Pemilu 2024
Kedepankan Politik Kebangsaan, Ketua PWNU NTB Serukan Tolak Caci Maki dan Fanatisme Berlebihan
Hal itu diserukan Masnun lantaran ia melihat perhelatan pemilu 2024 masih dibayangi dengan ancaman penggunaan politik identitas berbau SARA.
Penulis: Lalu Helmi | Editor: Dion DB Putra
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Lalu Helmi
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Ketua Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama (PWNU) Nusa Tenggara Barat yang juga Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, Prof Dr TGH Masnun Tahir menyerukan para aktor politik di tanah air agar mengedepankan politik kebangsaan.
Secara khusus dalam menghadapi perhelatan politik Pileg dan Pilpres 2024 mendatang.
Baca juga: KPU NTB Akan Buka Pendaftaran Badan Adhoc Pemilu 2024 pada November Mendatang
Hal itu diserukan Masnun lantaran ia melihat perhelatan pemilu 2024 masih dibayangi dengan ancaman penggunaan politik identitas berbau SARA, yang mengancam integrasi masyarakat.
"Hindari saling menjustifikasi, tapi bagaimana kita mengusung politik kebangsaan yang tujuannya untuk kemaslahatan bersama. Semua anak bangsa punya hak yang sama, punya potensi yang sama untuk jadi pemimpin," ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (19/10/2022).
Menurutnya,. dunia politik itu sangat cair, tidak ada yang terlalu kaku dan abadi.
Pertentangan atau perbedaan pilihan politik tidak harus disikapi dengan berlebihan, apalagi sampai dengan sikap fanatisme.
"Berpolitik itu elastis saja, fleksibel saja, jangan terlalu fanatisme, jangan berlebihan. Politik itu cair, tidak usah saling mencaci, saling membuli, enjoy saja dalam berpolitik. Karena tidak ada teman dan musuh yang abadi dalam politik itu," ujarnya.
"Makanya Rasulullah mengatakan cintailah teman politikmu jangan berlebihan, karena besok bisa jadi musuhmu. Bencilah musuh politikmu dengan tidak berlebihan, karena siapa tahu besok musuh politikmu itu jadi jurkammu. Kan seperti realitas politik kita sekarang ini juga," sambungnya.
Lebih lanjut disampaikan Ketua PW NU NTB itu, kontestasi politik pemilu 2024 nanti hanya soal penggunaan strategi dalam merebut pilihan masyarakat.
Mestinya yang dikedepankan dalam proses kampanye adalah politik kebangsaan, yang diarahkan untuk pemberdayaan umat.
"Meski ada klaim-klaim, biarlah masyarakat nanti yang akan memilih. Tidak bisa kita mengatakan bahwa yang benar adalah pilihan politik saya, tidak bisa. Kalau seperti itu berarti itu berpolitik yang sakit, berpolitik yang eksklusif, bukan inklusif," tegasnya.
Antara identitas dan demokrasi itu menurutnya adalah dua buah entitas yang saling mengisi satu sama lainnya. Karena dalam demokrasi ada identitas, dalam identitas juga ada demokrasi.
Karena itu penting untuk saling menghargai dalam setiap perbedaan politik yang terjadi.
"Sama dengan konsep bagiku agamaku, bagimu agamamu. Begitu juga politik, bagiku politikku, bagimu politikmu," pungkasnya.
(*
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/lombok/foto/bank/originals/Prof-Dr-Masnun-Tahir.jpg)