Profil Yadi Surya Diputra, Anak Kampung yang Melanglang Buana di Dunia dan Kini Bidik Kursi Senayan
Yadi, demikian nama panggilan masa kecilnya yang ketika kuliah memilih menggunakan nama pena Poetra Adi Soerjo.
Penulis: Atina | Editor: Dion DB Putra
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Atina
TRIBUNLOMBOK.COM, BIMA - H Yadi Surya Diputra, S.Sos.I, MA, menghabiskan masa mudanya dari pesantren ke pesantren, menjajal bangku belajar di Yogjakarta dan Taiwan.
Hari hari dalam hidupnya dihabiskan dengan menziarahi tempat-tempat bersejarah yang suci dan jauh, dari Samarkand dan Kasablanka, negeri para wali di Uzbekistan dan Maroko.
Menjelajah tiap jengkal tanah Yordania, negeri para nabi hingga ke Laut Mati dekat Tepi Barat Palestina. Menziarahi Kazakstan dan Tajikistan, negeri para ilmuan dan saintis Islam.
Dia menikmati buku buku koleksi perpustakaan Timbuktu di Mali Afrika.
Mendalami mazhab Ibadi di Muskat Oman dan jejak kajayaan Khilafah di Turki. Menapak tilasi jejak ulama Sumbawa Dea Malela di Tanjung Pengharapan Afrika Selatan.
Dia larut dalam kehidupan kota para filosof dan ilmuan sosial di Prancis dan Jerman Menyelami sejarah nusantara tempo dulu di Amsterdam Belanda dan Brussel Belgia.
Mengintimasi jejak literasi peradaban demokrasi di Amerika Serikat dan Genewa Swiss Melakukan studi penyelengaraan Pemilu di Rio De Janeiro dan Brazilia Brazil.
Berselancar ke ashram-ashram di India dan kuil-kuil di Jepang. Menginjakkan kaki di bagian ujung utara bumi, Kota Budaya Saint Petersburg Rusia dan bagian ujung selatan bumi, Wellington dan Auckland di Selandia Baru.
Dia pun mengkhidmati jejak masa silam yang agung di Athena Yunani. Yadi, demikian nama panggilan masa kecilnya yang ketika kuliah memilih menggunakan nama pena Poetra Adi Soerjo.
Dia lebih umum dikenal dengan nama Suryo, nama pena untuk menyamarkan identitas dalam menulis mengikuti jejak para penulis besar seperti seperti Eric Arthur Blair, yang lebih dikenal dengan nama George Orwell atau Douwes Dekker yang dikenal dengan nama Multatuli.
Atau Henri Hendrayana Harris yang justru terkenal dengan nama Gol A Gong, Tere Liye yang bernama asli Darwis dan atau Andrea Hirata yang bernama asli Aqil Barraq Badruddin.
Nama pena Poetra Adi Soerjo ia gunakan selain karena nama tersebut hanya utak atik dari nama aslinya, juga karena ia sangat mengidolakan Tirto Adi Soerjo yang oleh Pramudya Anantatour disebut sebagai Sang Pemula.
Yadi adalah putra asli Sumbawa yang berasal dari Karang Seketeng, Sumbawa.
Lahir dari orang tua yang berprofesi sebagai guru dan guru ngaji di kampungnya, Yadi tumbuh dalam lingkungan keluarga yang sangat agamis.
Ibunya bernama Rahmawaty, biasa dipanggil dengan nama Ibu Imok adalah seorang guru ngaji sekaligus guru yang sangat lama mengabdi di SDN 12 Sumbawa Besar.
Sementara ayahnya bernama Abdul Gani adalah pegawai Departemen Agama yang diperbantukan menjadi kepala sekolah di Madrasah Ibtidaiyah Al Muttaqin Sumbawa, hingga pensiun sebagai Pengawas Pendidikan Agama Islam MI di Kecamatan Batu Lante.
Jika berbicara pulang kampung, maka Yadi kecil pulang ke kampung ayah dan ibunya, tempat keluarga besarnya berada.
Ayahnya berasal dari Desa Batu Tering, Kecamatan Moyo Hulu dan ibunya dari Desa Pernek dan Lenangguar Sumbawa.
Yadi menghabiskan studi SD di sekolah sang ibu yaitu SDN 12 Sumbawa Besar.
Setelah tamat SD ia melanjutkan pendidikan di Pesantren Al Ikhlas Taliwang, yang meskipun tak tamat, ia dipercaya menjadi Ketua Bidang Kerja sama Pengurus Pusat Ikatan Alumni Pesantren Al Ikhlas (IKPI), Taliwang, Sumbawa Barat.
Selepas mondok ia melanjutkan pendidikan di MTSn Sumbawa Besar dan SMA di SMUN 1 Sumbawa Besar.
Masa kuliah ia habiskan di Yogyakarta, sembari mondok di Pesantren Mahasiswa Minhajul Muslim Sapen, ia menempuh kuliah di dua tempat sekaligus.
IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan menjadi mahasiswa jalur Pemilihan Bibit Unggul Daerah (PBUD) di Jurusan Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta.
Tanpa jeda ia langsung melanjutkan studi S2 di Magister Ilmu Politik dan Pemerintahan Konsentrasi Politik Lokal dan Otonomi Daerah Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Selepas kuliah S2 di UGM, dengan hasil studi akhir cumlaude, Yadi mendaftar sebagai Tenaga Ahli Komisi II DPR RI dan dinyatakan lulus setelah mengikuti berbagai tes di Universitas Indonesia Jakarta.
Inilah awal karirnya menjelajah dunia.
Ia ditempatkan sebagai Tenaga Ahli Pribadi Ketua Komisi II DPR RI yang kala itu dijabat oleh Burhanudin Napitupulu seorang politisi senior Partai Golkar.
Karena Burhanuddin Napitupulu meninggal dunia pada awal 2010, maka ia ditempatkan sebagai Tenaga Ahli Pimpinan Komisi II DPR RI yang kala itu dijabat oleh Ganjar Pranowo dari PDIP, Teguh Juwarno dari PAN, Taufiq Efendy Mantan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dari Partai Demokrat dan Chairuman Harahap dari Partai Golkar.
Karirnya sebagai tenaga ahli DPR RI terus berlanjut dengan 4 tahun menjadi Tenaga Ahli Anggota DPR RI dari Gerindra, Drs. H. Harun Alrasyid Mantan Gubernur NTB dan 6 tahun menjadi Tenaga Ahli Macan Senayan, H. Fahri Hamzah, hingga puncaknya menjadi Staf Khusus Pimpinan DPR RI dengan jabatan setara eselon 1 B.
Selama di Senayan inilah Yadi banyak menghabiskan waktu untuk mengembangkan diri dengan berziarah ke berbagai tempat suci yang jauh.
Hingga menempuh studi diplomasi di Institute of Diplomacy and International Affairs Ministry of Foregn Affairs Taiwan dalam program 2015 Taiwan Study Camp For Future Leaders: Southeast Asia And South Asia.
Dalam karirnya selain terus tampak berada di lingkaran sang macan Senayan, Fahri Hamzah.
Yadi juga tampak selalu berada di lingkaran Prof Din Syamsuddin.
Bersama Prof Din Syamsuddin ia ikut menggawangi berdirinya Pesantren Internasional Dea Malela di Pamangong Sumbawa Besar, di mana Prof Din kala itu mempercayainya sebagai Ketua Bidang Pendidikan Yayasan Pendidikan dan Kebudayaan Dea Malela, yang kini sudah berubah menjadi Yayasan Wakaf.
Tentang Perjuangan mendirikan Provinsi Pulau Sumbawa (PPS) sebagai sebuah Provinsi pemekaran, H. Yadi Surya Diputra (Suryo) adalah salah satu tokoh muda yang berada di balik rencana tersebut dan terus menggulingkan rencana besar tersebut sampai saat ini
Ia kaya pengalaman dan jaringan di pusat ibu kota Jakarta, tempat di mana seluruh kebijakan yang mengatur hajat hidup orang banyak dilahirkan.
Yadi di antaranya pernah menjadi tim asistensi perumusan UU Kearsipan 2009, UU ASN 2014, UU Administrasi Pemerintahan 2014, UU Pemda 2014, UU MD3 2014, dll.
Dengan sejuta pengalaman dan jaringan tersebut, kini Yadi berikhtiar untuk maju menjadi Calon Anggota DPR RI dari Partai Gelora Dapil Pulau Sumbawa.
Motivasi utamanya menuju senayan adalah memegang amanah kyainya yang akrab disapa Buya Dr.K.H. Zulkifli Muhadli.
Sang kyai berpesan kepada seluruh anak didiknya "jadilah manusia yang paling banyak bermanfaat bagi banyak manusia".
Bagi Yadi, politik adalah ladang amal terbesar kita, dan kekuasaan adalah jalan tercepat dalam menggapainya.
Jika kita menjadi orang kaya, paling mampu menyekolahkan 10 anak-anak.
Tapi jika kekuasaan di tangan, cukup dengan satu tanda tangan ribuan orang bisa menempuh pendidikan.
Dengan tagline Muda, Cerdas dan Berani, Yadi optimistis menyibak takdir menempuh ikhtiarnya menjadi anggota DPR RI.
"Bagi yang merasa negara kita hari ini sedang baik baik saja, kehidupan ekonomi aman-aman saja, keuangan keluarga tak bermasalah, anak-anak kita mudah dapat kerja, maka pertahankan keadaan itu, jangan pilih saya! Tapi jika justru faktanya sebaliknya, maka kirim saya ke Senayan. Akan saya guncang bumi dan langit Jakarta seperti Gunung Tambora mengguncang dunia," pungkasnya. (*)
Nasi Lengket hingga Ikan Tak Segar Diduga Jadi Penyebab Keracunan Siswa di Sumbawa |
![]() |
---|
Ratusan Anak di Sumbawa Diduga Keracunan Usai Santap MBG |
![]() |
---|
Lirik Lagu Sumbawa Kemang Kangalung oleh Tuty Erick - Susa Tutu Tu Bagayong |
![]() |
---|
Menjadi Tuan Rumah, Bupati Sumbawa Resmi Membuka Sail Indonesia International Yacht Rally 2025 |
![]() |
---|
Lima Koperasi Merah Putih di KSB Ditunjuk Menjadi Percontohan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.