Bulan Ramadhan
Fakta-fakta TGH Ahmat Tretetet, Putra TGH Umar Kelayu hingga Darah Biru Kerajaan Selaparang
TGH Tretetet merupakan putra dari TGH Umar Kelayu dan Hajjah Raden Aminah pada tahun 1900-an
Penulis: Robbyan Abel Ramdhon | Editor: Wahyu Widiyantoro
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robbyan Abel Ramdhon
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Datuk Asysyaekh Tuan Guru Haji (TGH) Ahmat Tretetet Bin Tuan Guru Haji (TGH) Umar Kelayu Lombok Timur adalah ulama karismatik asal Desa Kelayu, Kecamatan Selong, Lombok Timur.
TGH Tretetet merupakan sosok penyebar Islam yang terkenal humoris dan kerap singgah dari satu tempat ke tempat lain untuk berdakwah.
Konon, ia memiliki karomah dapat berada di dua tempat yang berbeda sekaligus dan dalam waktu bersamaan.
Baca juga: Kisah Penjaga Makam TGH Tretetet, Saksikan Peziarah Mulai dari Politisi Hingga Orang Luar Negeri
Baca juga: Mengenal Tuan Guru Tretetet, Ulama yang Bisa Berada di Dua Tempat Sekaligus
Berikut adalah fakta-fakta tentang TGH Tretetet yang telah dirangkum TribunLombok.com berdasarkan hasil liputan ditemani Pak Dar, penjaga makam sang penyebar Islam.
1. Silsilah Keluarga
TGH Tretetet merupakan anak dari TGH Umar Kelayu dan Hajjah Raden Aminah pada tahun 1900-an.
TGH Tretetet memiliki saudara bernama Hajjah Mariam yang kelak membantu pemakamannya di daerah Karang Kelok, Monjok Barat, Mataram.
Ayahandanya, TGH Umar Kelayu adalah ulama terkenal di Lombok abad 19.
Kakeknya juga merupakan seorang ahli agama bernama Kiai Ratana alias Syekh Abdullah, dan neneknya Bernama Hajjah Siti Aminah.
Dari garis keturunannya itu, TGH Tretetet dekat dengan lingkungan ulama religius sejak masih kecil.
Bahkan karena kemampuan keilmuan agama yang dimiliki, kakek TGH Tretetet, yakni Kiai Ratana, diangkat sebagai kadi (hakim) di Istana Selaparang.
Ditarik lebih jauh, yakni kakek dari Umar Kelayu, yakni Kiai Nurul Huda, juga merupakan putra dari seorang Penghulu Agung di Kerajaan Selaparang.
Kendati berpenampilan sederhana dan kerap berjalan kaki, TGH Tretetet sesungguhnya memiliki keturunan bangsawan dan ulama-ulama besar.
2. Tanggal Lahir dan Kematian
Belum diketahui, kapan tepatnya TGH Tretetet lahir.
Diperkirakan tidak lama setelah ayahnya TGH Umar Kelayu kembali dari menuntut ilmu di Makkah jelang abad 20.
Namun dari papan informasi yang tertera dimakamnya, diketahui TGH Tretetet wafat pada 19 Desember 1985.
Di papan tersebut, tidak dituliskan waktu lahir maupun usia terakhirnya.
Ada juga mitos yang beredar, bahwa TGH Tretetet tidak meninggal.
Ia hanya menghilang atau berpindah ke belahan bumi yang jauh.
“Waktu beliau dimakamkan, kain kafannya lemas seperti tidak berisi jenazah, Wallahualam,” kata Dar saat bercerita kepada TribunLombok.com, Senin (11/4/2022).
TGH Tretetet dimakamkan di Makam Karang Kelok, Monjok Barat, Kota Mataram.
Makam tersebut dibuka 24 jam bagi peziarah.
Bahkan pintu bangunan makam TGH Tretetet tidak digembok dan hanya diberikan sampiran yang terbuat dari kayu pada daun pintunya.

3. Memiliki Banyak Murid
Meski tak memiliki pondok pesantren seperti ulama-ulama nusantara pada umumnya, TGH Tretetet memiliki murid yang terbilang banyak.
Dar bercerita, makam ulama yang dikabarkan sakti tersebut tiba-tiba dikunjungi orang-orang dari luar daerah Lombok.
Seperti Medan, Palembang, Banyuwangi, hingga Malaysia.
“Katakanlah sekarang misalnya dia tiba-tiba bersama kita, di waktu yang bersamaan dia bisa saja sedang berada di tempat lain. Sering kejadian seperti itu terdengar,” tutur Dar, menceritakan mitos-mitos yang berkembang tentang TGH Tretetet
Berkat karomahnya itulah, konon, TGH Tretetet memiliki murid hingga ke negeri jiran.
4. Berteman dengan Semua Golongan
Dijelaskan Dar, TGH Tretetet adalah ulama yang senang berjalan kaki, singgah dari satu tempat ke tempat lain, sembari mensyiarkan Islam.
Ia memiliki ciri-ciri penampilan ikat pinggang yang terbuat dari kulit pohon kelapa dan mengenakan pakaian serba putih.
TGH Tretetet juga senang tertawa kepada siapa saja.
Ia merupakan sosok yang ramah.
Sampai-sampai tawanya terdengar renyah bagi siapa saja yang mendengar.
“Mau orang itu Hindu, Kristen, Buddha, semua dirangkul sama dia. Enggak kenal bulu dan agama, dia senang bergaul,” tutur Dar.
Karena kemampuan bersosial TGH Tretetet itulah, hingga saat ini, banyak para peziarah yang merupakan ummat dari agama di luar Islam datang berkunjung ke makamnya untuk berdoa.
(*)