Sejarah Nusantara
Sejarah Letusan Gunung Tambora dan Jejak Takhta Sultan Ismail di Kesultanan Bima
Letusan Gunung Tambora pada tahun 1815 silam, memiliki keterkaitan dengan jejak peralihan tahta di Kesultanan Bima.
Penulis: Atina | Editor: Robbyan Abel Ramdhon
Adanya klaim dari seseorang sebagai keturunan langsung Sultan Ismail, menurut Fahru tidak menjadi soal.
Justru katanya, hal tersebut memantik semua pihak untuk menelusuri jejak-jejak silsilah yang tertulis.
Dalam silsilah kesultanan Bima ungkap Fahru, Sultan Ismail menikah dengan Hadijah putri dari Raja Bicara (Perdana Menteri) Abdul Nabi.
Dalam silsilah Raja Bicara, Sultan Ismail menikah dengan Daeng Rante yang merupakan nama lain Hadijah.
Sultan Ismail mempunyai istri lainya (gundik), yang bernama Latifah berasal dari Sumbawa dan Sultan Ismail menempatkannya di istana ASI Sape.
Sultan Ismail sendiri beber Fahru, terlahir dari Ibunya yang merupakan anak Sultan Sumbawa, bernama Datu Giri binti Sultan Datu Bodi Harun Ar-Rasyid II.
Pernikahan Sultan Ismail dengan Daeng Rante melahirkan tiga anak, yaitu Abdullah (Sultan), Abdiyah dan Umi Salamah.
Sedangkan dengan istrinya Latifah melahirkan Bumi Keka Wa'o (gelar).
Dari silsilah yang dirangkum oleh Fahru sejak klaim keturunan Sultan Ismail muncul, tidak ada satu pun yang menyebutkan atau bersinggungan dengan Firdaus Oiwobo yang berasal dari Kecamatan Wawo.
Anak-anak dari Latifah yang merupakan gundik dari Sultan Ismail pun tegasnya, tidak ada disebutkan sebarannya ke keturunan Firdaus Oiwobo.
Sultan Ismail sendiri tambah Fahru, wafat pada usia 59 tahun setelah memimpin Kesultanan Bima selama 38 tahun.
Sultan Ismail dimakamkan di Kompleks Masjid Sultan dengan gelar Anumerta Mantau Hidi Sigi, yang berarti Yang Memiliki Tanah Masjid. (*)