Berita NTB

Pasca Inpres Efisiensi Anggaran, Dua Asosiasi Konsultan NTB Bahas Isu Strategis Jasa Konstruksi

Efisiensi anggaran menjadi momentum penting untuk mengangkat empat isu strategis dalam dunia konstruksi

Penulis: Sinto | Editor: Idham Khalid
Dok.Istimewa
PERTEMUAN KONSULTAN - DPD PERKINDO NTB dan DPP INKINDO NTB melakukan pertemuan untuk menyikapi sejumlah persoalan dan isu strategis jasa konstruksi bertempat di Kantor DPP INKINDO NTB, (13/2/2025). 

Laporan Wartawan Tribunlombok.com, Sinto

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TENGAH -  Dua asosiasi konsultan di Nusa Tenggara Barat (NTB), yakni Dewan Pengurus Daerah Persatuan Konsultan Indonesia Provinsi NTB (DPD PERKINDO NTB) dan Dewan Pengurus Provinsi Ikatan Konsultan Indonesia Provinsi NTB (DPP INKINDO NTB), menggelar pertemuan membahas berbagai persoalan dan strategis di sektor jasa konstruksi

Pertemuan berlangsung di Kantor DPP INKINDO NTB dan dihadiri oleh para pengurus kedua organisasi.

Ketua DPD PERKINDO NTB, Ir. Ardani Ansori, mengungkapkan bahwa isu-isu yang dibahas dalam pertemuan ini nantinya akan disampaikan kepada pemerintah pusat melalui asosiasi tingkat nasional, DPRD Provinsi NTB, dan Gubernur NTB. 

Menurutnya, efisiensi anggaran menjadi momentum penting untuk mengangkat empat isu strategis dalam dunia konstruksi.

Ardani menyoroti dampak negatif dari  Inpres no 1 tahun 2025 soal efisiensi anggaran  tersebut terhadap sektor infrastruktur.

Menurut ia, hal itu akan akan berimbas pada pelaku jasa konstruksi, terutama di NTB. Ia menyoroti pemangkasan anggaran infrastruktur dari Rp100 triliun menjadi Rp29,57 triliun, yang dinilai memberikan efek berantai bagi daerah.

"Artinya inikan memiliki dampak yang cukup signifikan dan multi player effect, lebih-lebih kalau kita bicara angka triliunan ini tersebar ke seluruh Indonesia maka pembagiannya kedaerah-daerah untuk infrastruktur nggak banyak," jelas Dani. 

Dalam pertemuan ini, juga dibahas pemberlakuan remunerasi nasional bagi tenaga ahli konsultan di pemerintahan daerah, sesuai dengan Peraturan Menteri PUPR No. 19/PRT/M/2017. 

Ardani menegaskan bahwa penerapan remunerasi di NTB masih belum maksimal, sehingga berdampak pada profesionalisme tenaga ahli di daerah.

"Berdasarkan Permen tersebut memang sudah atur, namun di NTB belum diterapkan maksimal baik di Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten. Hal ini menghambat profesionalisme teman-teman didaerah dalam bekerja," ungkap Dani. 

Selain itu, pihaknya juga menyoroti pentingnya sistem lelang yang berpihak kepada badan usaha lokal. Menurut Ardani, saat ini banyak badan usaha konsultan dari luar NTB yang menurunkan grade mereka agar bisa bersaing di daerah.

Hal demikian menyebabkan badan usaha lokal kesulitan memenangkan tender. Oleh karena itu, ia menekankan perlunya syarat pengalaman lokal dalam proses prakualifikasi.

“Tuntunan kita saat ini dalam rangka meningkatkan peran serta badan usaha lokal agar tidak menjadi penonton di wilayah kita ini adalah dalam proses prakualifikasi harus mensyaratkan NPT dan pengalaman lokal wilayah seperti beberapa waktu yang lalu" ungkapnya.

“Dan pengalaman lokal ini menjadi hal yang sangat penting karena koordinasi teknis dan non teknis dalam pelaksanaan konstruksi di wilayah ini dengan pendekatan lokal, memiliki poin yang sangat pokok  untuk kemjauan progres pekerjaan konstruksi dilapangan," tambahnya. 

Baca juga: Kemendiktisaintek Pastikan KIP Kuliah dan BPI Terus Berjalan, Tak Terpengaruh Efisiensi Anggaran

Dalam menjalankan profesionalitasnya, pelaku jasa konstruksi sering menghadapi berbagai kendala hukum akibat penyalahgunaan regulasi oleh oknum tertentu. 

Ardani meminta pemerintah memberikan perlindungan hukum yang lebih jelas agar proyek konstruksi dapat berjalan dengan baik tanpa hambatan non-teknis.

Ketua DPP INKINDO NTB, Lalu Karman Lutfi, menambahkan bahwa kebijakan efisiensi anggaran berdampak langsung pada tenaga kerja sektor konstruksi, yang sebagian besar terdiri dari pekerja kecil seperti tukang, mandor, dan pembantu tukang. 

"Dengan adanya pemotongan anggaran maka berdampak langsung ke masyarakat kecil seperti tukang, mandor, pembantu tukang dan sebagainya," ungkapnya.

Ia menekankan bahwa pemangkasan anggaran dapat menghambat pemulihan ekonomi NTB yang baru mulai bangkit setelah terdampak pandemi Covid-19 dan gempa bumi.

Selain itu, ia menyoroti masuknya badan usaha kelas kecil dari luar NTB yang semakin mendominasi tender proyek dengan nilai di bawah Rp1 miliar, sehingga pengusaha lokal hanya menjadi penonton di daerah sendiri.

"Kelas kecil ini adalah nilai proyek 0-1 Milyar, kelas menengah 1-2,5 Milyar, kelas besar yaitu 2,5 Milyar ke atas. Nah di dalam pelaksanaan dan regulasinya boleh dari luar masuk. Kalau dulu ada persyaratan harus lokal nah sekarang bebas (dari luar boleh masuk)," ungkap Karman. 

  1. Sebagai bentuk tindak lanjut dari pertemuan ini, DPD PERKINDO NTB dan DPP INKINDO NTB sepakat untuk:
    Melakukan konsolidasi dengan seluruh asosiasi jasa konstrukai di NTB
  2. ⁠⁠Melakukan kajian terkait dampak dari efisiensi anggaran beserta beberapa hal lainnya untuk di suarankan secara nasional dan di NTB
  3. Menyampikan hasil kajian dan menyampikan aspirasi kepada DPR Provinsi NTB dan Pemerintah Provinsi NTB untuk diteruskan kepada DPRRI dan Pemerintah Pusat
  4.  ⁠⁠Dan akan tetap berkoordinasi dengan semua asosiasi jasa konstruksi dalam rangka membangun iklim konstruksi yang lebih baik dan bermanfaat.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved