Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Para penyandang disabilitas di Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) masih mengalami diskriminasi.
Stigma sebagai orang lemah dan butuh dikasihani masih melekat di tengah masyarakat.
Diskriminasi mereka alami di lingkungan sosial masyarakat hingga ruang pelayanan publik.
Sukarni (46), salah satu penyandang disabilitas asal Lombok Tengah menceritakan pengalaman yang dialaminya sejak kecil.
Baca juga: Kabar Gembira, NTB Punya Bus Khusus untuk Penyandang Disabilitas
Di lingkungan keluarga dia tidak diperlakukan sebagaimana saudara-saudara lainnya.
Tonton Juga :
Bahkan urusan asmara saja dia tidak pernah diperhitungkan untuk menikah.
"Untuk menikah saja saya dilarang. Orang tua bilang, bagaimana kamu mau mengurus suami dan anak kalau menikah," tutur Sukarni, Sabtu (27/3/2021).
Baca juga: Penyandang Disabilitas NTB Segera Miliki Pusat Pelayanan Terpadu1
Tapi sebagai manusia biasa, dia pun berusaha meyakinkan orang-orang di sekitarnya.
"Saya selalu dilewati (tidak dianggap) diantara saudara yang belum menikah," katanya.
Sukarni merupakan anak bungsu dari 7 orang bersaudara.
Sampai akhirnya Sukarni pun menikah di usia 32 tahun.
Usia ini tergolong cukup telat dibanding teman seusianya yang menikah di usia 20-an tahun.
Meski telah menikah, diskriminasi ternyata masih dialaminya.
Keluarga masih khawatir. Sehingga Sukarni diminta tidak memiliki anak terlebih dahulu.
"Kamu jangan punya anak dulu, nanti pakai KB saja," tuturnya.
Sukarni pun membantah semua keraguan dan stigma itu.
Dia kini telah memiliki dua orang anak dan keluarga bahagia.
Sukarni, kini aktif memperjuangkan hak-hak kaum disabilitas.
Kini Sukarni dipercaya menjadi ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) NTB.
Tidak hanya di lingkungan sosial, diskriminasi juga masih dialami kaum disabilitas.
Baca juga: Hari Disabilitas Internasional, Wagub NTB: Jangan Jadikan Kaum Difabel Beban!
Mereka masih kesulitan mengakses pelayanan publik.
Termasuk infrastruktur yang tidak ramah kaum disabilitas. Baik di ruang publik dan kantor-kantor pemerintah.
Saat ini kaum disabilitas NTB tengah berjuang unt mendapatkan Kartu Indonesia Sehat (KIS).
"Karena banyak penyandang disabilitas belum masuk program KIS," katanya.
Salah satu penyebabnya pemerintahan desa tidak memiliki data jumlah kaum disabilitas.
"Desa tidak melakukan pendataan sehingga mereka tidak masuk dalam daftar penerima KIS," ujarnya.
(*)