Berita Lombok Timur

Melihat Tradisi Tiyu, Cara Masyarakat Desa Jantuk Lombok Timur Merayakan Lebaran Idulfitri

Keseruan masyarakat Desa Jantuk, Lombok Timur merayakan lebaran dengan menunggangi kuda berkeliling kampung

Penulis: Toni Hermawan | Editor: Idham Khalid
TRIBUNLOMBOK.COM/TONI HERMAWAN
PAWAI BERKUDA – Masyarakat Desa Jantuk, Kecamatan Sukamulia, Lombok Timur, saat menggelar tradisi Tiyu atau pawai berkuda Senin (31/3/2025) sore. Tradisi ini dilakukan untuk mereayakan lebaran Idulfitri. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Toni Hermawan

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR - Usai pelaksanaan salat Hari Raya Idul Fitri, masyarakat Desa Jantuk, Kecamatan Sukamulia, Lombok Timur memiliki tradisi unik yang disebut dengan Tiyu, menunggang kuda saat perayaan lebaran tepatnya pada 1 -2 Syawal.

Pelaksanaan dipusatkan di jalanan desa, pada 1 Syawal dilaksanakan parade atau pawai berkuda jelang sore. Selanjutnya pada 2 Syawal, Tiyu   dilaksanakan sekitar pukul 04.00  pagi hingga pukul 07.00.

Sekretaris Desa Jantuk, Azizul Hakim menceritakan, sejarah Tiyu ini banyak versi, salah satunya dikenal dengan istilah berkeliling kampung menggunakan kuda untuk merayakan lebaran Idulfitri pada 1 Syawal.

“Tiyu ini istilahnya mutar-mutar memeriahkan menyambut Syawal setelah pelaksanaan ibadah puasa,” katanya memulai cerita.

Baca juga: Tragedi Ledakan Petasan di Lombok Tengah, 2 Pemuda Terluka Parah di Tangan hingga  Alat Vital Hancur

Versi lainnya, lanjut Hakim, pada zaman dahulu sesuai dengan cerita dari para orang tua, masyarakat Lombok sempat menang berperang dari penjajahan bangsa luar dengan bantuan dari kerajaan Sumbawa. Kemenagan tersebut kemudian dirayakan dengan Tiyu atau pawai berkuda.

“Tiyu kita tidak bisa kita maknakan, kalau persepsi banyak. Intinya untuk menyambut 1 Syawal untuk pawai kuda bukan balap kuda,” sambungnya.

Ditambahkannya, waktu pelaksanaan berlangsung, mulai dari 1 Syawal atau tepatnya pada sore hari setelah pelaksanaan salat Hari Raya Idul Fitri dilaksanakan pawai berkuda. Selanjutnya pada 2 Syawal dilaksanakan tepatnya pada pukul 04.00-06.30 pagi. “Pagi juga ada,” imbuhnya.

Sementara itu kuda-kuda yang ini bukan hanya berasal dari wilayah Kabupaten Lombok Timur, melainkan dari seluruh Pulau Lombok. Sewa-sewa kuda ini bervariasi, mulai dari Rp 2,5 juta kuda per ekor. Namun, penyewaan tergantung dari jenis kuda. Kuda-kuda ini biasanya disewa secara patungan hingga dua orang ataupun perorangan.

 “Kalau memastikan yang ikut kita tidak bisa, kami juga sering undang dinas untuk menonton,” ujarnya.

Kecintaan terhadap kuda, para penunggang kuda ini bukan hanya berasal dari kalangan laki-laki saja, terlihat juga anak-anak bahkan perempuan menunggang kuda.

“Di 1 Syawal itu tidak terlalu tergiur dengan  sepatu lebaran, baju dan sandal, intinya bisa menunggang kuda, naluri kita kalau ada namanya kuda nomor,” ucapnya.

Namun sayangnya, para penunggang kuda ini diakuinya tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), sehingga memiliki resiko besat peserta jatuh  dari punggung kuda sangatlah besar.

”Namanya ramai dan salah teknis, kami tetap mengoreksi dan  setiap tahun memperbaiki. Tahun ini kami ada tambahan personel dan terkontrol aman dan tertib. Tahun  paling parah sih tahun 2023 ada yang patah tabrak truk karena miskomunikasi kami dari panitia,” pungkasnya.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved