Meski sangat sedih melihat sawahnya digusur, dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Baca juga: Mabuk-mabukan di Pinggir Jalan, Dua Kelompok Pemuda Lombok Barat Digeledah Polisi
Amaq Merm sadar tidak memiliki cukup bukti untuk mempertahankan lahan warisan nenek moyangnya.
Lahan seluas 30 are yang digarapnya hampir 26 tahun selama ini menjadi sumber mata pencarian utama.
Ketika sawah itu kini diratakan, timbul rasa sedih dalam dirinya.
Selama ini, bila membutuhkan sayur-sayuran keluarganya tinggal datang memetik ke sawah.
Kini dia harus menerima kenyataan, sawah itu sudah tidak ada lagi.
Tanah Amaq Merm masuk area penetapan lokasi (Penlok) III Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.
PT Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), selaku pengembang kawasan sedang membangun jalan di tempat itu.
Jalan tersebut akan menjadi infrastruktur penunjang kawasan, termasuk akses penunjang menuju Sirkuit Mandalika.
Menurut Amaq Merm, lahan tersebut digarap sejak zaman nenek moyangnya.
Dahulu, mereka juga tinggal sekeluarga di tempat itu.
Belakangan, sekitar tahun 1998, tanah tersebut kabarnya dijual dengan harga sangat Rp 250 ribu per are.
”Kalau luasnya saya kurang tahu, karena waktu itu saya masih kecil,” katanya.
Dia sendiri tidak tahu persis bagaimana sejarah tanah orang tuanya dijual kemudian beralih hak kepemilikan.
Siapa pihak yang menjual dan berapa total uang yang diberikan pun dia tidak tahu.