Idul Adha 2025
Sebelum Disembelih, Hewan Kurban Dimandikan dan Dihias di Lombok Timur
Sebelum disembelih, hewan kurban di Desa Ketangga, Lombok Timur dihias dan diperlakukan layaknya seorang manusia
Penulis: Rozi Anwar | Editor: Idham Khalid
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Rozi Anwar
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR - Tradisi penyembelihan hewan kurban tak sekadar ritual keagamaan bagi warga Dusun Montonggedeng, Desa Ketangga, Kecamatan Suela, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Di wilayah ini, prosesi penyembelihan didahului oleh serangkaian ritual sakral yang mencerminkan penghormatan mendalam terhadap makhluk hidup yang akan dikurbankan.
Menariknya, sebelum disembelih, hewan kurban dihias dan diperlakukan layaknya seorang manusia. Warga setempat mempersiapkan sejumlah perlengkapan seperti cermin, sisir, sampo, serta makanan lezat untuk diberikan kepada hewan tersebut.
Sampo yang digunakan pun bukan sembarang sampo. Warga secara tradisional membuatnya dari parutan buah kelapa dan kunyit. Ramuan alami ini kemudian digunakan untuk memandikan hewan kurban, menyiram kepala dan seluruh tubuhnya hingga bersih.
Usai dimandikan, hewan kurban "berkaca" menggunakan cermin yang telah disediakan oleh pemiliknya. Selanjutnya, ia diberi makanan seperti rempeyek, rengginang, pisang, dan berbagai jajanan lainnya agar merasa kenyang dan tenang.
Satu elemen penting dalam ritual ini adalah “lekolekes”s ebuah wadah berisi buah pinang, daun sirih, beras, rokok, dan uang. Komponen dalam lekolekes memiliki makna tersendiri.
"Uang yang ada di lekoqlekes tersebut, menjadi upah orang yang menyembelih, sedangkan yang lainnya dibuang bersama darahnya itu," ungkap Amaq Asbi, seorang tokoh warga setempat, pada Jumat (6/6/2025) usai penyembelihan.
Baca juga: Ustaz Yahya Waloni Wafat di Masjid saat Khutbah Jumat, Guru Besar UIN: Kematiannya Bikin Iri Jamaah
Lebih dari itu, ayam yang selama ini menjadi teman hewan kurban juga tidak luput dari prosesi.
“Hewan yang besar itu kan sering ditemani oleh ayam, jadi ketika sapi itu disembelih, ayam itu juga ikut disembelih agar ada temannya berjalan,” tutur Amaq Asbi.
Ia menegaskan bahwa ritual ini bukan sekadar tradisi turun-temurun, tetapi cerminan dari nilai penghormatan terhadap makhluk hidup.
"Masyarakat masih memahami cara menghargai hewan atau makhluk hidup yang ingin kita sembelih, tetap kita hargai dengan semestinya juga dengan cara yang baik, karena hewan tersebut akan menghadapi Sang Maha Kuasa," jelasnya.
Di tengah arus modernisasi, Amaq Asbi menyadari bahwa banyak tradisi serupa mulai memudar. Namun, masyarakat Montonggedeng berkomitmen untuk menjaga dan melestarikannya. “Ritual-ritual itu semakin memudar di kalangan masyarakat, tapi kami khususnya di Dusun Montonggedeng ini tetap kami lakukan setiap kali menyembelih hewan kurban,” ujarnya.
“Kami di sini akan menjaga ritual ini, karena kami anggap hewan itu juga milik Allah, jadi harus kita istimewakan dia layaknya makhluk hidup lainnya,” pungkasnya dengan penuh keyakinan.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.