Masyarakat-Pemerintah Bisa Tuntut Ganti Rugi Pertamina Soal Pertalite Dioplos Jadi Pertamax

Dalam kasus Pertamax dijual dengan harga yang lebih mahal, tetapi konsumen malah mendapatkan Pertalite sehingga patut diduga melanggar UU Konsumen

HO/Puspenkum Kejagung RI
Tersangka kasus korupsi rekayasa ekspor-impor minyak mentah dan produk kilang pada anak usaha PT Pertamina, Subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) 2018-2023 digiring jaksa usai menjalani pemeriksan di Kejagung, Jakarta, Senin (24/2/2025). Dalam kasus Pertamax dijual dengan harga yang lebih mahal, tetapi konsumen malah mendapatkan Pertalite sehingga patut diduga melanggar UU Konsumen. 

Ega menjelaskan, Pertamina Patra Niaga mengelola bahan bakar mulai dari terminal hingga ke SPBU. 

Sementara itu, proses pengangkutan bahan bakar dari kilang ke terminal dilakukan oleh kapal milik Pertamina.

"Tidak ada proses perubahan RON, tetapi yang ada itu Pertamax kita tambahkan adiktif. Jadi di situ ada proses penambahan adiktif dan proses penambahan warna. Proses inilah yang memberikan keunggulan perbedaan dalam produk," ujar Ega.

Ega menjelaskan bahwa proses penambahan aditif ini dikenal sebagai injection blending. 

"Blending ini adalah proses yang common dalam produksi minyak yang merupakan bahan cair, namanya ini bahan cair. Jadi pasti akan ada proses blending ketika kita menambahkan blending ini tujuannya adalah untuk meningkatkan value daripada produk tersebut," ucapnya.

Dia menambahkan bahwa setiap bahan bakar yang diterima, baik dari dalam maupun luar negeri, selalu melalui pengujian laboratorium sebelum dan sesudah bongkar muat.

"Setelah kita terima di terminal itu pun di terminal juga melakukan rutin pengujian kualitas produk di tempat-tempat Pertamina itu pun kita terus jaga sampai dengan ke SPBU," tegasnya.

Posisi Kasus Ekspor-Impor Minyak Mentah Pertamina

Sebanyak tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka yang terlibat dalam tata kelola minyak mentah produk kilang PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) 2018-2023. 

Di antaranya Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin, dan Vice President Feedstock PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono.

Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, beneficiary owner atau penerima manfaat dari PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Keery Andrianto Riza, Komisaris PT Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati, dan Komisaris PT Jenggala Maritim dan PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadan Joede.

Dalam kasus ini, kerugian negara berdasarkan hasil audit sebesar Rp193 triliun.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menjelaskan pada tahun 2018 pemerintah tengah mencanangkan pemenuhan minyak mentah wajib berasal dari produksi dalam negeri.

Namun, tiga tersangka yaitu Riva, Sani, dan Agus, justru tidak melakukannya dan memutuskan untuk pengkondisian saat Rapat Organisasi Hilir (ROH).

"Pada akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor," ujar Qohar, dikutip dari Tribunnews, Senin (24/2/2025).

Halaman
123
Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved