Hambatan Penanganan Kasus Perempuan dan Anak: Pembuktian hingga Kerancuan Posisi Korban dan Pelaku

Kejaksaan memiliki pedoman untuk mengurai sejumlah hambatan penanganan kasus perempuan dan anak dengan menjamin akses keadilan

Tribun Jateng/Bram Kusuma
Ilustrasi kasus kekerasan perempuan dan anak. Kejaksaan memiliki pedoman untuk mengurai sejumlah hambatan penanganan kasus perempuan dan anak dengan menjamin akses keadilan. 

TRIBUNLOMBOK.COM - Kejaksaan memiliki aturan internal mengenai pedoman penanganan kasus perempuan dan anak.

Jaksa Agung Burhanuddin menguraikan pedoman ini memiliki tujuan untuk menjadi panduan bagi Jaksa dalam menangani perkara pidana yang melibatkan perempuan dan anak.

Selain itu juga sekaligus mengoptimalisasi pemenuhan akses keadilan bagi perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum dalam penanganan perkara pidana.

Panduan tersebut yakni Pedoman Kejaksaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana.

Baca juga: Apa Itu Keadilan Restoratif? Penghentian Kasus Berdasarkan Kemanfaatan Hukum yang Diterapkan Jaksa

Pedoman ini juga merupakan terobosan Kejaksaan dalam menjawab persoalan hukum atas teknis pelaksanaan beberapa peraturan perundang-undangan yang ada.

"Seperti hambatan prosedur pembuktian kasus, kerancuan dalam menentukan posisi korban dan pelaku, hambatan koordinasi dengan pihak lain terkait dan hambatan SDM Jaksa atau Penuntut Umum yang belum memiliki perspektif gender dan anak,” ujar Jaksa Agung, Sabtu (16/7/2022).

Jaksa Agung Burhanuddin menjadi keynote speaker dalam Webinar Diskusi Bersama Praktisi “Restorative Justice, Apakah Solutif?” pada Sabtu 16 Juli 2022 yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Jaksa Agung berharap hasil dari kegiatan diskusi bersama ini dapat memberikan sumbangsih dalam rangka pengembangan sistem hukum dengan pendekatan keadilan restoratif di Indonesia.

Jaksa Agung mengatakan bahwa dalam rangka mengupayakan pelaksanaan keadilan restoratif, Kejaksaan telah mengeluarkan beberapa kebijakan.

Antara lain menerbitkan, Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Baca juga: Pengadilan Bima Tolak Praperadilan Kakek 82 Tahun Tersangka Pencabulan Anak Polisi

Burhanuddin menyampaikan Peraturan Kejaksaan RI terkait keadilan restoratif sebagai salah satu bentuk diskresi penuntutan oleh penuntut umum.

Ketentuan ini diharapkan dapat digunakan Jaksa untuk melihat dan menyeimbangkan antara aturan yang berlaku dengan asas kemanfaatan yang hendak dicapai.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved