Curhat Pedagang Makanan saat Minyak Goreng Mahal: Mau Jualan Rebus Semua, Mana Ada yang Mau Beli
Pedagang makanan di Kota Bima menjerit ketika harga minyak goreng mahal, terlebih semakin mendekati bulan ramadan.
Penulis: Atina | Editor: Maria Sorenada Garudea Prabawati
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Atina
TRIBUNLOMBOK.COM, KOTA BIMA - Pedagang makanan di Kota Bima,Nusa Tenggara Barat (NTB) 'menjerit' ketika harga minyak goreng mahal, terlebih semakin mendekati bulan Ramadan.
"Istilahnya nyawanya kami yang berjualan ini, ya minyak goreng," ujar Yuning, pedagang nasi dan lauk pauk di Kota Bima NTB.
Yuning mengatakan, jika hanya untuk konsumsi rumah tangga maka harga minyak goreng tidak akan berpengaruh sama sekali.
Tapi berbeda dengan mereka yang menjual makanan serba matang, maka minyak goreng menjadi kebutuhan penting.
"Katanya masak saja yang rebus-rebus. Emang ada konsumen kita, yang hanya mau direbus? Nggak ada. Sayur ya ditumis, semuanya butuh minyak goreng," ketusnya.
Baca juga: Asal Nama Desa Jorok Sumbawa, Sering Bikin Salah Paham Ternyata Sarat Nilai Sejarah
Yang paling membuat Yuning kebingungan adalah, saat harga minyak goreng tinggi tapi dirinya tidak bisa menaikan harga jualan.
"Kalau dinaikan, ga ada yang beli. Kami sekarang dagang bukan cari untung, tapi sekedar untuk bertahan hidup," tegasnya.
Hal senada disampaikan Sri, pedagang gorengan di Kota Bima.
Sri mengaku, tidak bisa berbuat banyak dengan mahalnya minyak goreng.
"Saya kemarin beli minyak goreng, 45 ribu rupiah per dua liter," akunya.
Ia sempet berpikir mengurangi ukuran gorengan yang dijualnya, tetapi ketakutan lain muncul, yakni gorengannya tidak laku.
Dari pantauan TribunLombok.com, Sri menjual berbagai macam jenis gorengan seperti bakwan, pisang goreng, tahu dan tempe.
Baca juga: Hujan Pengaruhi MotoGP Mandalika: Aleix Espargaro Puas Finis 10 Besar, Viñales Raih Tren Positif
Baca juga: Pantai Ai Lemak Bakal Jadi Lokasi Camping Ground MXGP Samota Sumbawa
Untuk satu biji gorengan, Sri menjualnya Rp 1000 dan itu pun dia jual tidak pernah berubah ukuran maupun kualitas.
"Nggak dikurangi saja ukurannya, sudah kurang laku. Apalagi saya kurangi ukuran, pasti lebih tidak laku lagi. Ya udah, pasrah saja," ungkap Sri.
Sri menambahkan, tidak memiliki pilihan lain selain terus berjualan.
Setidaknya kata Sri, ada penghasilan pagi untuk makan pagi dan penghasilan siang untuk makan siang.
"Ya seperti itu saja. Apalagi sebentar lagi ramadan, entah mau jualan apa karena minyak goreng mahal, takjil-takjil itu ya butuh minyak goreng kalau mau jualan," pungkasnya.
(*)