Wisata Lombok

Mistisisme di Balik Tarian dan Sesajen dalam Tradisi Nyelamak Dilauk

Masyarakat perantau dari Suku Bajo, Mandar, Makassar, dan Bugis di Desa Tanjung Luar, Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur, menggelar ritual Nyelamak

Penulis: Toni Hermawan | Editor: Laelatunniam
TRIBUNLOMBOK.COM/TONI HERMAWAN
SELAMATAN LAUT - Suasana ritual Nyalamak Dilauk yang digelar di Desa Tanjung Luar, Kecamatan Jerowaru Lombok Timur, Rabu (9/7/2025) sore. Kepala kerbau akan dipotong dan dilarungkan ke laut. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Toni Hermawan

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR – Masyarakat perantau dari Suku Bajo, Mandar, Makassar, dan Bugis di Desa Tanjung Luar, Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur, menggelar ritual Nyelamak Dilauk (selamatan laut) sebagai simbol rasa syukur atas hasil tangkapan laut yang melimpah.

Dalam tradisi ini, sebelum melarungkan kepala kerbau ke laut sebagai persembahan, prosesi diawali dengan arak-arakan dan tarian-tarian yang konon sarat unsur mistis.

Ketua Panitia Festival Bahari Nyelamak Dilauk, Abbas menceritakan, sebelum pemotongan kepala kerbau, masyarakat mengarak hewan tersebut keliling di sepanjang pantai, lengkap dengan sesajen dan kemenyan, serta dibalut kain-kain pusaka.

“Ritual yang terlibat ada suku Bugis,  Bajo, Mandar dan Makassar makannya  ada empat bendera ada warna putih, merah, kuning, dan hitam itu pertanda empat suku dan menyatu,” kata Abbas memulai ceritanya saat ditemui, Rabu (9/7/2025) sore.

Ia juga menceritakan, dalam acara selamatan laut tersebut, ada warga yang terlihat menari-nari hingga menangis sebagai simbol kegembiraan, dan konon mereka berada dalam kondisi kerasukan karena raganya dipercaya dipinjam oleh makhluk laut.

“Kalau kita tanya yang  kerasukan ada kapal besar sandar  dekat rumah adat di pinggir pantai itu dan mereka (makhluk laut) datang dari mana-mana  dan naik ke rumah adat,” sambungnya.

Abbas melanjutkan, dalam ritual arak-arakan, di punggung kerbau diletakkan sajian berupa pisang sebagai simbol kemakmuran, serta kelapa dan kain-kain pusaka.

“Malam keempat kerbau dipotong dan dilarung ke laut,” ucapnya.

Setelah prosesi pemotongan selesai, tanduk dan gigi kerbau dililitkan emas, selanjutnya dilarung ke laut menggunakan rakit kecil berbentuk kotak lengkap dengan sesajen.

“Itu siang hari, secara keyakinan orang tua dulu melarung ke laut sebagai sesembahan kita diberikan (ikan melimpah) kita berikan kepada kerbau sebagai sesembahan,” tambahnya.

Kepala Desa Tanjung Luar Saiful Rahman menceritakan, rentetan sekitar tiga hari, mulai dari arak-arak kerbau yang diiringi musik tradisional sebelum dipotong.

“Ini turun temurun, sebagai wujud syukur kita terhadap melimpah tangkapan laut,” kata Saiful Rahman.

Disebutkan, dalam arak-arakan di pinggir pantai sembari memukul alat musik  alat musik tradisional, yang disebut dengan sarone.

“Ini aset kita di NTB, ritual Nyelamak Dilauk,” ujarnya. 

Usai ritual ini, lanjut Saiful, masyarakat tidak diperkenankan melaut selama tiga hari untuk menghormati laut.

“Kita minta tidak melaut selama tiga hari,” ucapanya.

 

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved