Berita NTB
China Investasi 2,2 Triliun Bangun Kereta Gantung Rinjani, Pemprov NTB Sebut Di Luar Kawasan TNGR
Mohammad Rum menjelaskan bahwa nilai proyek kereta gantung Rinjani tersebut sebesar Rp2,2 Triliun.
Penulis: Lalu Helmi | Editor: Robbyan Abel Ramdhon
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Lalu Helmi
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Pembangunan proyek kareta gantung Rinjani yang diinisiasi investor asal China PT Indonesia Lombok Resort (ILR) akan segara dimulai.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) NTB Mohammad Rum menjelaskan bahwa nilai proyek kereta gantung Rinjani tersebut sebesar Rp2,2 Triliun.
"Investor kereta gantung dari Tiongkok, itu rencana Rp2,2 Triliun," kata Mohammad Rum saat ditemui TribunLombok pada Senin, (18/7/2022) di Kantor BI NTB.
Menurut Rum, investor asal Tiongkok itu menggelontorkan dana tahap awal Rp200 miliar untuk proyek kereta gantung.
Baca juga: Aksi Massa KSU Rinjani Diwarnai Kericuhan, Tiga Orang Sempat Diamankan
"Tim dari Bandung sudah datang. Mereka akan bekerja dalam 14 hari ini dengan tim dari LHK untuk desain awal. Setelah itu kita evaluasi," ujarnya.
Rum menjelaskan sebenarnya investor akan mendatangkan tim ahli dari Cina.
Tetapi karena persoalan Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) sehingga mereka tidak bisa datang ke Lombok.
Sehingga untuk melakukan percepatan rencana pembangunan kereta gantung ini, investor menggunakan tim ahli dari Bandung.
Baca juga: Pendakian Gunung Rinjani Ditutup, Warga Masih Bisa Nikmati 15 Objek Wisata di Kawasan TNGR
Tim ahli dari Bandung akan bekerja selama 14 hari.
Mereka turun ke lapangan untuk mengecek lokasi-lokasi tempat pemasangan menara yang akan menjadi penyangga atau tiang kereta gantung.
Desain awal ini, kata Rum sekaligus untuk penyusunan feasibikity study (FS).
Kepala Dinas DPMPTSP itu menegaskan bahwa pembangunan proyek kereta gantung itu berada di luar kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR).
"Ndak itu di luar, coba disuarakan. Ndak sampai ke TNGR, justru tetap memberdayakan porter, akan tetap diakomodir. Itu yang penting kita cerahkan ke publik," bebernya.
Baca juga: 70 Orang Pendaki Ditelantarkan Guide Gunung Rinjani asal Bogor, TNGR Buru Pelaku
Lebih jauh, Rum menyampaikan bahwa untuk triwulan I-2022, realisasi investasi di Provinsi NTB sudah mencapai Rp4,1 triliun.
Adapun proyeksi investasi yang diberikan oleh pemerintah pusat ke NTB yaitu Rp18,5 triliun dan proyeksi internal Pemprov NTB sebesar Rp15,3 triliun.
Investasi yang cukup menonjol tahun ini salah satunya pembangunan Hotel Kempinski di Mekaki, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat oleh Wings Group.
Hotel tersebut sudah mulai dibangun di lahan seluas 26 hektare.
Perusahaan tersebut sebelumnya mengelola Hotel Indonesia Kempinski di Jakarta dan di Bali.
Selain hotel Kempinski dan Kereta Gantung, investasi yang cukup menonjol di NTB tahun ini yaitu pembangunan smelter di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB).
Investasi untuk pembangunan pabrik pemurnian emas dan tembaga tersebut jika mengacu pada rencana sebelumnya yaitu sebesar Rp26 triliun dan ditargetkan rampung 2023.
Jumlah tenaga kerja yang akan diserap selama masa konstruksi sebanyak 2.000 orang lebih.
Smelter yang dibangun kapasitasnya lebih kecil dari rencana awal 1,3 juta ton per tahun menjadi 900 ribu ton per tahun.
Nantinya, bukan hanya hasil tambang AMNT di KSB yang bisa diolah di smelter tersebut.
Tetapi hasil tambang dari PT Sumbawa Timur Mining di Dompu bahkan luar NTB bisa diolah di KSB
Kereta Gantung Perlu Kajian Mendalam
Dewan Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Dwi Sudarsono memberikan gambaran terkait rencana pembangunan proyek kereta gantung yang dibangun di bawah kaki Gunung Rinjani tersebut.
Menurut Dwi selain mengkaji efek secara ekonomi, proyek yang akan menelan anggaran Rp600 miliar tersebut harus dikaji secara dampak sosial Kawasan Gunung Rinjani.
“Apakah mempresentasikan dampak ekonomi yang akan dinikmati oleh masyarakat. Apa juga dampak bagi Kawasan wisatawan ke Gunung Rinjani. Ini kan seolah-olah berpotensi mematikan pendakian jalur utara dan timur di Rinjani,” ujar Dwi.
Jika dibangun untuk kepentingan perekonomian warga lanjut Dwi, bagaimana bentuk pekerjaan yang akan ditawarkan pihak investor untuk menempatkan lapangan pekerjaan bagi warga lokal khususnya di Lombok Tengah.
“Disediakan pekerjaan di mana? Yang saya bayangkan, ini hanya politik ekonomi kalangan menengah ke atas. Bisa dipastikan tempat dan resto dan kafe akan dibangun di sana nanti,” kata Dwi.
Selain memandang dari segi ekonomi, perlu juga pemda NTB melihat dampak bagi warga lokal dan aspek ekologi yang ada di Gunung Rinjani.
Apalagi lanjut Dwi, rencana pembangunan kereta gantung ini memiliki panjang 11 kilometer dari bawah kaki Gunung Rinjani.
“Lalu apa dampak yang dinikmati masyarakat lokal apa. Satu lagi, space tambahan dari aspek ekologi. Apakah AMDAL-nya sudah dipertimbangkan untuk lokasi membangun tiang kereta tidak merusak kawasan hutan?” kata Dwi mempertanyakan.
Dia pun memberikan pandangan kepada Pemda NTB NTB untuk membuat kajian analisis mengenai dampak lingkungan yang akan ditimbulkan bagi proyek yang akan dikerjakan oleh PT Indonesia Lombok Resort itu.
“Jadi melihat Amdal ini harus jeli. Makanya investor ini nanti perlu diberikan klausul-klausul jika ada kerusakan yang ditimbulkan oleh proyek ini,” katanya
Dia pun menyarankan rencana proyek kereta gantung sepanjang 11 kilometer ini untuk dikaji secara mendalam oleh Pemda NTB bersama Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB bersama pemerintah pusat.
Apalagi status Gunung Rinjani tercatat sebagai daerah Kawasan perlindungan hutan negara.
“Jadi Harus jeli komisi AMDAL-nya. Jangan sampai kebobolan. Karena ini Kawasan hutan, kami minta lebih hati hati dalam mengkaji AMDAL-nya dan harus lebih ketat,” kata Dwi.
(*)