Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Penanganan kasus pencabulan anak kandung oleh bekas anggota DPRD NTB berinisial AA (65) mandek.
Berkas perkara kasus tersebut tidak kunjung masuk tahap persidangan.
Sampai batas waktu penyidikan habis, Polresta Mataram belum melengkapi berkas perkara yang diminta Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram.
Hal itu terungkap dalam hearing Koalisi Anti Kekerasan Seksual Anak NTB ke kantor Kejari Mataram, Kamis (22/4/2021).
Dalam pertemuan itu Kejari Mataram diwakili Kasi Intel Heru Sandika Triyana, Kasi Pidum Pintono Hartoyo, dan Jaksa Kasubsi Pra Tuntutan MochTaufik Ismail.
Koalisi yang terdiri dari 34 organisasi sipil diwakili Pancarkarsa, AMSI NTB, Santai, LARD, PBH Mangandar, RSA, PBH Kawal Keadilan, AJI Mataram, LBH APIK NTB dan Formapi.
Kasi Intel Kejari Mataram Heru Sandika Triyana menjelaskan, pihaknya telah berupaya maksimal melakukan tugas, sesuai SOP di internal kejaksaan.
Semua tahapan penanganan kasus pencabulan dengan tersangka AA sudah dilakukan.
Tanggal 26 Januari 2021 kejaksaan menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Penyidik Polresta Mataram, tertanggal 25 Januari 2021.
Baca juga: Koalisi Kecewa Penanganan Kasus Pencabulan Anak Kandung oleh Mantan DPRD NTB Lambat
Tanggal 27 Januari 2021 kejaksaan menerbitkan P-16, yaitu surat perintah penunjukkan jaksa penuntut umum untuk mengikuti perkembangan penyidikan perkara tindak pidana.
Tanggal 5 Februari 202,1kejaksaan menerima pengiriman berkas perkara tahap pertama tertanggal 4 Februari 2021 lalu kemudian diteliti.
Tanggal 9 Februari 2021 kejaksaan mengembalikan berkara perkara dengan menerbitkan P-18 karena hasil penyelidikan masih belum lengkap.
Seperti laporan sosial terhadap anak korban yang belum ada.
Baca juga: TGB Ajak Warga NTB Doakan Kru Kapal Selam KRI Nanggala-402
Kemudian P-19, pengembalian berkas perkara untuk dilengkapi dengan jaksa memberikan beberapa petunjuk.
Tanggal 25 Maret 2021, karena berkas perkara lama tidak kembali lagi, akhirnya diterbikan P-20 yang memberitahukan bahwa waktu penyidikan telah habis.
Selain itu, pihak kejaksaan memastikan, tidak pernah memberikan petunjuk atau menyetujui penangguhanan penahanan tersangka AA.
Serta kejaksaan tidak pernah menyarankan dilakukannya Restorative Justice dalam kasus tersebut.
Karena kasus ini masih ranah penyidikan Polresta Mataram, kejaksaan tidak dapat berkomentar banyak.
”Tapi kami masih berharap berkas dapat segera dikembalikan,” kata Heru.
Joko Jumadi, perwakilan koalisi masyarakat sipil mengaku kecewa atas lambatnya proses penyidikan tersangka AA.
”Jika proses hukum kejahatan kemanusiaan ini terhenti, tentu akan menjadi preseden buruk karena publik tahu sejak awal kasus ini terungkap,” katanya.
Baca juga: Polda NTB Periksa 10 Saksi Dugaan Ijazah Palsu Bupati Lombok Tengah, Ada Staf KPU
Bila kasus tersebut terhenti karena korban tidak kooperatif dalam pemeriksaan. Itu bukan alasan yang tepat.
”Kasus ini sepatutnya tetap dilanjutkan proses hukumnya hingga tuntas,” kata Joko.
Kalau pun penyidik menganggap kasus ini belum cukup bukti, dapat dilakukan penghentian dengan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
”Koalisi memastikan siap mendukung kejaksaan dan kepolisian agar kasus ini terselesaikan,” katanya.
(*)