Berita NTB
Membahayakan, Ketua DPRD NTB Minta "Joki Cilik" di Arena Pacuan Kuda Dihentikan
"Ya kami menyayangkan penggunaan joki anak pada kegiatan yang sangat membahayakan keselamatan jiwa tersebut," katanya pada Rabu, (29/6/2022).
Penulis: Lalu Helmi | Editor: Robbyan Abel Ramdhon
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Lalu Helmi
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Tradisi pacuan kuda yang melibatkan joki anak (joki cilik) diatensi Ketua DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB), Baiq Isvie Rupaeda.
Ia meminta tradisi tersebut segera dihentikan.
Pasalnya, tradisi tersebut cenderung membahayakan bagi anak.
"Ya kami menyayangkan penggunaan joki anak pada kegiatan yang sangat membahayakan keselamatan jiwa tersebut," katanya pada Rabu, (29/6/2022).
Baca juga: Upaya Gubernur NTB Hentikan Joki Cilik dengan Ubah Ukuran Kuda, Aktivis Anak: Bukan Solusi!
la mengatakan sejumlah temuan kasus eksploitasi joki usia anak yang berakhir dengan meninggal dunia acap kali terjadi.
Baru-baru ini, insiden kematian seorang joki anak usia enam tahun di Kabupaten Bima, NTB, setelah terjatuh dari punggung kuda yang ditungganginya saat latihan pada 9 Maret 2022, menjadi catatan buruk.
"Saran saya, Pemprov NTB perlu duduk bareng dengan Pemkab Bima maupun Pemda kabupaten/kota di Pulau Sumbawa, untuk bisa menghentikan penggunaan joki anak di arena pacuan kuda," kata Isvie Rupaeda.
Anggota DPRD NTB dari daerah pemilihan (Dapil) Kabupaten Lombok Timur itu, tidak menampik jika penggunaan joki cilik dalam arena balap kuda, masuk kategori bentuk eksploitasi terhadap anak.
Baca juga: Dua Joki Cilik Kehilangan Nyawa di Arena Pacuan Kuda, Aktivis Anak Desak Gubernur NTB Bersikap
Karena itu, edukasi pada para orang tua harus sering dilakukan.
"Bila perlu jika memang sulit itu dilakukan karena sudah menjadi kebiasaan dan tradisi turun temurun, maka kami di DPRD NTB siap menginisiasi adanya regulasi yang melarang hal itu," tegas Isvie.
Sebelumnya, keberadaan anak-anak yang menjadi penunggang kuda atau joki cilik di NTB, khususnya pulau Sumbawa, juga menuai kritikan dari sejumlah pihak dan pemerhati anak.
Pemerintah daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota, menindaklanjuti dan mencari solusi dan menghentikan peran joki anak atau joki cilik di arena pacuan kuda tradisional di NTB.
Baca juga: Potret Pacuan Kuda di Bima: Antara Hobi Kalangan Elite, Penjudi, dan Nyawa Joki Cilik
Gubernur NTB Zulkieflimansyah juga menyampaikan pandangannya ihwal adanya joki cilik di arena pacuan kuda ini.
Ia menjelaskan bahwa pacuan kuda tradisional, sudah melekat jokinya oleh anak-anak, sehingga menjadi tradisi yang telah mengkultur ditengah masyarakat sejak dulu.
Maka dibutuhkan proses untuk mengubahnya.
"Memperbaiki tradisi tidak bisa serta merta, tapi butuh proses,"kata Bang Zul.
Lebih lanjut jelas Doktor Zul, bahwa ia sering melihat pacuan kuda di luar negeri.
Sehingga ditegaskannya bahwa tidak setuju dengan adanya joki cilik.
Namun keberadaan joki cilik yang identik dengan pacuan kuda masyarakat Sumbawa, Dompu dan Bima ini sudah dianggap hal yan biasa oleh masyarakat lokal setempat.
Hal tersebut dikarenakan juga oleh ukuran dan jenis kuda di Pulau Sumbawa yang dilombakan oleh masyarakat, merupakan jenis dan ukuran kuda yang kecil, sehingga cocok untuk ditunggangi oleh joki anak-anak.
Kalau ditunggangi oleh joki dewasa maka kudanya tidak akan mampu berpacu.
Oleh sebab itu, berbagai upaya yang terus dilakukan oleh pemerintah, termasuk melalui Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (PORDASI).
Salah satunya memperketat aturan untuk jenis dan ukuran kuda.
Dalam olahraga pacuan kuda, sudah memiliki kelas-kelas pacuan.
Kelas F untuk dewasa dengan ukuran kuda yang besar juga.
Sehingga tambah Bang Zul, bahwa tradisi pacuan kuda di Pulau Sumbawa, tidak hanya berbicara adat dan budaya serta kearifan lokal masyarakat setempat.
Akan tetapi ada banyak aspek yang ada di dalamnya.
Salah satunya aspek sosial kemasyarakatan.
"Secara turun temurun, keluarga pemilik kuda ini terus menjaga silaturahmi para leluhurnya, baik di arena pacuan dan di luar kehidupan sehari-hari. Ini yang unik di tradisi pacuan kuda,"ucap Bang Zul.
(*)