Ada sekolah yang mengatakan mendapatkan format dari grup WA, ada yang mendapatkan format dari Dinas Pendidikan.
Berdasarkan hasil koordinasi dengan Dinas Kesehatan Mataram dan sejumlah pusksesmas, mereka tidak pernah mengeluarkan atau meminta sekolah membuat surat persetujuan itu.
Petugas vaksin justru baru mengetahui adanya surat persetujuan seperti itu saat melakukan vaksin di sekolah.
Padahal kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Mataram sejak awal telah mengingatkan seluruh sekolah agar tidak membuat surat semacam itu.
Adhar menambahkan, dasar pelaksanaan vaksinasi bagi anak usia 6 sampai 11 tahun yakni Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/6688/2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Bagi Anak Usia 6 - 11 Tahun.
Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan tersebut, terdapat tiga format yang harus diisi saat dilakukan skrining.
Saat anak berada di ruang tunggu berkaitan dengan verifikasi data identitas, pemeriksaan suhu, tekanan darah, dan pertanyaan yang diajukan petugas vaksin.
Kemudian hasil skrining berupa dapat vaksinasi atau ditunda divaksinasi, atau tidak diberikan vaksin.
Kemudian pencatatan observasi berisi ada atau tidaknya keluhan setelah divaksin.
"Jika mengacu kepada keputusan menteri kesehatan tersebut tidak ada format surat persetujuan yang dibuat sekolah," katanya.
Adhar mengingatkan, sekolah dalma hal ini hanya menyiapkan tempat atau hal-hal lain yang mendukung pelaksanaan vaksinasi di sekolah.
Seperti menyiapkan tempat, menyampaikan informasi kepada orang tua siswa, membawa persyaratan seperti KK.
Tapi bukan dalam rangka meminta persetujuan yang isinya tidak boleh menggugat tindakan medis.
Ombudsman NTB juga meminta kepala Dinas Pendidikan Kota Mataram terus melakukan pengawasan di lapangan.
"Meminta sekolah-sekolah tidak membuat surat persetujuan yang diberikan kepada orang tua/wali siswa," katanya.
(*)