mandalika, tetapi baru sebatas tes pramusim.