Berita Mataram
Kronologi Guru SD di Mataram Cabuli Siswinya: Iming-iming Nilai Bagus, Dilakukan Usai Jam Pelajaran
Teman-teman korban pencabulan guru SD di Mataram ini mulai curiga dengan perbuatan pelaku usai mendengar suara tak wajar di dalam kelas
Penulis: Jimmy Sucipto | Editor: Wahyu Widiyantoro
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Jimmy Sucipto
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Seorang guru agama salah satu SD di Kota Mataram tega mencabuli anak muridnya sendiri.
Pria inisial S (41), asal Kecamatan Selaparang, Kota Mataram yang kini sudah menjadi tersangka ini melakukan perbuatan bejatnya usai jam pelajaran.
Sebelum melancarkan aksinya, guru honorer ini memberi korbannya yang masih berumur 13 tahun tersebut iming-iming nilai bagus pada mata pelajaran yang diampunya.
Kasat Reskrim Polresta Mataram, Kompol Kadek Adi Astawa, Senin (7/11/2022) menjelaskan, awalnya guru juga sebagai kepala lingkungan tersebut membuat tipu daya agar korban termakan rayuan.
Baca juga: Guru Agama di Mataram Cabuli Muridnya, Dilakukan Sejak Korban Kelas 5 hingga 6 SD
Pada satu waktu pada September 2022, teman-teman korban mulai curiga dengan perbuatan S usai mendengar suara tak wajar di dalam kelas.
Teman-teman dari korban pun melakukan penelusuran bersama guru-guru lain.
Kecurigaan makin memuncak, saat korban yang tidak diizinkan S keluar sementara temannya yang lain diperbolehkan.
Setelah diawasi oleh teman-teman korban usai pelecehan berlangsung, korban mengakui dihadapan guru lainnya dan orang tuanya bahwa korban mendapatkan perlakuan cabul dari S.
Pengakuan korban itu kemudian ditindaklanjuti orang tua dengan melapor ke Polresta Mataram pada 31 Oktober 2022.
Polresta Mataram kemudian menyelidiki kasus itu dengan membawa korban menjalani visum di RS Bhayangkara Mataram.
"Ditemukan sejumlah luka robek lama yang diduga perlakuan pada 3 September 2022 lalu. Juga pengakuan dari korban dan saksi ahli lainnya," ucap Kadek Adi.
Berbekal hasil penyelidikan, S kemudian ditangkap pada 4 November 2022 lalu.
S dikenai Pasal 82 UU Perlindungan Anak dengan hukuman penjara paling sedikit 5 tahun dan paling lama 15 tahun penjara, serta denda Rp5 miliar.
Karena tersangka merupakan pendidik, maka ancaman pidananya ditambah 1/3 dari pidana pokok.
(*)