Berita Lombok Timur

Tanggapan Wakil Menteri Agama Soal Sertifkasi Pendakwah

Wamenag Muhammad Syafi’i mengomentari soal wacana sertifikasi pendakwah buntut dari kalimat tak pantas Gus Miftah

Penulis: Ahmad Wawan Sugandika | Editor: Idham Khalid
Ahmad Wawan Sugandika/TribunLombok.com
Wakil Mentri Agama (Wamenag) Republik Indonesia (RI), Muhammad Syafi’i ditemani Anggota DPR RI terpilih pada komisi VIII, Hj. Lale Syifaun Nufus saat datang bersilaturahmi ke Ponpes Zyaikh Zainuddin NW Anjani, Minggu (15/12/2024). 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Ahmad Wawan Sugandika

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR - Wakil Menteri Agama (Wamenag) Republik Indonesia (RI) Muhammad Syafi’i mengomentari soal wacana sertifikasi pendakwah buntut dari kalimat tak pantas Gus Miftah terhadap penjual es yang viral di media sosial beberapa waktu lalu.

Menurut Wamenag, sertifkasi yang dimaksudkan adalah untuk meningkatkan kopetensi para pendakwah yang ada di Indonesia, namun tidak menjadi syarat boleh dan tidaknya seorang untuk berdakwah.

“Ini yang mau disertifikat yang mana, jadi kalau untuk peningkatan kompetensi Yes sertifikat. Tapi kalau itu menjadi syarat boleh dan tidak bolehnya berdakwah, No absolut No,” ucap Wamenag saat ditemui saat kunjungannya di Ponpes Syaikh Zainuddin NW Anjani Lombok Timur, Minggu (15/12/2024).

Dijelaskannya, saat ini pemahaman tentang agama di setiap daerah itu tidak lah sama, dimana ada perbedaan antara tingkat pemahaman keagamaan.

Misal kata dia, di desa pemahaman agama tidak setinggi pemahaman agama orang yangg ada di kota-kota, namun semangat keberagamaan orang yang ada di desa dilihatnya sangat tinggi.

Hingga, ditingkat desa ini, masih butuh orang yang berdakwah dalam kajian ilmu untuk menambah wawasannnya tentang keagamaan itu sendiri.

Jika dibatasi dengan sertifikasi akan sangat sulit untuk seseorang bisa menuju itu, apalagi di desa yang mayoritas mereka memiliki pemahaman berbeda tentang sertifikasi tersebut.

Baca juga: Lalu Iqbal Bertemu Menteri Agama, Dorong Kemandirian Ponpes dan Pengembangan Ekonomi Umat

Terlebih, untuk menerbitkan sertifikasi saja dibutuhkan setidaknya 10 lembaga untuk bisa memberikan layanan kepada masyarakat di seluruh indonesia.

“Itu saya kira kita butuh 10 lembaga sertifikat dan itu tidak mungkin. Apalagi tidak semua yang bersertifikat paham dengan suasan keberagamaan di tingkat desa  dan suasan kedaerahan hingga dengan sertifikatnya nggak laku juga di daerah itu, sementara yang tidak bersertifikat bisa jadi sangat digemari,” tuturnya

Dirinya sepakat untuk bidang tugas memiliki tanggung jawab penuh oleh negara untuk diberlakukan sertifikasi tersebut.

Misal kata dia, penyuluh agama wajib harus bersertifikasi karena penyuluh agama ini mereka membawa kurikulum yang harus diselesaikan di masyarakat sesuai tupoksnya.

“Maka dia (Penyuluh Agama) harus punya sertifikat, tapi kalau pendakwah saya katakan sekali lagi, absolut No,” tutupnya.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved