Kematian Brigadir J

Rekayasa Penembakan Brigadir J, Ferdy Sambo Disebut Tak Takut Terbongkar: Bahkan Gerakkan Unit Lain

Komnas HAM menilai, Ferdy Sambo berani merekayasa penembakan Brigadir J dan tak khawatir terbongkar karena merasa memiliki kuasa besar.

Editor: Irsan Yamananda
Istimewa via Tribunnews
Tersangka pembunuhan berencana Brigadir J Ferdy Sambo saat mengikuti reka ulang adegan Selasa (30/8/2022). Komnas HAM menilai, Ferdy Sambo berani merekayasa penembakan Brigadir J dan tak khawatir terbongkar karena merasa memiliki kuasa besar. 

TRIBUNLOMBOK.COM -  Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik membeberkan tindakan Ferdy Sambo secara psikologis.

Menurut Komnas HAM, tersangka pembunuhan Brigadir J itu merasa dirinya bisa merekayasa penembakan tersebut.

Komnas HAM menambahkan, perasaan itu muncul karena pengaruh kekuasaan jabatan Ferdy Sambo di kepolisian.

"Dengan memiliki kekuasaan yang besar itu, FS secara psikologis merasa bisa merekayasa kasus pembunuhan Yoshua dan tidak khawatir akan terbongkar," kata Taufan saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Kamis (15/9/2022) seperti dikutip dari Kompas.

Menurutnya, kondisi kejiwaan Ferdy Sambo normal dan sadar.

Pasalnya, lanjut Taufan, Ferdy Sambo sadar akan kekuasaan yang ia pegang.

Kekuasaan itu kemudian digunakan Sambo untuk memuluskan rencana jahatnya.

"Itulah gambaran psikologi kekuasaan di alam diri FS, jadi bukan (gangguan kejiwaan dengan) istilah psikopat," papar Taufan.

Taufan menjelaskan, kondisi psikologi Sambo juga mengindikasikan adanya abuse of power dalam jabatan Kadiv Propam Polri.

Alasannya, Ferdy Sambo juga bisa menggerakkan unit yang bukan berada di bawah Kadiv Propam.

Baca juga: Ditanya Deddy Corbuzier Soal Ferdy Sambo, Hotman Paris: Mohon Maaf Saya Tolak, Alasan Khusus

"Bahkan juga (menggerakkan) unit lain termasuk staf ahli Kapolri," imbuh dia.

Dengan pengaruh kuat Kadiv Propam, Ferdy Sambo melakukan obstruction of justice atau tindakan menghalangi proses penegakan hukum.

Dengan beragam tindakan Ferdy Sambo inilah, kata Taufan, yang membuat Komnas HAM memberikan kesimpulan adanya extrajudicial killing dalam proses pembunuhan Brigadir J.

"Yaitu orang membunuh dengan menggunakan seluruh kekuasaan yang berlebihan itu, kemudian dengan kekuasaannya yang super melakukan obstruction of justice. Dimulai dari penyusunan skenario, pembuatan alibi, disinformasi, merusak TKP, barang bukti dan lain-lain," papar Taufan.

Pengakuan Bripka RR

Pengacara Bripka Ricky Rizal, Erman Umar, mengungkapkan pengakuan kliennya.

Seperti diketahui, Bripka RR merupakan salah satu tersangka pembunuhan Brigadir J.

Menurut Erman, Bripak RR tidak mengetahui soal pelecehan terhadap istri Ferdy Sambo di Magelang, Jawa Tengah.

Pihak Ferdy Sambo menuding Brigadir J melakukan pelecehan terhadap Putri Candrawathi.

Banyak yang menduga bahwa hal itulah yang menjadi pemicu Ferdy Sambo melakukan pembunuhan berencana.

“Kan di Saguling itu dipanggil. Dipanggil, dia tanya, ‘apa kejadian apa, ada kejadian apa di Magelang? Kamu tahu enggak?’. ‘Enggak tahu’. ‘Ini Ibu dilecehkan, pelecehan terhadap ibu’.

Dan itu sambil nangis dan emosi. ‘Saya enggak tahu Pak’,” kata Erman di Lobi Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (8/9/2022) seperti dikutip dari Kompas.

Erman menjelaskan, Putri berada di ruangan tersebut dan mengaku mendapat pelecehan dari Brigadir J.

Ferdy Sambo lalu meminta Bripka RR menembak Brigadir J.

“Baru dilanjutin ‘Kamu berani nembak? Nembak Yosua?’

Dia bilang. ‘Saya enggak berani Pak, saya enggak kuat mental saya Pak, enggak berani, Pak’.

‘Ya sudah kalau begitu kamu panggil Richard’,” imbuh dia.

Baca juga: Penjelasan Obstruction of Justice, Jerat Baru untuk Ferdy Sambo sebagai Tersangka

Lebih lanjut, Erman juga sempat menanyakan perasaan Bripka Ricky setelah kejadian tersebut.

Ia menyebutkan kliennya itu memang sempat melihat Ferdy Sambo terguncang dan menangis. Kendati demikian, Bripka Ricky tidak tahu alasannya.

“’Saya melihat bapak memang guncang. Saya melihat bapak menangis. Enggak biasa begitu kan. Tapi saya enggak tahu kejadian di sana, padahal saya ada di sana,” kata Erman menirukan omongan kliennya.

Erman menuturkan Ricky hanya mengetahui adanya pertengkaran Kuat Ma'ruf dan Yosua. Namun, dia sama sekali tak tahu apakah pertengkaran itu terkait dengan peristiwa di Magelang. 

Diberitakan sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga telah merekomendasikan Polri kembali melanjutkan pengusutan kasus dugaan pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi oleh Brigadir J.

Hal tersebut tertuang dalam laporan rekomendasi Komnas HAM terkait kasus pembunuhan Brigadir J yang diserahkan kepada kepolisian pada Kamis (1/9/2022) lalu.

"Menindaklanjuti pemeriksaan dugaan kekerasan seksual terhadap saudari PC di Magelang dengan memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan kondisi kerentanan khusus," kata Komisioner Komnas HAM Bidang Penyuluhan Beka Ulung Hapsara membacakan rekomendasi di Kantor Komnas HAM, Kamis.

Adapun di kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Polri telah menetapkan 5 tersangka.

(Kompas)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved