Dari Pepadu Menjadi 'Promotor Peresean', Ini Sepak Terjang Junaedi Ojah Alias Alam Daur
Romantika pertarungan perdananya melawan pepadu daerah lain dihiasi dengan ketakutan permainan licik
Penulis: Jimmy Sucipto | Editor: Wahyu Widiyantoro
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Jimmy Sucipto
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Sebelum berkeliling menyelenggarakan acara pertarungan peresean, Junaedi Ojah dulunya merupakan pepadu alias petarung peresean.
Dengan nama panggung Alam Daur, Junaedi memulai karirnya di tahun 2007.
Hingga akhirnya Alam Daur 'gantung penjalin' 7 tahun silam atau pada 2015.
Baca juga: Event Peresean di Lombok Sedot Biaya Minimal Rp 74 Juta, Ketua Panitia Rela Rugi Demi Rakyat Senang
Alam Daur memulai petualangannya mengayun penjalin dan ende di Kecamatan Bayan, Lombok Utara.
"Dulu saya harus berangkat dari jam 8 pagi, dan pulang ke rumah di Lombok Tengah jam 1 malam," ucap Junaedi.
Alasan Junaedi menempuh perjalanan yang begitu lama karena kondisi jalan saat itu masih belum baik.
"Apa lagi dulu belum ada Jembatan Bayan itu Mas, repot sekali kita," tambahnya.
Romantika pertarungan perdananya melawan pepadu daerah lain dihiasi dengan ketakutan permainan licik.
Alam Daur mengaku sangat takut rotan mengenai kakinya.
"Pepadu pada zaman dulu licik memukul nya, dari atas ke bawah dan mengincar kaki secara tidak langsung," beber Junaedi.
Belum lagi soal bayaran yang tidak seberapa untuk kondisi saat itu.
"Dulu saya hanya dibayar Rp 25 ribu oleh pekembar (pengadu) saya, dan Rp 20 ribu dari amplop yang saya terima," tuturnya.
Kekecewannya meluap saat ia mengetahui, bahwa panitia peresean saat itu menghargainya Rp 1,5 Juta.
"Karena itu saya berhenti menjadi pepadu, dan memilih menjadi pekembar saja," tambahnya.
