Sri Lanka Bangkrut: Tak Bisa Beli BBM, Warga Berbondong ke Luar Negeri Hingga Presiden Tolak Mundur

Sri Lanka bangkrut hingga tak dapat membeli Bahan Bakar Minyak (BBM). Sekolah dan pelayanan publik ditutup, sementara sang presiden menolak mundur.

Editor: Irsan Yamananda
Photo by Ishara S. KODIKARA / AFP
Pendukung pemerintah dan polisi bentrok di luar kantor Presiden di Kolombo pada 9 Mei 2022. Sri Lanka bangkrut hingga tak bisa beli BBM, sementara presiden mereka menolak untuk mundur. 

TRIBUNLOMBOK.COM - Masyarakat dunia tengah sibuk membahas kabar soal Sri Lanka bangkrut.

Seperti diketahui, Sri Lanka bangkrut karena krisis ekonomi terparah yang mereka alami beberapa waktu terakhir.

Akibat Sri Lanka bangkrut, pemerintahan mereka sampai tak bisa membeli Bahan Bakar Minyak (BBM).

Selain itu, mereka juga menutup sekolah dan layanan pemerintahan yang lainnya.

Tak hanya itu, banyak warga Sri Lanka yang berbondong-bondong pergi meninggalkan negaranya.

Para PNS juga diminta untuk bekerja 4 hari saja selama seminggu.

Baca juga: 9 Tewas dan 200 Orang Terluka Akibat Kerusuhan di Sri Lanka, Bagaimana Kondisi Eks Perdana Menteri?

Baca juga: Dampak Krisis Sri Lanka: Rakyat Sengsara Kehabisan Bensin, Pemerintah Kehabisan Uang untuk Gaji PNS

Pemerintah menghimbau para PNS itu menggunakan sisa waktunya untuk bertani.

Di sisi lain, Presiden Sri Gotabaya Rajapaksa menolak mundur dari jabatannya.

Ia berjanji bakal menyelesaikan sisa dua tahun masa jabatannya.

Padahal, protes jalanan selama berbulan-bulan menyerukan penggulingannya.

Berikut beberapa fakta mengenai Sri Lanka bangkrut.

Baca juga: Utang RI Tembus 7.000 Triliun, Ini Siasat Sri Mulyani Agar RI Tak Bangkrut Seperti Sri Lanka

Tak Bisa Beli BBM

Sri Lanka mengalami kebangkrutan hingga tidak dapat membeli bahan bakar minyak (BBM) impor, bahkan dengan uang tunai. Penyebab Sri Lanka bangkrut karena runtuhnya perekonomian negara tersebut.

Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe mengatakan melakukan kesepakatan dengan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) adalah jalan satu-satunya agar negara ini bisa kembali pulih.

"Kami sekarang menghadapi situasi yang jauh lebih serius di luar sekadar kekurangan bahan bakar, gas, listrik, dan makanan," ujarnya seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (23/6/2022).

"Kami tidak bisa membeli bahan bakar impor, bahkan dengan uang tunai, akibat beratnya utang yang ditanggung oleh perusahaan minyak kami, dan kami mulai melihat tanda-tanda kemungkinan jatuh ke titik terendah," lanjut Wickremesinghe.

Analisis terkait kondisi buruk Sri Lanka muncul ketika pihak berwenang mengadakan pembicaraan dengan pemberi pinjaman yang berbasis di Washington untuk kesepakatan dana segar bagi negara yang bangkrut.

Tutup Sekolah dan Layanan Pemerintahan

Sri Lanka menutup sekolah dan menghentikan layanan yang tidak penting selama dua pekan ke depan mulai Senin (20/6/2022) waktu setempat.

Penutupan bertujuan untuk menghemat cadangan bahan bakar minyak (BBM) yang menipis, ketika Dana Moneter Internasional (IMF) membuka pembicaraan dengan Kolombo mengenai rencana bailout pasca-kebangkrutan negaranya.g

Negara berpenduduk 22 juta orang itu berada dalam cengkeraman krisis ekonomi terburuk setelah kehabisan devisa untuk membiayai impor yang paling penting, termasuk makanan, bahan bakar, dan obat-obatan.

Sri Lanka membutuhkan 6 miliar dollar AS dalam beberapa bulan mendatang untuk menopang cadangannya, membayar tagihan impor yang membengkak, dan menstabilkan mata uangnya.

Dikutip dari Channel News Asia, Selasa (21/6/2022), sekolah-sekolah dan kantor-kantor negara telah ditutup sebagai bagian dari rencana pemerintah menghemat bahan bakar berupa bensin dan solar, yang harganya memang melonjak.

Namun, rumah sakit serta pelabuhan laut dan udara utama di ibu kota masih beroperasi.

Pilihan ini terpaksa diambil lantaran Sri Lanka menghadapi rekor inflasi tinggi dan pemadaman listrik yang berkepanjangan.

Ratusan ribu pengendara menunggu dalam antrian panjang bermil-mil di seluruh negeri untuk bensin dan solar meskipun kementerian energi mengumumkan stok baru akan tiba tiga hari lagi. Hal ini membuat masyarakat protes berbulan-bulan yang meminta Presiden Gotabaya Rajapaksa mundur.

Baca juga: Semua Anggota Kabinet Sri Lanka Mengundurkan Diri di Tengah Krisis Ekonomi yang Meluas

Warga Sri Lanka Berbondong-bondong Ingin Keluar Negeri

Pekan lalu, RMR Lenora terjebak antrean panjang di luar kantor Departemen Imigrasi dan Emigrasi Sri Lanka selama dua hari lamanya.

Perempuan yang bekerja di pabrik garmen tersebut rela mengantre sangat lama demi mendapatkan paspor kemudian berkesempatan meninggalkan negaranya yang dilanda krisis ekonomi parah.

Berbekal baju ganti dan payung untuk menahan terik matahari, Lenora naik kereta api dari Kota Nuwara Eliya dan melakukan perjalanan sejauh 170 kilometer ke Kolombo untuk membuat paspor di Departemen Imigrasi dan Emigrasi.

Setibanya di sana, dia ikut antrean panjang yang mengular bersama buruh, pemilik toko, petani, pegawai negeri, dan ibu rumah tangga.

Beberapa dari orang-orang yang mengantre itu sudah berkemah semalam. Mereka ingin melarikan diri dari krisis keuangan terburuk yang melanda Sri Lanka dalam tujuh dekade.

Dalam lima bulan pertama tahun ini, Sri Lanka telah mengeluarkan 288.645 paspor. Padahal pada periode yang sama pada tahun lalu, Sri Lanka hanya menerbitkan 91.331 paspor.

Sri Lanka saat ini kekurangan makanan, gas untuk memasak, bahan bakar, dan obat-obatan, akibat salah urus ekonomi dan pandemi Covid-19 menyedot habis cadangan devisanya.

Depresiasi mata uang, inflasi lebih dari 33 persen, serta kekhawatiran ketidakpastian politik dan ekonomi yang berkepanjangan mendorong banyak orang untuk bermigrasi.

Pemerintah Sri Lanka di sisi lain juga ingin mendukung lebih banyak orang yang mau bekerja di luar negeri untuk meningkatkan devisa.

Sri Lanka Izinkan PNS Kerja Empat Hari Seminggu, Sisa Waktunya Diminta untuk Bertani

Sri Lanka menyetujui waktu empat hari kerja seminggu bagi pegawai negeri sipil, dan mendorong mereka menggunakan waktu sisanya untuk bercocok tanam demi negara di tengah krisis ekonomi terburuk dalam beberapa dekade.

Kabinet Sri Lanka pada Senin (13/6/2022) malam menyetujui proposal bagi pekerja sektor publik untuk diberikan cuti setiap Jumat selama tiga bulan ke depan.

Kebijakan itu diberlakukan sebagian karena kekurangan bahan bakar kronis di seluruh negeri yang membuat perjalanan menjadi sulit, dan juga untuk mendorong mereka bertani.

"Tampaknya tepat untuk memberikan cuti satu hari kerja kepada pejabat pemerintah ... untuk terlibat dalam kegiatan pertanian di halaman belakang mereka atau di tempat lain sebagai solusi untuk kekurangan pangan," kata kantor informasi pemerintah dalam sebuah pernyataan pada Selasa (14/6/2022) sebagaimana dilansir CNA.

Presiden Sri Gotabaya Rajapaksa Menolak Mundur

Ia berjanji menyelesaikan sisa dua tahun masa jabatannya, meskipun protes jalanan selama berbulan-bulan menyerukan penggulingannya.

Meski begitu, dia mengatakan tidak akan mencalonkan diri untuk pemilihan kembali.

Dia mengaku ingin fokus memperbaiki kekacauan keuangan yang membuat Sri Lanka berada dalam krisis ekonomi terburuk yang pernah dialaminya.

“Saya tidak bisa pergi sebagai presiden yang gagal,” kata Rajapaksa Senin dalam wawancara luas di kediaman resminya di Kolombo, yang pertama dengan organisasi media asing sejak krisis terjadi.

“Saya diberi amanat selama lima tahun. Saya tidak akan bertanding lagi,” tambahnya sebagaimana dilansir Al Jazeera pada Selasa (7/6/2022).

Penolakannya muncul di tengah seruan “Gota Pergi,” yang disuarakan pengunjuk rasa beberapa bulan terakhir.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hemat BBM, Sri Lanka Tutup Sekolah dan Layanan Pemerintahan", "Sri Lanka Izinkan PNS Kerja Empat Hari Seminggu, Sisa Waktunya Diminta untuk Bertani", "Warga Sri Lanka Berbondong-bondong Bikin Paspor, Ingin Keluar dari Negaranya", "Penyebab Sri Lanka Bangkrut hingga Tak Bisa Beli BBM", dan "Presiden Sri Lanka Menolak Mundur dan jadi Presiden Gagal, Bertekad Selesaikan Masa Jabatan".

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved